2.4 Tegangan Tanah Lateral saat Gempa

January 8, 2018 | Author: Anonymous | Category: Ilmu, Ilmu kebumian, Seismologi
Share Embed Donate


Short Description

Download 2.4 Tegangan Tanah Lateral saat Gempa...

Description

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Dinding Penahan Tanah Dinding penahan tanah merupakan jenis struktur di bidang geoteknik yang

berfungsi untuk menahan massa tanah dimana terdapat perbedaan kontur ataupun elevasi yang berbeda. Jenis struktur semacam ini biasa terbuat dari material kayu, batu, beton, ataupun baja. Adapun yang menggabungkan struktur penahan tanah dengan material geosyntetic untuk menaikan stabilitas ataupun kekuatan tanah. Berdasarkan klasifikasinya struktur penahan tanah pada umumnya dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu : a.

Gravity wall Gravity wall adalah jenis struktur penahan tanah yang memanfaatkan berat sendiri struktur untuk menahan beban tanah dari kegagalan bearing capacity, overturning, maupun sliding

b.

Cantilever wall Cantilever wall adalah jenis struktur penahan tanah yang biasa terbuat dari material beton bertulang dan memiliki plat pada dasar struktur (key base slab)

c.

Counterford wall Counterford wall adalah jenis struktur penahan tanah yang memiliki siar penyangga pada bagian belakang struktur tersebut yang berfungsi untuk menyeimbangkan struktur akibat beban tanah

6 d.

Butressed Wall Butressed wall adalah jenis struktur penahan tanah yang memiliki prinsip kerja yang sama dengan counterford wall dimana terdapat siar penyangga namun di bagian depan struktur

(Sumber : Earth Retaining Wall Structures Manual, 2010)

Gambar 2.1.

Struktur Penahan Tanah

Dinding penahan tanah pada dasarnya berfungsi untuk menahan tekanan tanah lateral yang dapat disebabkan oleh tanah urug atau tanah asli yang labil. Jenis struktur ini biasa banyak diaplikasikan pada dunia teknik sipil terutama untuk proyek-proyek seperti irigasi, pelabuhan, jalan raya, bendungan, dinding basement, pangkal jembatan, dan lain-lainnya. Berikut adalah detail aplikasi yang umum digunakan dengan struktur dinding penahan tanah : a. Jalan raya atau jalan kereta api yang ditinggikan atau direndahkan sesuai dengan elevasi rencana b. Jalan raya atau jalan kereta api yang dibangun di daerah lereng c. Dinding penahan tanah sebagai batas pinggiran kanal

7 d. Dinding penahan yang digunakan untuk menahan atau mengurai banjir akibat sungai yang disebut flood walls e. Dinding penahan tanah yang biasa digunakan pada struktur jembatan yang disebut abutment f. Dinding penahan sebagai tempat untuk menyimpan material-material tertentu

(Sumber : Hungtington, 1961)

Gambar 2.2.

2.2

Aplikasi Struktur Penahan Tanah

Tegangan Tanah Lateral Tekanan tanah lateral merupakan gaya yang dikarenakan ada gerakan

dorongan tanah terhadap struktur penahan tanah dalam arah horizontal atau lateral. Oleh sebab itu jenis struktur yang menerima gaya lateral harus didesign sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada sehingga struktur tidak mengalami kegagalan.

8 Faktor-faktor yang mepengaruhi tegangan tanah lateral antara lain : a. Besarnya nilai koefisien tegangan lateral dalam keadaan diam (Ko), aktif (Ka), dan pasif (Kp) b. Besarnya nilai kohesi pada tanah c. Besarnya pembebanan yang mempengaruhi struktur. Sedangkan untuk koefisien tegangan tanah lateral dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu sebagai berikut : 2.2.1. Koefisien Tanah Lateral dalam Keadaan Diam (Ko) Koefisien tanah lateral dimana tanah dalam keadaan diam (at rest) sehingga tidak terjadi pergerakan pada struktur penahan tanah. Massa tanah berada dalam kondisi elastic equilibrium

(Sumber : Principles of Geotechnical Engineering, Braja M.Das, 5th , 2002)

Gambar 2.3.

Tekanan Tanah Lateral At Rest

9 Pada Gambar 2.3. terlihat suatu massa tanah yang ditahan oleh struktur penahan tanah AB dengan tinggi H. Dinding penahan AB berada dalam keadaan diam, sedangkan untuk massa tanah dalam keadaan keseimbangan elastic (elastic equilibrium). Koefisien tekanan tanah lateral dalam keadaan diam dapat dituliskan berdasarkan hubungan empiris yang dikenalkan oleh Jaky (1944) ebagai berikut :

2.2.2. Koefisien Tanah Lateral Aktif (Ka) Koefisien tanah lateral dimana tanah bergerak mendorong searah dengan pergerakan tanah. Massa tanah telah berada dalam kondisi plastic equilibrium.

(Sumber : Principles of Geotechnical Engineering, Braja M.Das, 5th , 2002)

Gambar 2.4.

Tekanan Tanah Lateral Aktif

2.2.3. Koefisien Tanah Lateral Pasif (Kp) Koefisien tanah lateral dimana tanah bergerak mendorong berlawanan arah dengan pergerakan tanah. Massa tanah telah berada dalam kondisi plastic equilibrium

10 Terdapat beberapa teori yang biasa digunakan untuk menganalisa besarnya tegangan lateral tanah diantaranya teori Rankine (1857) dan teori Coulomb (1776). Perbedaan dari kedua teori ini berada pada prinsip-prinsip yang digunakan dalam analisa.

(Sumber : Principles of Geotechnical Engineering, Braja M.Das, 5th , 2002)

Gambar 2.5.

Tekanan Tanah Lateral Pasif

Berikut adalah beberapa teori yang telah dikembangkan dan digunakan dalam menentukan besarnya nilai tegangan tanah lateral : 2.2.4. Teori Rankine (1857) Menurut teori Rankine, beberapa anggapan yang digunakan dalam analisis tekanan tanah adalah sebagai berikut : 1. Tanah adalah bahan yang isotropis, homogen, dan tak berkohesi sehingga friksi antara struktur dengan tanah diabaikan. 2. Tegangan lateral tanah hanya dibatasi pada dinding vertical 900 (rigid body).

11 3. Kegagalan yang terjadi merupakan sliding wedge yang diasumsikan sebagai kegagalan planar 4. Tekanan tanah lateral bervariasi secara linear dengan kedalaman dan tekanan pada ketinggian

dari dasar dinding

5. Resultan gaya yang dihasilkan sejajar dengan permukaan backfill Teori dari Rankine tentang koefisien tekanan tanah aktif dan pasif pada permukaan tanah datar dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut:

dimana : Ka : Koefisien tekanan tanah aktif

: Tegangan tanah lateral aktif

Kp : Koefisien tekanan tanah pasif : Tegangan tanah lateral pasif c’

: Kohesi

φ’

: Sudut geser dalam tanah

: Tegangan vertical efektif

12 Sedangkan nilai koefisien tanah aktif (Ka) dan pasif (Kp) untuk permukaan backfill yang miring mengunakan rumus berikut :

dimana : Ka : Koefisien tekanan tanah aktif Kp

φ’

: Koefisien tekanan tanah pasif

: Sudut geser dalam tanah : Sudut kemiringan backfill

2.2.5. Teori Coulomb (1776) Menurut teori Coulomb, beberapa anggapan yang digunakan dalam analisis tekanan tanah adalah sebagai berikut : 1.

Terjadi friksi antara struktur dengan tanah.

2.

Tegangan lateral tanah tidakdibatasi pada dinding vertical

3.

Kegagalan yang terjadi merupakan sliding wedge yang diasumsikan sebagai kegagalan planar

4.

Tekanan tanah lateral bervariasi secara linear dengan kedalaman dan tekanan pada ketinggian dari dasar dinding

5.

Resultan gaya yang dihasilkan sejajar dengan permukaan backfill

13 Teori dari Coulomb mengenai koefisien tekanan tanah aktif (Ka) dan tekanan tanah pasif (Kp) dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

dimana : Ka : Koefisien tekanan tanah aktif Kp

: Koefisien tekanan tanah pasif

φ’

: Sudut geser dalam tanah

c’

: Kohesi : Sudut kemiringan backfill : Sudut kemiringan dinding penahan : Sudut kemiringan tegak lurus tegangan

: Tegangan tanah lateral aktif

: Tegangan tanah lateral pasif

14

Gambar 2.6.

Model Tegangan Coulomb dengan Backfill

2.2.6. Hubungan Pergerakan Dinding dengan Koefisien Tanah Lateral Hubungan antara pergerakan dinding penahan tanah dengan koefisien tekanan tanah lateral dapat dlihat sebagai berikut :

(Sumber : Principles of Foundation Engineering, Braja M.Das, Fourth Edition)

Gambar 2.7.

Variasi Pergerakan Tekanan Lateral dengan Pergerakan Dinding

15 Dari Gambar 2.7. menunjukan dinding penahan tanah dalam kondisi tekanan tanah pasif dapat bergerak lebih jauh sebelum mencapai mengalami kegagalan. Sedangkan dalam kondisi aktif, apabila tanah menerima gaya lateral yang sama maka akan lebih cepat mengalami kegagalan dibanding pada kondisi pasif. Hal ini disebabkan pergerakan dinding penahan tanah dalam kondisi aktif tidak dapat bergerak sejauh saat pada kondisi pasif. Berikut adalah jarak pergerakan dinding penahan tanah sebagai fungsi dari ketinggian yang diperlukan untuk mencapai kondisi keruntuhan minimal aktif maupun pasif : Tabel 2.1. Hubungan ketinggian dengan pergeseran horizontal pada kondisi aktif

Tipe Tanah

Pergerakan arah horizontal untuk mencapai kondisi aktif

Pasir Padat Pasir Lepas Tanah Lempung Kaku Tanah Lempung Lunak

0.001 H – 0.002 H 0.002 H – 0.004 H 0.010 H – 0.020 H 0.020 H – 0.050 H

Tabel 2.2. Hubungan ketinggian dengan pergeseran horizontal pada kondisi pasif

Tipe Tanah

Pergerakan arah horizontal untuk mencapai kondisi pasif

Pasir Padat Pasir Lepas Tanah Lempung Kaku Tanah Lempung Lunak dimana :

0.005 H 0.010 H 0.001 H 0.050 H

H : Ketinggian dinding penahan 2.3

Jenis-Jenis Beban Eksternal pada Struktur Dalam melakukan suatu analisis, desain ataupun pemodelan pada struktur

perlu diketahui besarnya beban dan pengaruh pembebanan tersebut pada struktur. Berdasarkan jenisnya, maka beban dapat dibedakan menjadi 2 garis besar yaitu :

16 a. Beban statis merupakan beban yang bekerja pada struktur secara tetap dan memilki sifat steady-states. b. Beban dinamis merupakan beban yang bekerja pada struktur secara tiba-tiba dan pada umumnya tidak memiliki sifat steady-states dengan lokasi yang berbedabeda pada struktur. Beban-beban yang bekerja pada struktur dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kategori, antara lain : a.

Beban mati (dead loads) Semua beban yang bersifat tetap terhadap struktur dimana didalamnya termasuk berat struktur itu sendiri.

b.

Beban hidup (live loads) Beban yang sifatnya dapat berpindah-pindah (beban berjalan) ataupun segala beban yang sifatnya sementara.

c.

Beban gempa (earthquake loads) Beban pada struktur yang disebabkan adanya pergerakan tanah, dimana dapat dikarenakan

gempa

bumi

(tektonik

ataupun

vulkanik)

sehingga

mempengaruhi struktur. Beban gempa ini merupakan jenis pembebanan terhadap fungsi waktu, sehingga respons yang terjadi pada struktur sangat tergantung pada lamanya beban gempa tersebut terjadi.

17 d.

Beban angin (wind loads) Beban pada struktur yang disebabkan adanya hambatan aliran angin oleh struktur, sehingga energi kinetik angin berubah menjadi tekanan energy potensial yang dapat mempengaruhi struktur.

e.

Lain-lain (others loads) Beban-beban lain yang dapat terjadi karena faktor-faktor tertentu seperti letak geografis, iklim, dll. Beberapa contoh dari beban ini adalah beban salju ataupun beban hujan pada beberapa negara.

2.4

Tegangan Tanah Lateral saat Gempa Beban gempa merupakan salah satu jenis pembebanan yang dapat

mempengaruhi struktur penahan tanah terutama untuk struktur galian dalam. Hal ini disebabkan adanya penambahan nilai tegangan lateral pada saat terjadinnya gempa sehingga disebut tegangan lateral total. Tegangan total ini terdiri dari tegangan lateral tanah mula-mula (sebelum terjadi gempa) dan tegangan lateral tanah yang disebabkan oleh gempa Beberapa pendekatan telah dikembangkan untuk memecahkan permasalahanpermasalahan yang disebabkan saat terjadi gempa. Beberapa pendekatan itu di antaranya : 1. Metode analisis kondisi batas (Limit state analyses) merupakan metode dimana gerakan relatif dinding penahan tanah dan tanah timbunan cukup besar hingga dapat mempengaruhi batas kuat geser tanah (batas keruntuhan)

18 2. Metode pendekatan elastic merupakan metode dimana pergerakan tanah dengan dinding penahan dibatasi dengan asumsi bahwa deformasi yang diizinkan hanya dalam batasan elastic linier. Pada metode ini tanah dimodelkan sebagai material elastic linier 3. Metode Intermediate merupakan metode dimana tanah tidak dimodelkan sebagai material elastic ataupun batas runtuh, tetapi dimodelkan dalam kondisi aktual non-linier hysteretic

2.4.1. Metode Mononobe-Okabe (1924) Metode yang dikembangkan berdasarkan metode limit state analyses adalah metode Mononobe-Okabe (Mononobe dan Matsuo, 1929), (Okabe,1924). Studi pengaruh gempa terhadap tegangan lateral pada struktur penahan tanah pertama-tama dilakukan di Jepang oleh Okabe (1924) dan Mononobe-Matsuo (1929) .Pada metode ini diasumsikan dimana sebuah bidang segitiga tanah (soil wedge) dibatasi dengan sebuah dinding penahan yang kaku. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan pada metode ini, antara lain : -

Metode Mononobe-Okabe mengacu pada teori tegangan lateral tanah yang dikembangkan oleh Coulomb (1776)

-

Merupakan metode pseudo-static

-

Berlaku untuk struktur penahan tanah yang dapat mengalami pergerakan yang cukup besar hingga batas keruntuhan (yielding wall)

19 Berikut adalah analisa perhitungan tegangan lateral tanah pada saat gempa menurut metode Mononobe-Okabe:

dimana : : Total tegangan lateral aktif

Kv

: Koefisien gempa vertical : Berat jenis tanah

: Tegangan lateral aktif Coulomb g

: gravitasi

: Tegangan lateral aktif gempa : Percepatan gempa horizontal H

: Tinggi struktur penahan tanah : Percepatan gempa vertical

Kh : Koefisien gempa horizontal

20 2.4.2. Metode Seed and Whitman (1970) Metode yang juga dikembangkan berdasarkan metode limit state analyses, dimana pada metode ini analisa perhitungan tegangan lateral saat gempa adalah sebagai berikut :

dimana : : Total tegangan lateral aktif

: Tegangan lateral aktif Coulomb

: Tegangan lateral aktif saat gempa

H

: Tinggi struktur penahan tanah : Berat jenis tanah

g

: gravitasi : Percepatan gempa pada tanah arah horizontal

21 2.4.3. Metode Wood (1973) Metode yang dikembangkan berdasarkan metode pendekatan elastic adalah metode yang diusulkan oleh Wood dengan menyajikan analisis solusi tepat (exact solution) respon dinamis tanah pada dinding kaku. Pada metode ini tanah dimodelkan sebagai material homogen elastic linier yang berada diantara dua dinding kaku, dan dasar kaku. Besarnnya nilai Fp didapatkan dari Gambar 2.8. dengan mengunakan nilai poisson ratio (υ) terhadap perbandingan panjang basement dan tinggi basement (L/H)

(Sumber : Lateral Earth Pressure Static & Seismic Pseudo Static Analysis, Gouw, 2010)

Gambar 2.8.

Faktor Resultan Gaya pada Dinding Kaku

Berikut adalah analisa perhitungan tegangan tanah lateral pada saat gempa menurut metode Wood :

22 dimana : : Faktor tekanan dinamis

L

: Panjang struktur basement

H

: Tinggi struktur basement : Berat jenis tanah

g

: gravitasi : Percepatan gempa horizontal

υ

: Poisson ratio tanah

2.5

Beban Gempa Rencana Menurut RSNI-03-1726-201X, beban gempa rencana adalah peluang

dilampauinya beban rencana dalam waktu umur bangunan 50 tahun adalah 2%, dan gempa yang menyebabkannya dengan periode ulang 2475 tahun. 2.5.1. Peraturan Gempa RSNI-03-1726-201X RSNI-03-1726-201X – Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, merupakan hasil revisi dari SNI 031726-2002 oleh Tim Revisi Peta Gepa Indonesia 2010. Pada Peta Gempa Indonesia 2010 pembagian wilayah gempa mengalami perubahan yang signifikan jika dibandingkan dengan Peta Gempa Indonesia 2002.

23 Berikut adalah cara mendesain respons spektra berdasarkan RSNI-03-1726-201X : 1. Menentukan nilai Ss dan S1 Nilai Ss dan S1 didapat dari Peta Gempa Indonesia 2010, dimana Ss adalah parameter percepatan respons spektral MCE (Maximum Credible Earthquake) dari Peta Gempa Indonesia 2010 pada perioda pendek (0,2 detik) dengan redaman 5% S1 adalah parameter percepatan respons spektral MCE (Maximum Credible Earthquake) dari Peta Gempa Indonesia 2010 pada perioda pendek (1 detik) dengan redaman 5% 2. Menentukan kategori resiko bangunan dan faktor keutamaan (Ie) Untuk menentukan kategori resiko bangunan dan faktor keutamaan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.3. Kategori Resiko Bangunan Gedung untuk Beban Gempa Jenis Pemanfaatan

Kategori Resiko

Gedung dan struktur lainnya yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam katerogi resiko I,III,IV Gedung dan struktur lainnya yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan Gedung dan struktur lainnya, tidak termasuk kedalam kategori resiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan Gedung dan struktur lainnya yang tidak termasuk dalam kategori resiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya , atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

II

III

24 Gedung dan struktur lainnya yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :  Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan  Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat  Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi serta garasi kendaraan darurat  Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya  Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat  Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat  Struktur tambahan (termasuk, tidak dibatasi untuk, menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik , tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) disyaratkan dalam kategori resiko IV untuk beroperasi pada saat keadaan darurat  Menara  Fasilitas penampungan air dan struktur pompa yang dibutuhkan untuk meningkatkan tekanan air pada saat memadamkan kebakaran  Gedung dan struktur lainnya yang memiliki fungsi yang penting terhadap sistem pertahanan nasional. Gedung dan struktur lain, yang kegagalannya dapat menimbulkan bahaya bagi masyarakat Gedung dan struktur lainnya (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat penyimpanan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya) yang mengandung bahan yang sangat beracun di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat bila terjadi kebocoran. Gedung dan struktur lainnya yang mengandung bahan yang beracun, sangat beracun atau mudah meledak dapat dimasukkan dalam kategori resiko yang lebih rendah jika dapat dibuktikan dengan memuaskan dan berkuatan hukum melalui kajian bahaya bahwa kebocoran bahan beracun dan mudah meledak tersebut tidak akan mengancam kehidupan masyarakat. Penurunan kategori resiko ini tidak diijinkan jika gedung atau struktur lainnya tersebut juga merupakan fasilitas yang penting. Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk kedalam kategori resiko IV.

IV

Sumber : RSNI-03-1726-201X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011

Tabel 2.4. Faktor Keutamaan Gempa dan Angin Kategori Resiko I atau II III IV

Faktor Keutamaan Gempa, Ie 1,00 1,25 1,50

Faktor Keutamaan Angin, IW 1,00 1,00 1,00

25 3. Menentukan koefisien situs Fa dan Fv Untuk menentukan koefisien situs Fa dan Fv dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.5. Klasifikasi Situs Kelas Situs SA (Batuan Keras) SB (Batuan) SC (Tanah Keras, Sangat Padat, dan Batuan Lunak) SD (Tanah Sedang) SE (Tanah Lunak)

vs

N atau N ch

(m/detik)

(kPa)

> 1500

N/A

N/A

750 sampai 1500

N/A

N/A

350 sampai 750

> 50

≥ 100

175 sampai 350

15 sampai 50

50 sampai 100

< 175 < 15 < 50 Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karateristik sebagai berikut : 1. Indeks plastisitas, PI > 20, 2. Kadar air, w > 40 persen, dan 3. Kuat geser niralir

SF (Tanah Khusus, yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik situ yang mengikuti Pasal 6.9.1)

su

su

< 25 kPa

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut:  Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah  Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m)  Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan Indeks Plasitisitas PI > 75)  Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan ketebalan H > 35 m dengan

su < 50 kPa

Sumber : RSNI-03-1726-201X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011

dimana : N

= tahanan penetrasi standar rata-rata dalam lapisan 30 m paling atas.

N ch

= tahanan penetrasi standar rata-rata tanah non kohesif dalam lapisan 30 m paling atas.

su

= kuat geser niralir.

su

= kuat geser niralir rata-rata di dalam lapisan 30 m paling atas.

26

vs

= kecepatan rambat gelombang geser rata-rata pada regangan geser yang kecil, di dalam lapisan 30 m paling atas.

Tabel 2.6. Koefisien Situs, Fa Kelas Situs SA SB SC SD SE SF

Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa MCER Terpetakan Pada Perioda Pendek, T = 0,2 detik, SS SS ≤ 0,25 SS = 0,5 SS = 0,75 SS = 1 SS ≥ 1,25 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9 b SS

Sumber : RSNI-03-1726-201X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011

catatan : a. Untuk nilai-nilai antara Ss dapat mengunakan interpolasi linier b. Ss = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik secara spesifik dan analisis respon situs spesifik

Tabel 2.7. Koefisien Situs, Fv Kelas Situs SA SB SC SD SE SF

Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa MCER Terpetakan Pada Perioda Pendek, T = 1 detik, S1 S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 2,4 2,0 1,8 1,6 1,5 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4 b SS

Sumber : RSNI-03-1726-201X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011

catatan : a. Untuk nilai-nilai antara S1 dapat mengunakan interpolasi linier

27 b. Ss = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik secara spesifik dan analisis respon situs spesifik 4. Menghitung parameter pecepatan spektral desain

dimana: SDS

= parameter percepatan respons spektral pada perioda pendek (0,2 detik) dengan redaman 5%

SD1

= parameter percepatan respons spektral pada perioda 1 detik dengan redaman 5%

Ss

= parameter percepatan respons spektral MCE (Maximum Credible Earthquake) dari Peta Gempa Indonesia 2010 pada perioda pendek (0,2 detik) dengan redaman 5%

S1

= parameter percepatan respons spektral MCE (Maximum Credible Earthquake) dari Peta Gempa Indonesia 2010 pada perioda 1 detik dengan redaman 5%

Fa

= koefisien situs untuk perioda pendek (0,2 detik)

Fv

= koefisien situs untuk perioda 1 detik

5. Menentukan Kategori Desain Seismik (KDS) Untuk menentukan Kaegori Desain Seismik (KDS) dapat dilihat pada tabel parameter respon percepatan berikut :

28 Tabel 2.8. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan pada Periode Pendek (SDS) Kategori Resiko I II III IV

SDS SDS < 0,167 A A A A

0,167 ≤ SDS < 0,33 B B B C

0,33 ≤ SDS < 0,50 C C C D

0,50 ≤ SDS D D D D

Sumber : RSNI-03-1726-201X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011

Tabel 2.9. Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Perepatan pada Periode 1 detik (Ss) Kategori Resiko I II III IV

SD1 SD1 < 0,067 A A A A

0,067 ≤ SD1 < 0,133 B B B C

0,133 ≤ SD1 < 0,20 C C C D

0,20 ≤ SD1 D D D D

Sumber : RSNI-03-1726-201X - Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, 2011

6. Spektrum Respons Desain a. Untuk periode yang lebih kecil dari To, spectrum respons percepatan desain Sa, diambil berdasarkan persamaan berikut :

29 dimana : Sa

= spektrum respons percepatan desain.

SDS

= parameter percepatan respons spektral pada perioda pendek (0,2 detik) dengan redaman 5%.

SD1

= parameter percepatan respons spektral pada perioda pendek 1 detik redaman 5%.

T

= perioda fundamental bangunanuntuk

b. Untuk periode lebih besar dari ata sama dengan nilai To dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts, spectrum respons percepatan desain Sa = SDS c. Untuk periode lebih besar dari Ts, spectrum respons percepatan desain Sa, diambil berdasarkan persamaan berikut :

Gambar 2.9.

Spektrum Respons Desain RSNI-03-1726-201X

30 2.6

Metode Elemen Hingga Metode elemen hingga (finite element method) adalah suatu metode

perhitungan berdasarkan konsep diskretisasi, yaitu membagi sebuah elemen kontinu menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Dengan cara seperti ini, sebuah sistem yang mempunyai derajat kebebasan yang tidak terhingga dapat didekatkan dengan sejumlah elemen yang mempunyai derajat kebebasan tertentu. Jadi dapat dikatakan metode elemen hingga ini adalah suatu analisa pendekatan. Untuk mendapatkan hasil yang cukup akurat, maka elemen kontinu harus dibagi menjadi elemen-elemen hingga yang kecil sehingga setiap elemen bias bekerja secara simultan. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui deformasi ataupun tegangan yang terjadi pada suatu elemen yang disebabkan oleh distribusi beban atau gaya. 2.6.1. Program PLAXIS Plaxis adalah sebuah paket program dalam dunia teknik sipil yang dibuat berdasarkan metode elemen hingga dan telah dikembangkan sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan untuk melakukan analisa deformasi, penurunan, ataupun stabilitas dalam bidang Geoteknik. Tahap pemodelan dalam program PLAXIS sendiri dapat dilakukan secara grafis, sehingga memungkinkan pembuatan suatu model elemen hingga yang cukup kompleks menjadi lebih cepat dan mudah. Sedangkan untuk semua tools dan komponen di dalam program PLAXIS juga sudah dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mendukung hasil komputasi yang mendetail. Untuk tahap perhitungan dalam program PLAXIS sendiri, dilakukan secara otomatis dengan berdasarkan kepada prosedur numerik. Pada bagian output program PLAXIS, users dapat menampilkan data-data yang diperlukan bilamana diperlukan untuk mendesain suatu proyek. Terdapat pula menu curve yang dapat digunakan untuk membuat kurva dengan meninjau pada poin tertentu yang dikenal dengan nodal.

31 Perkembangan program PLAXIS dimulai pada tahun 1987 di Universitas Delft (Technical University of Delft) atas inisiatif dari Departemen Tenaga Kerja dan Pengelolaan Sumber Daya Air Belanda (Dutch Department of Public Works and Water Management). Tujuan awal dari program PLAXIS adalah untuk menganalisa tanggul-tanggul yang dibangun pada tanah lunak di dataran rendah wilayah Holland. Kemudian program PLAXIS dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat menganalisa dan menyelesaikan masalah-masalah yang lebih kompleks dalam seluruh aspek perencanaan Geoteknik lainnya. Pada program PLAXIS, model struktur Geoteknik dapat dimodelkan dengan 2 cara yaitu regangan bidang (plane strain) dan axi-simetri. Model rengangan bidang (plane strain) biasa digunakan untuk model geometri dengan penampang melintang yang cukup seragam, dengan kondisi tegangan dan kondisi pembebanan yang terjadi cukup panjang dalam arah tegak lurus terhadap penampang. Perpindahan dan regangan dalam arah tegak lurus terhadap bidang penampang diasumsikan tidak terjadi atau bernilai nol. Walaupun diasumsikan tidak terjadi,tegangan normal pada arah tegak lurus terhadap bidang penampang tetap diperhitungkan sepenuhnya dalam analisa. Sedangkan untuk model axi-simetri biasa digunakan untuk struktur Geoteknik yang berbentuk lingkaran dengan bidang penampang radial yang cukup seragam dan kondisi pembebanan mengelilingi sumbu aksial. Untuk deformasi dan kondisi tegangan diasumsikan tersebar rata mengelilingi arah radial. Dalam model axisimetri koordinat (x) menyatakan radius, sedangkan untuk koordinat (y) menyatakan sumbu simetris dalam arah aksial.

32

(Sumber : Manual PLAXIS) Gambar 2.10.

Model Plane strain dan Axi-simetri dalam Plaxis

Elemen tanah dalam program PLAXIS dimodelkan sebagai elemen segitiga, dimana elemen segitiga ini dibagi menjadi dua jenis yaitu elemen segitiga dengan 6 titik nodal dan elemen segitiga dengan 15 titik nodal. Metode yang digunakan dalam elemen segitiga dengan 6 titik nodal adalah metode interpolasi ordo dua untuk menghitung perpindahan dan integrasi numerik dengan mengunakan tiga titik Gauss (titik tegangan). Sedangkan untuk elemen segitiga dengan 15 titik nodal adalah metode interpolasi dengan ordo empat dan integrasi numerik dengan mengunakan 12 titik Gauss. Oleh sebab itu analisa elemen hingga dalam program PLAXIS akan memberikan hasil yang lebih akurat dengan mengunakan segitiga dengan 15 titik nodal dibandingkan dengan analisa dengan hanya 6 titik nodal. Akan tetapi proses perhitungan dengan 15 titik nodal ini akan lebih lambat karena banyaknya jumlah perhitungan yang dilakukan dibandingkan hanya dengan mengunakan 6 titik nodal.

33

(Sumber : Manual Plaxis) Gambar 2.11.

Letak Titik Nodal dan Titik Tegangan pada Elemen Tanah

Dalam model analisa regangan bidang (plane-strain), gaya yang disebabkan adanya perpindahan dinyatakan dalam gaya persatuan lebar dalam arah tegak urus penampang. Sedangkan dalam model analisa axi-simetri, gaya yang dihasilkan merupakan gaya yang bekerja pada bidang batas yang membentuk busur lingkaran sebesar 1 radian yang saling berhadapan. 2.6.2. Analisa Undrained Dalam memodelkan elemen tanah di program elemen hingga terutama PLAXIS, biasa dapat dilakukan dalam kondisi drained dan kondisi undrained. Hal ini dipengaruhi oleh kecepatan air untuk masuk/keluar dari tanah pada waktu tertentu saat tanah tersebut diberikan beban. Sehingga kondisi drained dan undrained dalam program elemen hingga tergantung pada pemodelan yang dilakukan pada saat tanah diberikan beban. Kondisi undrained adalah kondisi dimana tidak ada pergerakan atau aliran air pori dari tanah dan tidak ada perubahan volume tanah. Pada keadaan ini, beban luar yang bekerja akan menimbulkan tegangan air pori berlebih di dalam tanah karena pembebanan dilakukan dalam waktu yang relatif cepat. Sedangkan yang

34 dimaksudkan untuk kondisi drained adalah kondisi dimana

air terdapat

pergerakan/aliran air pori dari tanah. Pada keadaan ini beban luar yang bekerja tidak menimbulkan tegangan air pori berlebih karena pembebanan yang dilakukan dalam waktu yang relatif lambat. Oleh sebab itu air masih tetap dapat bergerak masuk atau keluar dari tanah. Secara sederhana kondisi drained dan undrained dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kondisi drained -

Tanah ber-permeabilitas tinggi

-

Beban luar bekerja dalam waktu relatif lambat

-

Perilaku jangka pendek tanah tidak kritis

-

Perilaku jangka panjang kritis

2. Kondisi undrained -

Tanah ber-permeabilitas rendah

-

Beban luar bekerja dalam waktu relatif cepat

-

Perilaku jangka pendek tanah kritis

-

Perilaku jangka panjang tidak kritis

Untuk mengetahui kapan kondisi drained dan undrained harus dianalisa, dapat dilakukan sebagai berikut (Vermeer & Meir, 1998):

T < 0.1 (U = 35%), maka kondisi undrained T > 0.4 (U = 70%), maka kondisi drained

35 dimana : k

= Permeabilitas tanah

Eoed

= Modulus oedometer

γw

= Berat isi tanah

D

= Panjang jarak aliran air pori

t

= Waktu konstruksi

Tv

= Time factor Secara umum analisa undrained dilakukan dalam parameter tegangan total,

sehingga parameter kuat geser yang digunakan adalah sebagai berikut : -

Kuat geser undrained ( C = Cu = Su, φ = 0 )

-

Kekakuan Undrained ( E = Eu, υu = 0.5 )

Namun dalam analisa pada program elemen hingga terutama PLAXIS, pemodelan kondisi undrained tidak sesederhana pemodelan dalam kondisi drained. Dalam PLAXIS, kondisi undrained dapat dimodelkan dalam 3 parameter input dengan hasil yang berbeda-beda yang dikenal dengan istilah analisa Undrained A, Undrained B, Undrained C. Berikut adalah detail dan perbedaan dari tiap analisa : 1. Undrained A (Method A) Perhitungan dengan analisa Undrained A dilakukan dalam analisa tegangan efektif, dimana digunakan parameter kuat geser efektif dan parameter kekakuan efektif. Pada analisa ini dapat dihasilkan nilai tegangan air pori yang terjadi. Namun tepat atau tidaknya perhitungan tergantung pada model dan parameter

36 tanah. Sedangkan untuk kuat geser undrained (Su), bukan merupakan parameter input melainkan merupakan hasil dari model konstitutif yang akan digunakan. Kuat geser undrained ini harus diperiksa dengan data hasil sesungguhnya. Berikut adalah detail parameter yang digunakan dalam Undrained A : -

Jenis Analisa

: Effective Stresses Analysis

-

Tipe material

: Undrained (Undrained A)

-

Kuat geser tanah efektif

: c’ , φ’ , ψ’

-

Kekakuan tanah efektif

: E50’ , v’

2. Undrained B (Method B) Perhitungan dengan analisa Undrained B dilakukan dalam analisa tegangan efektif, dimana digunakan parameter kekakuan efektif dan parameter kuat geser undrained. Pada analisa ini dapat dihasilkan nilai tegangan air pori yang terjadi. Namun hasil yang diberikan sangat tidak akurat sehingga pada umumnya tidakd apat digunakan. Sedangkan untuk kuat geser undrained (Cu = Su) merupakan parameter input. Sehingga analisa ini tidak akan memberikan kesalahan perhitungan dalam kestabilan undrained. Berikut adalah detail parameter yang digunakan dalam Undrained B : -

Jenis Analisa

: Effective Stresses Analysis

-

Tipe material

: Undrained (Undrained B)

-

Kuat geser tanah efektif

: c = cu , φ = 0 , ψ = 0

-

Kekakuan tanah efektif

: E50’ , v’

37 3. Undrained C (Method C) Perhitungan dengan analisa Undrained C dilakukan dalam analisa tegangan total, dimana digunakan parameter kekakuan undrained dan parameter kuat geser undrained. Pada analisa ini tidak dapat dihasilkan nilai tegangan air pori, sehingga hasil analisa tegangan efektif harus diinterpretasikan sebagai tegangan total. Sedangkan untuk kuat geser undrained (Cu = Su) merupakan parameter input. Sehingga analisa ini tidak akan memberikan kesalahan perhitungan dalam kestabilan undrained. Berikut adalah detail parameter yang digunakan dalam Undrained C : -

Jenis Analisa

: Total Stresses Analysis

-

Tipe material

: Drained / non-porous (Undrained C)

-

Kuat geser tanah efektif

: c = cu , φ = 0 , ψ = 0

-

Kekakuan tanah efektif

: Eu , v = 0.495

38 2.7

Korelasi Empiris Antar Parameter Untuk mendapatkan data parameter tanah yang diperlukan dalam desain suatu

struktur Geoteknik, ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu : pengujian langsung di lapangan, pengujian di laboratorium, ataupun dengan mengunakan korelasi empiris antar parameter yang telah direkomendasikan oleh para tenaga ahli. Pada umumnya, parameter tanah diperoleh dari hasil pengujian di lapangan dan laboratorium. Sedangkan untuk korelasi empiris antar parameter biasanya digunakan apabila data yang diperlukan untuk desain tidak tersedia dari hasil pengujian langsung dilapangan ataupun laboratorium. Selain itu dapat juga digunakan untuk verifikasi hasil data dengan data lainnya. Berikut adalah beberapa korelasi empiris yang telah direkomendasikan oleh para ahli : 1. Korelasi antara modulus Young (Eu) dengan Kohesi (Cu) Ducan dan Buchignani (1976) memberikan hubungan antara modulus Young dengan nilai kohesi tanah pada kondisi undrained dalam sebuah grafik fungsi dari indeks platisitas (PI) terhadap overconsolidation ratio (OCR).

Gambar 2.12. Korelasi Antara Modulus Young (Eu) dan Kohesi Tanah Undrained

39 Korelasi antara modulus elastisitas dengan nilai kohesi tanah dalam kondisi undrained juga diberikan oleh Termaat, Vermeer, dan Vergeer (1985) dalam bentuk grafik korelasi pada Gambar 2.13. Adapun persamaan garis dari korelasi ini sebagai berikut :

dimana : = Modulus young undrained

Cu

= Kohesi undrained

PI

= Indeks plastisitas

Gambar 2.13. Korelasi Antara Modulus Young dan Kohesi Tanah Undrained berdasarkan Nilai Indeks Platisitas (PI)

40 Pada tanah lempung dengan indeks plastisitas yang tinggi (PI > 30 atau tanah organic), maka berlaku : Eu

= 100 ~ 500 Su

Sedangkan untuk tanah lempung dengan indeks platisitas rendah ( PI < 30 atau lempung kaku), maka berlaku : Eu

= 500 ~ 1500 Su

2. Hubungan antara konsistensi tanah dengan kohesi tanah undrained (Cu) Hamilton (1987) memberikan hubungan interval nilai kohesi tanah undrained berdasarkan konsistensi tanah. Adapun hubungan nilai kohesi tanah undrained (Cu) sebagai berikut :

(Sumb er : Stabilenka Design Guide)

Gambar 2.14. Interval Nilai Kohesi Tanah Lempung dalam Kondisi Undrained Berdasarkan Konsistensi Tanah (Hamilton; 1987)

3. Nilai kisaran parameter tanah lempung dalam kondisi undrained

41 Berikut adalah nilai kisaran parameter tanah lempung terutama untuk nilai kohesi (Cu) dalam kondisi undrained : Tabel 2.10. Interval Nilai Kohesi Tanah Lempung dalam kondisi undrained

N-SPT State Cohesion (Cu) Unit Weight (γ)

100 20 - 23

(Sumber : Soil Mechanics, William T, Whitman, Robert V, 1962)

4. Nilai kisaran parameter pasir berdasarkan konsistensi tanah Berikut adalah nilai kisaran parameter tanah pasir terutama untuk nilai sudut geser dalam (φ) : Tabel 2.11. Interval Nilai Sudut Geser Dalam (φ) Tanah Pasir

N-SPT State Angle of Friction (φ) Unit Weight (γ)

Cohesionless Soil 0 - 10 11 - 30 Loose Medium 25 - 32 28 - 36 12 - 16 14 - 18

31-50 Dense 30 - 40 16 - 20

> 50 Very Dense > 35 18 - 23

(Sumber : Soil Mechanics, William T, Whitman, Robert V, 1962)

5. Korelasi nilai Cu dengan c’ Hubungan antara nilai kohesi tanah lempung dalam kondisi undrained (Cu) dan dalam kondisi efektif dapat dijelaskan sebagai berikut :

dimana :

42 Cu

= Kohesi tanah dalam kondisi undrained = Sudut geser dalam

Ko

= Koefisien tanah at rest = Tegangan vertical efektif

c’

= Kohesi tanah dalam kondisi efektif

6. Korelasi beberapa jenis tanah dengan modulus elastisitas Berikut adalah korelasi nilai kekakuan tanah dalam kondisi undrained dan drained berdasarkan konsistensi tanah :

Gambar 2.15. Interval Nilai Kekakuan Tanah Berdasarkan Konsistensi Tanah

View more...

Comments

Copyright � 2017 NANOPDF Inc.
SUPPORT NANOPDF