7-K-6 BAB 10 INTERAKSI tin - Departemen Ilmu Keluarga dan

January 8, 2018 | Author: Anonymous | Category: Seni & Humaniora, Pembelajaran gender
Share Embed Donate


Short Description

Download 7-K-6 BAB 10 INTERAKSI tin - Departemen Ilmu Keluarga dan...

Description

Mata Kuliah Gender dan Keluarga

BAB I0 INTERAKSI SUAMI ISTRI DALAM MEWUJUDKAN HARMONISASI KELUARGA RESPONSIF GENDER Oleh: Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc



Meskipun dalam budaya patriarki laki-laki atau suami adalah pemimpin, namun makna “pemimpin keluarga” sebagaimana yang dilabelkan oleh sistim budaya patriarkhi adalah bermakna “pemimpin bersama secara kemitraan (partnership)” antara suami dan istri dengan saling melengkapi kemampuan dan kelemahan masing-masing. Jadi bukan kepemimpinan otoriter yang seakan-akan istri/ suami harus tunduk kepada kemauan salah satu pihak. Dengan demikian bentuk adil gender dalam keluarga diawali dari “Mitra kesejajaran/kesetaraan” antara suami dan istri (meskipun suami tetap menjadi pemimpin keluarga), yaitu masing-masing menjadi pendengar yang baik bagi pihak lain termasuk juga dari pihak anak-anak.



Hubungan suami istri, bukanlah hubungan “ atasan dengan bawahan” atau “majikan dan buruh” ataupun “orang nomor satu (pemimpin) dan orang belakang (konco wingking atau orang dapur)”, namun merupakan hubungan pribadi-pribadi yang “merdeka (free–independent)”, pribadi-pribadi yang menyatu kedalam satu wadah kesatuan yang utuh yang dilandasi oleh saling membutuhkan, saling melindungi, saling melengkapi dan saling menyayangi satu dengan yang lain untuk sama-sama bertanggungjawab di lingkungan masyarakat dan dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.



Untuk suami, meskipun menurut sebagian besar adat dan norma serta agama adalah kepala rumahtangga atau pemimpin bagi istrinya, namun tidak secara otomatis suami boleh semaunya dengan sekehendak hatinya menjadi pribadi yang otoriter, menang sendiri, dan berkeras hati mempimpin keluarga tanpa mempertimbangkan kemauan dan kemampuan intelektual istrinya.

”Hak seorang istri adalah menghargai hak suaminya, begitupula sebaliknya hak seorang suami adalah menghargai hak istrinya. Pasangan suami istri yang harus menyadari bahwa haknya adalah sama dan setara. Adapun kewajiban seorang istri yang harus patuh pada perintah suami dimaknai sebagai ungkapan penghargaan terhadap pemimpin keluarga. Namun demikian, suami juga harus membalas kepatuhan sebagai kewajiban istri dengan menjaga dan menghargai martabat istri sebagai orang merdeka yang dengan sadar patuh kepada suaminya”.

(Suami isteri salaing mendukung) 

Status sebagai suami atau istri tidak berarti menghambat atau menghalangi masing-masing pihak dalam mengaktualisasikan diri secara positif (suami dan istri memang sudah mempunyai pekerjaan sebelum menikah, dan masing-masing mempunyai kemampuan intelektual dan ketrampilan masing-masing). Masing-masing mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam segala bidang di masyarakat. Justru, kalau memungkinkan, status baru suami istri dapat mendukung satu sama lain dalam melaksanakan peranserta individu dalam masyarakat.



Suami dan istri harus mampu mengatur waktu dan berinteraksi dengan baik serta dapat berbagi tugas dalam menjalankan perannya masingmasing secara adil dan seimbang, karena pada hakekatnya semua urusan rumahtangga, baik aspek produktif, domestik, dan sosial kemasyarakatan, serta kekerabatan adalah urusan bersama dan tanggung jawab bersama suami istri. Oleh karena itu, kemampuan mengendalikan diri dan kemampuan bekerjasama didasari saling pengertian adalah kunci utama dalam membina kebersamaan.

LAKI2 LEBIH DOMINAN DAN OTORITER

J2

B

A LAKI2 & PEREMPUAN BEKERJASAMA DGN PENUH TGJWB & PENGERTIAN

STRATEGI PEMBAGIAN PERAN DALAM KELUARGA

J1

PEREMPUAN LEBIH MEMENTINGKAN KARIERNYA

Gambar . Ilustrasi Pilihan Hidup Menuju Tujuan Bersama Keluarga dan Masyarakat melalui Kerjasama Gender yang Harmonis (Puspitawati, 2006a)

J3

5

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan



” … bahwa untuk membina rumahtangga bahagia, kedua pihak harus menjunjung tinggi hak dan kewajiban masing-masing, saling hormat menghormati, sopan santun, saling bantu membantu, lapang dada, nasihatmenasihati, dapat memberi dan menerima dan tidak mau menang sendiri, akan tetapi penuh pengertian dan cinta kasih dipayungi Ridha Tuhan yang pengasih .......”.



Selanjutnya saya mengucapkan sighat ta'lik atas istri saya seperti berikut: “ Sewaktu-waktu saya: (1) Meninggalkan istri saya tersebut dua tahun berturut-turut, (2) atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya, (3) atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya itu, atau (4) atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu enam bulan lamanya, kemudian istri saya tidak ridla dan mengadukan halnya kepada pengadilan Agama atau petugas yang diberi hak mengurus pengaduan itu, dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas tersebut, dan istri saya itu membayar uang sebesar Rp….. sebagai 'iwadl (pengganti) kepada saya maka jatuhlah talak satu kepadanya.” .......”.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan Hak dan Kewajiban Pasangan Suami dan Istri 







(kerjasama suami isteri : dlm undang-undang perkawinan) Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumahtangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat Indonesia (UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, Bab VI Kewajiban Suami Istri – Pasal 30). Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumahtangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat; Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum; Suami adalah Kepala Keluarga dan istri ibu rumahtangga (UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, Bab VI Kewajiban Suami Istri – Pasal 31 Ayat 1-3). Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap; Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (l) Pasal ini ditentukan oleh suami-istri bersama (UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, Bab VI Kewajiban Suami Isteri – Pasal 32 Ayat 1-2).

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan Hak dan Kewajiban Pasangan Suami dan Istri 

Suami istri wajib saling cinta mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain (UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, Bab VI Kewajiban Suami Isteri – Pasal 33).



Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumahtangga sesuai dengan kemampuannya; istri wajib mengatur urusan rumahtangga sebaik-baiknya; Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan (UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, Bab VI Kewajiban Suami Isteri – Pasal 34 Ayat 1-3).



Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama; Harta bawaaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain (UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, Bab VII Harta Benda Dalam Perkawinan – Pasal 35 Ayat 1-2).

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan Hak dan Kewajiban Pasangan Suami dan Istri 



Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak; Mengenai harta bawaan masingmasing, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya (UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, Bab VII Harta Benda Dalam Perkawinan – Pasal 36 Ayat 1-2). Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing masing (UU Perkawinan No.1 Tahun 1974, Bab VII Harta Benda Dalam Perkawinan – Pasal 37).

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan Definisi Perkawinan 



Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 Bab 1, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. ”Perkawinan adalah sunnah dan kehendak kemanusiaan, kebutuhan rohani dan jasmani. Sudah menjadi sunnatullah bahwa segala sesuatu dijadikan Tuhan berpasang-pasangan, begitupun manusia dijadikan Tuhan dari dua jenis laki-laki dan perempuan....... Perkawinan disyari’atkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia dunia dan akhirat di bawah naungan cinta kasih dan ridha Ilahi.......”.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan Definisi Perkawinan 

” Dasar perkawinan adalah persetujuan keluarga kedua belah pihak, serta kebulatan tekad kedua calon mempelai untuk hidup bersama. Membina rumahtangga bahagia, hidup rukun damai, harmonis dan ideal, memikul tanggung jawab, baik untuk mereka berdua maupun untuk keturunan mereka sebagai tunas tunas muda Amanat Allah yang harus dipelihara… akad nikah merupakan peristiwa yang sangat penting dan tak terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang, sebagai peletakan batu pertama dalam membina rumahtangga bahagia dihiasi kemurnian niat dan kesucian diri, bersendikan keridhaan Allah dan limpahan rahmatNya…. Akad nikah lambang kesucian hubungan antara kedua jenis bani Adam, syari'at Allah dan sunnah RasulNya yang dijunjung tinggi oleh ummat Islam seluruh dunia .......”.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan Definisi Perkawinan 





Sighat Ta’lik pernikahan yang diucapkan sesudah akad nikah adalah sebagai berikut : ” Sesudah akad nikah, saya ....... bin ...... berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai seorang suami, dan saya akan pergauli istri saya bernama ........binti ....... dengan baik (mu’asyarah bil- ma’ruf) menurut ajaran syariat agama Islam .......”. Perkawinan merupakan kontrak resmi antara laki-laki dan perempuan yang diatur dalam suatu peraturan dalam melaksanakan pertukaran kegiatan ekonomi dan hubungan seksual (McIntyre 1994). Marriage is a social contract between two individuals that unites their lives legally, economically and emotionally (Perkawinan adalah kontrak sosial antara dua individu yang menyatu dalam kehidupan resmi, baik secara ekonomi maupun emosi).

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan Definisi Perkawinan 

Perkawinan adalah suatu perjanjian antara dua orang dewasa berbeda jenis kelamin yang mempunyai hubungan dan komitmen hukum satu sama lain di bawah undang-undang Negara di mana mereka berada. Kebanyakan perkawinan melibatkan pengumuman publik dan upacara umum. Semua itu diperlukan surat nikah, yang disediakan untuk pelimpahan kepemilikan dan keturunan yang sah (Knox 1985).



Marriage is the social institution under which a man and woman establish their decision to live as husband and wife by legal commitments, religious ceremonies, etc (Perkawinan merupakan institusi sosial dimana laki-laki dan perempuan memutuskan untuk hidup sebagai suami dan istri didasarkan atas komitmen resmi dan upacara keagamaan).



Marriage is the legal or religious ceremony that formalizes the decision of two people to live as a married couple, including the accompanying social festivities: to officiate at a marriage (Perkawinan merupakan sesuatu yang resmi atau upacara keagamaan yang memformalkan keputusan dua orang untuk hidup sebagai pasangan menikah, termasuk perayaan sosial sebagai formalitas dari perkawinan).

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan Tipe Perkawinan (Williamson 1972 dan Schwartz & Scott 1994) Monogami: Menikah dengan jenis kelamin berbeda, diakui secara hukum, dapat memilih pasangan lagi, asal sudah cerai hidup atau mati (satu suami, satu istri): Secara praktis terdapat dalam semua masyarakat (primitif, setengah modern, atau modern).

Poligami: Seseorang dengan jenis kelamin tertentu menikah dengan beberapa orang dengan jenis kelamin bebeda (satu suami, lebih dari satu istri): Mayoritas pada masyarakat kuno dan masyarakat timur.

Poliandri pasangan Perkawinan yang menikah kelompok (group dengan kondisi satu Marriage): istri dengan lebih Perkawinan dari satu suami: antara Perkawinan sekelompok lakipoliandri relatif laki (suami) lebih jarang dengan daripada poligini. sekelompok wanita (Istri). Dijumpai di strata sosial yang Dijumpai di lebih rendah di sebagaian Tibet dan masyarakat di Marquesane. New Guinea.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan

Garis keturunan: • Patrilineal • Matrilineal

Tempat tinggal pasangan setelah kawin • Patrilokal/ peternal • Matrilokal/ Maternal

Contoh: • Sitem perkawinan: Eksogami merge • Garis keturunan: prinsip bilateral. • Adat menetap sesudah nikah: uxorilokal (tinggal dalam lingkungan keluarga pihak perempuan).

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Tipe, Latar Belakang dan Proses Perkawinan Ilustrasi pemilihan berbagai variasi kriteria pasangan suami dan istri.

STATUS SOSIAL

KEPRIBADIAN

CINTA

AGAMA

PENDIDIKAN

JARINGAN KERJA

FISIK

MATERI

CHOOSE ME PLEASE!!!

KETURUNAN

I’LL BE A GOOD HUSBAND, I SWEAR…!!!

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kualitas Perkawinan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1).  Kualitas perkawinan terdiri atas dua dimensi yakni kebahagiaan perkawinan dan kepuasan perkawinan (Conger et al 1994).  Perkawinan yang berkualitas menjamin kehidupan perkawinan yang bahagia dan memuaskan, menjadi harapan dan idaman pada setiap pasangan sejak awal terjadinya sebuah pernikahan. Kepuasan perkawinan sebagai perasaan subjektif baik suami/ istri, misalnya bagi suami berarti terpenuhinya perasaan dihargai, kesetiaan dan perjanjian terhadap masa depan dari hubungan tsb, sedangkan bagi istri berarti terpenuhinya rasa aman scr emosional, komunikasi dan terbinanya kedekatan (Duvall & Miller 1985). 

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kualitas Perkawinan 

Perkawinan yang bahagia mempunyai komponen rasa cinta, komitmen dan bebas kekerasan yang tidak berarti adanya diskusi dan perdebatan. Perdebatan dalam sebuah perkawinan menandakan bahwakondisi pasangan suami istri berada pada suatu permasalahan dan pencarian penyelesaian masalah. Konflik merupakan permasalahan yang normal dalam sebuah perkawinan. Adapun perkawinan yang sehat adalah perkawinan tanpa adanya kekerasan baik kekerasan fisik, verbal-emosi atau ekonomi (Maerzyda 2007).

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Prestasi suami istri dlm berkarya

Fasilitas yg dimiliki

Relasi gender dan komunikasi

Peningkatan status sosail ekonomi keluarga

Kualitas Perkawinan

Perkembangan kemajuan kondisu kehidupan kelaurga

Pengakuan masyarakat (recognition ats staus sosial ekonomi

Pekerjaan yg dilakukan suami sitri

Pengembangan tugasa dan sumberdaya keluarga

Tanggung jawab thp keluarga dan masyarakat

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kualitas Perkawinan

• Memperlihatkan ekspresi pasangan secara tepat dan tidak mencampuradukan pesan. Selain itu, komunikasi tipe ini memberikan kontribusi terhadap hubungan kualitas perkawinan.

Open and Honest Communication

1

• Memperlihatkan perlakuan seseorang terhadap orang lain yang sedang berbicara dengan penuh perhatian dan respect

• Komunikasi tipe ini sama dengan tipe pertama (open and honesty), akan tetapi ada beberapa elemen perasaan dan emosi yang lebih kuat

Supportiveness

Self-Disclosure

2

3

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Mackey and O’Brien (Haseley 2006) menjelaskan lima komponen penting dalam KEPUASAN PERKAWINAN Pengambilan Keputusan

Komunikasi

Dilakukan secara bersama-sama , terutama masalah anak dan pengasuhan

Kepuasan perkawinan tinggi=self disclosure tinggi, mengekspresikan cinta, dukungan dan perasaan (Halonen & Santrock 1999)

Tingkat konflik Tingkat konflik tinggi=kepuasan perkawinan rendah

Nilai-nilai

Intimasi

Rasa saling percaya, menghargai, memahami, dan memiliki hak yang sama

Baik fisik maupun psikologis

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Pentingnya Ketahanan Perkawinan 

 

Ketahanan perkawinan tercermin dalam kondisi perkawinan yang harmonis. Hal ini sangat sulit untuk diwujudkan karena membutuhkan konsentrasi/fokus yang tinggi dan motivasi yang begitu besar dari suami istri untuk memelihara dan mempertahankan perkawinan. Perkawinan harus dilandasi oleh komitmen Komunikasi adalah sederhana namun sangat susah untuk dilaksanakan. Kebutuhan komunikasi antara suami istri harus diatur dalam strategi komunikasi yang efektif dan efisien serta produktif.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Penyesuaian Interaksi Suami dan Istri dalam Perkawinan

Status: Perempuan Bujang

Status: Istri

Status: Ibu

Peran: Pekerja Professional dan Kader Organisasi Sosial

Peran: Pendamping dan Penyayang Suami serta Manajer Rumahtangga

Peran: Pengasuh, Pelindung dan Pendidik Anak

INTERAKSI SUAMI DAN ISTRI

Status: Laki-laki Bujang Peran: Pekerja Professional dan Pemimpin Masyarakat

Status: Suami Peran: Pemimpin dan Pelindung Istri

KUALITAS PERKAWINAN

Status: Ayah Peran: Pengasuh, Pelindung dan Pendidik Anak

Gambar 10.2. Perubahan status dan peran dari bujangan menjadi berkeluarga.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

DEFINISI INTERAKSI 

Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi pada dua atau lebih objek dengan saling mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat.



Interaksi berasal dari kata action yang berarti tindakan, dan inter artinya berbalas-balasan.1



Interaksi suami istri merupakan sebuah hubungan timbal balik antara suami dan isteri yang memperlihatkan suatu proses pengaruh dan mempengaruhi. Keluarga mempunyai interaksi dan hubungan yang memberikan ikatan yang jauh lebih lama dibandingkan dengan kelompok asosiasi lainnya.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

DEFINISI INTERAKSI DAN INTERAKSI SOSIAL 

Interaksi manusia dalam ilmu sosiologi, harus didahului oleh kontak dan komunikasi.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

WUJUD INTERAKSI ANTARA SUAMI DAN ISTRI

1

• Bonding dan kedekatan serta saling ketergantungan antara suami dan istri

2

• Kemitraan suami istri dalam mengelola sumberdaya keluarga baik keuangan keluarga, pengambilan keputusan dan kerjasama dalam perencanaan kehidupan keluarga secara umum

3

• Komunikasi suami istri dalam melakukan pengasuhan anakanak, keluarga inti dengan keluarga keluarga besar, dan antara keluarga inti dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya

4

• Hubungan diadik yang seimbang antara suami dan istri dalam menciptakan rasa saling mencintai, menghormati, ketergantungan, menghargai dan berkomitmen dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga lahir dan batin

5

• Suami dan Istri harus melakukan proses imitasi, identifikasi, sugesti, motivasi, simpati dan empati antara satu dengan lainnya

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

TIPOLOGI PERKAWINAN 1. Perkawinan pasangan tanpa vitalitas: kondisi perkawinan yang labil dengan pasangan yang tidak merasa puas dengan perkawinannya. Pasangan tipe ini biasa menikah pada usia telalu muda, masih memiliki penghasilan rendah, dan biasanya berasal dari keluarga yang ‘berantakan’. 2. Perkawinan pasangan finansial: kondisi banyak konflik tidak terselesaikan, dan pasangan tidak merasa puas dengan komunikasi dalam perkawinan dan tidak puas dengan kepribadian masing-masing individu. Pasangan tipe ini lebih memprioritaskan karir daripada keluarga dan uang (finansial) menjadi sangat penting dalam kehidupan keluarga di atas esensi makna berkeluarga.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

TIPOLOGI PERKAWINAN 3. Perkawinan pasangan konflik: kondisi tidak puas dalam berbagai aspek misalnya seksual, kepribadian pasangan, komunikasi, dan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Pasangan tipe ini selalu diwarnai dengan konflik, sehingga mencari kepuasan dari dimensi eksternal, seperti memfokuskan pada hobi atau ritual keagamaan. 4. Perkawinan pasangan tradisional: kondisi perkawinan yang stabil dengan pencapaian kepuasan dalam banyak aspek kehidupan keluarga, namun masih memiliki masalah serius dalam aspek komunikasi dan seksual. Kebahagian pasangan tipe ini lebih didasari atas aspek tradisional religius dan hubungan yang baik antara kedekatan kerabat atau keluarga besar dan temanteman.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

TIPOLOGI PERKAWINAN 5. Perkawinan pasangan seimbang: kepuasan yang cukup baik dalam komunikasi dan resolusi konflik karena pasangan ini lebih memprioritaskan keluarga dibandingkan dengan aspek lain, memiliki kepuasan yang setara antara suami istri dalam aspek aktifitas waktu luang, pengasuhan anak, dan seksualitas. 6. Perkawinan pasangan harmonis: kepuasan perkawinan yang diwujudkan dengan ekspresi kasih sayang, dan kepuasan seksual. 7. Perkawinan pasangan penuh vitalitas: tingkat kepuasan yang tinggi didasari atas pasangan suami istri harmonis dalam menjalin hubungan dengan baik, kepribadian yang saling melengkapi, komunikasi yang baik, mencari solusi dari konflik, kepuasan secara seksual maupun secara finansial.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

TIPOLOGI PERKAWINAN 7. Pasangan Penuh Vitalitas 6. Pasangan Harmonis

5. Pasangan Seimbang 4. Pasangan Tradisional 3. Pasangan Konflik 2. Pasangan Finansial 1. Pasangan Tanpa Vitalitas

TUJUH

T I P O L O G I

P A S A N G A N

P E R K A W I N A N

V E R S I

O L S O N

Gambar 10.3 Ilustrasi tujuh tipologi pasangan perkawinan versi Olson (digambarkan berdasarkan Konsep Olson 1981).

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Perkembangan Peran Gender dalam Perkawinan Tradisional

Modern

Tipe keluarga umumnya adalah keluarga besar (extended family)

Tipe keluarga umumnya adalah keluarga inti (Nuclear Family)

Peran suami sebagai main breadwinner, peran istri sebagai ibu rumahtangga saja, biasanya usia suami lebih tua dari istri,

Peran suami sebagai main breadwinner & biasanya lebih tua dari istri; Peran istri mulai sebagai secondary breadwinner sehingga membentuk dual earner families

Pasca Modern Banyak tipe keluarga yang keluarga komtemporer (Contemporer Family: single parent, gay & lesbian families, Cohabitation) Suami dan atau istri dapat sebagai main breadwinners; usia istri & suami dpt lebih tua/muda; Sebagian kecil peran istri sebagai housewive; umumnya dual earner families

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Perkembangan Peran Gender dalam Perkawinan Tradisional Pembagian tugas sangat jelas dan kaku: suami bekerja di sektor publik, istri di sektor domestik, tidak ada istri yang bekerja di luar rumah

Modern

Pembagian kerja tidak terlalu kaku; suami masih tetap dominan di sektor publik namun mulai membantu di sektor domestik; istri dominan di sektor domestik namun mulai membantu di sektor publik Tempat kerja dan tempat Tempat tinggal dan tinggal relatif tempat kerja cukup jauh berdekatan (dapat lintas regional) dan sebagian pekerja 'melajo'

Pasca Modern Pembagian kerja sangat flekibel; suami/istri dapat saling dominan di sektor publik, suami juga sangat membantu di sektor domestik

Tempat tinggal dan tempat kerja dapat sangat jauh (lintas propinsi) atau (lintas negara) yang pulang secara reguler dalam waktu tertentu

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Perkembangan Peran Gender dalam Perkawinan Tradisional Suami sehabis bekerja langsung pulang

Modern Suami/istri sehabis bekerja sekali-kali belanja dulu baru pulang

Pasca Modern

Suami/istri sehabis bekerja langsung pergi ke bar atau ke gymnasium, baru malamnya pulang Bentuk keluarga Bentuk keluarga Bentuk keluarga umumnya keluarga umumnya keluarga umumnya keluarga berjumlah besar berjumlah sedang berjumlah kecil (tidak ada (ada perencanaan (ada perencanaan perencanaan keluarga, umumnya keluarga, umumnya keluarga, anak jumlah anak 3-4 jumlah anak1-2 umumnya orang) orang) berjumlah 5-11 orang)

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Perkembangan Peran Gender dalam Perkawinan Tradisional

Modern

Pengasuhan anak umumnya tipe otoriter

Pengasuhan anak umumnya tipe demokratis

Anak harus menurut dan patuh pada orangtua

Anak mulai berani berdiskusi dengan orangtua

Aborsi tidak diperkenankan

Aborsi mulai merupakan pilihan

Pasca Modern Pengasuhan anak umumnya tipe demokratis & permissive Anak sangat berani bertengkar dengan orangtua, bahkan tidak mau tinggal bersama orangtua Aborsi menjadi pilihan hak asasi manusia

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Perkembangan Peran Gender dalam Perkawinan Tradisional Istri sangat menurut pada suami; suami sangat dominan dan terkesan seperti raja Suami sangat mendominasi keluarga Perkawinan umumnya dijodohkan; perkawinan mutlak harus dilakukan

Modern Istri mulai berani berdiskusi dengan suami; suami tidak dominan; pasangan cukup setara Suami cukup mengakomodasi keinginan istri dan anak-anak Perkawinan adalah pilihan anaknya; perkawinan mulai menjadi pilihan

Pasca Modern Istri sangat berani untuk bertengkar dengan suami; tidak ada dominasi dari salah satu pihak Suami dan isteri berkedudukan dan berfungsi setara Perkawinan adalah pilihan anaknya, bahkan tidak harus menikah

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Perkembangan Peran Gender dalam Perkawinan Tradisional

Modern

Perkawinan adalah untuk selamanya

Perkawinan diusahakan untuk selamanya

Keperawanan adalah mutlak bagi seorang perempuan sebelum menikah Seks di luar nikah adalah tabu dan terlarang; Pendidikan seks adalah tabu

Keperawanan mulai tidak penting

Seks adalah pilihan asal dapat menanggung resiko; Pendidikan seks mulai diajarkan sejak usia dini

Pasca Modern Perkawinan tdk usah dipertahankan apabila tidak layak lagi Keperawanan bukan hal yang sakral lagi

Seks adalah hak asasi dan kebutuhan pendidikan seks diajarkan sejak usia dini

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan

1

Berkaitan dengan proses pemenuhan kebutuhan biologis dan non-biologis

2

Berkaitan dengan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat terhadap sumberdaya keluarga.

3

Berkaitan dengan kemitraan gender (gender partnerships) untuk menjalankan fungsi keluarga menuju terwujudnya tujuan keluarga

4

Menghindari perkawinan yang dilandasi oleh bias gender dengan segala bentuk diskriminasi, stereotype, marginalisasi (beri contoh-contoh).

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Perempuan Tipe 1 adalah perempuan yang mempunyai talenta tinggi dan kualitas profesional yang tidak kalah dengan laki-laki, dengan demikian, tipe perempuan seperti ini adalah perempuan yang berkeinginan dan berkemampuan untuk bekerja mencari nafkah.

ISTRI

Perempuan Tipe 2 adalah perempuan yang mempunyai cukup talenta dan tidak terlalu ingin bekerja untuk mencari nafkah namun tidak terlalu bersedia menjadi ibu rumahtangga saja, dengan demikian, tipe perempuan seperti ini adalah perempuan yang tidak terlalu berkeinginan dan berkemampuan untuk bekerja mencari nafkah. Perempuan Tipe 3 adalah perempuan yang cukup mempunyai talenta yang tidak berkeinginan dan kurang berkemampuan untuk bekerja mencari nafkah

Konsekuansi dari Perempuan Tipe 1 bagi Suami adalah:  Perempuan akan mengembangkan karirnya  Perempuan cenderung mandiri secara finansial  Perempuan akan mensubstitusi peran domestik dan pengasuhan anak pada orang lain  Perempuan akan sering meninggalkan rumah untuk bekerja Konsekuansi dari Perempuan Tipe 2 bagi Suami adalah:  Perempuan tidak akan mengembangkan karirnya  Perempuan kurang mandiri secara finansial  Perempuan masih cenderung melakukan peran domestik dan pengasuhan anak  Perempuan tidak akan sering meninggalkan rumah untuk bekerja

SUAMI

Konsekuansi dari Perempuan Tipe 3 bagi Suami adalah:  Perempuan tidak akan bekerja  Perempuan sangat tergantung pada suami secara finansial  Perempuan akan tinggal di rumah untuk melakukan peran domestik dan pengasuhan anak  Perempuan akan selalu tinggal di rumah

Gambar 10.4. Pemetaan tipe perempuan yang harus diketahui oleh laki-laki beserta konsekuensinya seandainya menjadi pasangan suami dan istri.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Hubungan dalam perkawinan harus dibina oleh pasangan suami istri melalui aktivitas sebagai berikut (Boehi et al. 1997: 41, 42):

1. Mendiskusikan harapan dan merencanakan masa depan keluarga serta menyelesaikan permasalahan yang dihadapi secara bersama. 2. Membuat keputusan akan perencanaan kehidupan keluarga secara bersama baik berkaitan dengan keuangan, pembelian rumah, pemeliharaan rumah, hubungan social kemasyarakatan dan kehidupan spiritual. 3. Melakukan pengasuhan terhadap anak secara bersama yang berkaitan dengan perilaku sebagai berikut: • Sikap orangtua terhadap anak-anak harus dikoordinasikan dan diteladani dengan baik. • Siapa yang berperan menjadi pengasuh dan pendidik utama anak, apakah ibu atau ayah atau keduanya? • Bagaimana strategi orangtua dalam mendisiplinkan anak? Bagaimana kedua orangtua melakukan pembagian tugas dan tanggung jawab dalam mengasuh dan mendidik anaknya?

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan 4. Bagaimana pasangan berdoa untuk memadukan kedua hati dalam perkawinan. • Kekuatan kehidupan apa yang dipandang oleh suami istri dalam mempertahankan perkawinan? • Kelemahan apa yang dipandang oleh suami istri dalam melihat tantangan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam perkawinan? 5. Pasangan suami istri wajib untuk memelihara komitmen bersama untuk mempertahankan dan memelihara perkawinan melalui pengukuhan ikatan perkawinan. 6. Pasangan suami istri wajib juga untuk melakukan perencanaan keluarga dalam hal keuangan, pendidikan anak, dan investasi/tabungan. 7. Pasangan suami istri harus membina hubungan dengan keluarga besar baik dari pihak suami atau istri. Keluarga besar harus ditempatkan secara sejajar dan adil, artinya tidak boleh ada diskriminasi sosial antara keluarga besar dari pihak suami atau istri. 8. Dalam rangka memenyikapi pelaksanaan sistem patriarki, maka suami istri tetap menjunjung tinggi sistem patriakhi namun dalam pelaksanaannya suami istri mempunyai kedudukan yang setara dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga lahir dan batin.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Harapan dan Komplain Suami Istri Istri terhadap Suami

Suami terhadap Istri

Jujur, hanya komitmen satu hati (tidak boleh beristri dua)

Mengetahui bagaimana mendidik anak-anak; Jangan bicara jelek dengan anak di luar rumah; Mencintai semua anak laki-laki dan perempuan.

Mempunyai keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan dengan baik; Mampu berdiskusi tentang kondisi keluarga; Apabila ada waktu luang, ingin santai bersama; Harmonis dengan saudara istri dan saudara sendiri; Membantu istri mengerjakan pekerjaan rumahtangga; Saling menghormati satu dengan lainnya.

Mempunyai hubungan interpersonal yang baik; Menjadi istri yang baik bagi suami dan ibu yang baik bagi anak; Mendedikasikan hidup dan waktunya untuk keluarga.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Harapan dan Komplain Suami Istri Istri terhadap Suami Menunjukkan contoh yang bagus bagi anak-anak; Membantu mendidik anak

Suami terhadap Istri Tidak terlalu sensitive; Menerima dengan baik tamu suami atau tamu istri; Menghormati keluarga besar

Apabila ada anggota keluarga yang Tidak cemburuan; rajin bekerja; sakit, maka tetap membina hubungan Menjaga kerapihan rumah yang baik Tidak ada diskriminasi status dan suku; Berpakaian sopan dan sesuai dengan acaranya

Menyiapkan makanan untuk keluarga; Berperilaku irit dalam belanj; Mengambil keputusan dengan baik dalam mengatasi masalah keluarga; Mengijinkan suami untuk mempunyai uang saku untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Harapan dan Komplain Suami Istri Istri terhadap Suami

Suami terhadap Istri

Punya kemampuan promosi yang professional; Sadar dengan perkembangan professional istri; Berani untuk membicarakan dan mengakui kelemahan dir

Mencegah untuk ‘ngerumpi’ ke rumah tetangga; Rukun dengan tetangga

Mengambil kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dalam berbagai bidang

Menyambut gembira apabila suami pulang kerja; Mengerjakan sesuatu yang baik untuk keluarga

Saling meminta maaf; Selalu ingat istri kemanapun pergi; Memberitahu kemanapun pergi

Merawat suami dan anak apabila ada yang sakit; Berdiskusi dengan suami mengenai masalah keluarga; Mempraktekkan tradisi yang baik; Memahami karakter suami

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Harapan dan Komplain Suami Istri Istri terhadap Suami

Suami terhadap Istri

Tidak mengumbar cemburu; Tidak Mempunyai inisiatif untuk melakukan kekerasan; Tidak membeli memperbaiki status keluarga minuman keras Memelihara harta keluarga; Membeli barang sesuai dengan kebutuhan; Jangan terlalu royal dengan orang lain; Tidak boleh berjudi.; Tidak menyimpan uang untuk kepentingan sendiri; Tidak boleh malas dalam mencari uang untuk keluarga; Tidak boros

Tidak memancing emosi pada saat suami sedang marah, dengarkan dahulu kemudian baru berdiskusi dan memecahkan masalah

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Harapan dan Komplain Suami Istri Istri terhadap Suami Memimpin keluarga menuju perkembangan keluarga yang baik; Tetap tenang apabila ada masalah dalam keluarga; Sehat Jangan pergi sampai larut malam karena menyebabkan istri gelisah; Tidak menyuruh istri dan anak untuk memasak dan memberi minuman beralkohol kepada tamu; Memuji istri apabila istri melakukan sesuatu yang baik dan membanggakan keluarga; Jangan mempunyai rahasia pada istri; Jangan memaki-maki istri apabila minum minuman alkohol dengan teman

Suami terhadap Istri Tidak minum alkohol dan merokok; Sopan dan santun; Jangan terlalu berlebihan dalam berdandan dan memakai pakaian

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Hubungan kemitraan gender dan harmonisasi keluarga Asumsi: 1.

2.

Suami atau istri saja

Suami atau istri dominan

Suami dan istri setara

Kemitraan gender dan Interaksi Suami istri yang semakin tinggi

Kemitraan gender dalam keluarga mencerminkan transparansi, akuntabilitas dan good governance di tingkat keluarga; Semakin tinggi kemitraan gender berarti semakin erat hubungan fungsional dan interaksi antara suami dan istri dan semakin tinggi bonding dan saling ketergantungan yang akhirnya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam harmonisasi keluarga.

3.

Kemitraan gender adalah baik untuk mewujudkan tujuan bersama laki-laki dan perempuan. Kemitraan gender dalam menjalankan peran dan fungsi memungkinkan adanya keterbukaan/ transparansi dalam manajemen sumberdaya keluarga. Kesetaraan dan keadilan gender memperlancar kerjasama antar individu dan menurunkan tingkat kesalahpaahaman dan konflik dalam keluarga

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Penjabaran tahapan perkembangan keluarga berdasarkan perspektif gender Tahapan Perkembangan

Perspektif Gender dalam Perkembangan Tugas di Setiap Tahapan

Perkawinan (married couple)

Suami istri berperan dan bertugas untuk mengukuhkan perkawinan dan mulai melaksanakan komitmen sesuai dengan kontrak sosial perkawinan untuk menjalankan fungsifungsi keluarga dan membentuk sebuah keluarga baru.

Mempunyai anak (childbearing)

Suami dan istri berbagi peran dan tugas untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya. Pembagian peran dan tugas di sektor publik juga harus dilakukan untuk meningkatkan fungsi ekonomi dan perlindungan anak dan keluarga.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Penjabaran tahapan perkembangan keluarga berdasarkan perspektif gender Tahapan Perkembangan Anak berumur preschool (Preschool age)

Perspektif Gender dalam Perkembangan Tugas di Setiap Tahapan Suami dan istri berbagi peran dan tugas untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya usia preschool. Mulai dipikirkan perencanaan keuangan untuk investasi anak dalam hal kesehatan dan pendidikan serta jaminan sosial anak. Pendidikan karakter sejak usia dini sudah menjadi keharusan bagi peran ayah dan ibu. Pembagian peran dan tugas di sektor domestik harus disepakati oleh suami dan istri, terutama dalam hal pemeliharaan kesehatan dan perkembangan anak. Pembagian peran dan tugas di sektor publik dapat dinegosiasi antara suami istri sesuai dengan kesepakatan, mengingat anak-anaknya masih kecil yang memerlukan kehadiran fisik dari ibu.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Penjabaran tahapan perkembangan keluarga berdasarkan perspektif gender Tahapan Perkembangan

Perspektif Gender dalam Perkembangan Tugas di Setiap Tahapan

Anak berumur Sekolah Dasar (school age),

Suami dan istri berbagi peran dan tugas untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya usia sekolah dasar. Pendidikan anak menjadi lebih prioritas, termasuk pendidikan dari sisi kognitif akademik maupun pendidikan karakter. Pembagian tugas suami dan istri di sektor domestik sudah mulai dapat didelegasikan sebagian kepada anaknya yang sekolah di sekolah dasar. Pengasuhan anak usia SD dengan gaya demokratis harus melibatkan ayah dan ibu. Pembagian peran dan tugas suami dan istri di sektor publik lebih dapat dinegosiasi dengan baik mengingat anak sudah semakin besar yang tidak terlalu banyak memerlukan kehadiran fisik ibunya.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Penjabaran tahapan perkembangan keluarga berdasarkan perspektif gender Tahapan Perkembangan Anak berumur remaja (teenage),

Perspektif Gender dalam Perkembangan Tugas di Setiap Tahapan Suami dan istri berbagi peran dan tugas untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya usia sekolah menengah. Pendidikan anak menjadi lebih prioritas karena anak akan memasuki masa dewasa dalam waktu dekat. Pendidikan karakter dan pendidikan seks sudah harus dibekali pada anak berumur remaja agar terhindar dari perbuatan asusila dan terkena penyakit kelamin yang menular. Pembagian tugas suami dan istri di sektor domestik sudah banyak didelegasikan pada anak remajanya. Pengasuhan anak usia remaja dengan gaya demokratis yang melibatkan ayah dan ibu harus semakin diterapkan dengan fokus pada peningkatan kesadaran anak remaja dalam mengemban tanggung jawab sesuai dengan peran dan tugasnya. Pembagian peran dan tugas suami dan istri di sektor publik lebih dapat dinegosiasi dengan baik mengingat anak sudah remaja. Pada masa remaja ini kebutuhan financial akan semakin tinggi dibandingkan pada saat anak usia SD. Dengan demikian optimalisasi fungsi ekonomi antara suami dan istri sangat dibutuhkan

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Penjabaran tahapan perkembangan keluarga berdasarkan perspektif gender Tahapan Perkembangan Anak lepas dari orangtua (launching center),

Perspektif Gender dalam Perkembangan Tugas di Setiap Tahapan Suami dan istri berbagi peran dan tugas baik di sector domestik maupun di sektor publik. Mengingat anak sudah memasuki masa dewasa dan sudah tidak tinggal lagi bersama ayah dan ibu, maka kebutuhan untuk pekerjaan sektor domestik tidak setinggi pada saat anak masih tinggal serumah dengan orangtua. Kebutuhan finansial semakin meningkat pada masa anak dewasa dibandingkan dengan anak masa remaja karena anak sudah memasuki masa kuliah di universitas. Gaya pengasuhan yang diterapkan sebaiknya tetap gaya demokratis yang melibatkan ayah dan ibu dengan komunikasi dan interaksi jarak jauh dengan penekanan peningkatan kesadaran anak yang sudah masuk usia dewasa untuk mengemban tanggung jawab sesuai dengan peran dan tugasnya.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Penjabaran tahapan perkembangan keluarga berdasarkan perspektif gender Tahapan Perkembangan

Perspektif Gender dalam Perkembangan Tugas di Setiap Tahapan

Orangtua umur Suami dan istri sudah memasuki masa usia dewasa akhir menengah (middle-aged dengan kondisi anak-anaknya yang sudah mulai menikah parents), dan membentuk keluarga baru. Suami dan istri tetap berbagi peran dan tugas khususnya untuk membina hubungan dengan keluarga anak-anaknya dan keluarga besarnya. Suami istri melakukan pekerjaan domestik yang semakin fokus untuk dirinya sendiri. Suami dan istri pada usia ini memasuki usia sangat produktif dan sebentar lagi siap-siap untuk memasuki masa pensiun. Kebutuhan untuk memelihara kesehatan menjadi prioritas. Menjaga interaksi dan komunikasi dengan anak-anak serta cucu-cucu juga menjadi kebutuhan rutin suami istri di masa umur dewasa akhir ini.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan Penjabaran tahapan perkembangan keluarga berdasarkan perspektif gender Tahapan Perkembangan

Orangtua umur manula (aging parents).

Perspektif Gender dalam Perkembangan Tugas di Setiap Tahapan

Suami dan istrisudah memasuki masa lanjut usia. Suami dan istri tetap berbagi peran dan tugas khususnya untuk membina hubungan dengan keluarga anak-anaknya dan keluarga besarnya. Suami istri melakukan pekerjaan domestik yang semakin fokus untuk dirinya sendiri. Suami dan istri pada usia ini memasuki masa pension dengan jumlah pendapatan yang semakin menurun. Kebutuhan untuk memelihara kesehatan menjadi prioritas. Menjaga interaksi dan komunikasi dengan anak-anak serta cucu-cucu juga menjadi kebutuhan rutin suami istri di masa umur lanjut usia ini.

Bab 10. Interaksi Suami Istri dalam Mewujudkan Harmonisasi Keluarga Responsif Gender

Kemitraan Gender dalam Perkawinan INTERAKSI SUAMI ISTRI HARMONIS =

KOMUNIKASI SUAMI ISTRI + BONDING SUAMI ISTRI ”Apabila laki-laki dan perempuan hidup bersama, maka berdua akan membuat unit yang lebih kuat dibandingkan dengan kalau masingmasing hidup secara individual. Bersama, maka laki-laki dan perempuan yang berbeda personalitasnya akan menjalin hubungan, dan keduanya akan dibantu dan diberkati oleh Tuhan karena sudah menjadi Tim Tuhan yang baik”.

”Kedudukan suami dan istri adalah setara, yang artinya sejajar dalam arti sama-sama penting dan sama-sama berperan sesuai dengan pembagian peran yang disepakati. Konsep kesetaraan dalam perkawinan disini bukan sebagai suatu pemberontakan terhadap aturan budaya patriarki, namun sebagai suatu koreksi terhadap penyimpangan budaya patriarki yang digunakan oleh kaum lelaki untuk melanggengkan kekuasaan atas nama perkawinan”.

View more...

Comments

Copyright � 2017 NANOPDF Inc.
SUPPORT NANOPDF