75 NILAI-NILAI MORAL DALAM ADAT PERKAWINAN

January 8, 2018 | Author: Anonymous | Category: Seni & Humaniora, Filsafat, Etika
Share Embed Donate


Short Description

Download 75 NILAI-NILAI MORAL DALAM ADAT PERKAWINAN...

Description

NILAI-NILAI MORAL DALAM ADAT PERKAWINAN MELAYU KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN LANGKAT PROPINSI SUMATERA UTARA Oleh : Hamidah Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Abstract ABSTRACT: This study aims to analyze the moral values in Malay traditional wedding at Bahorok Langkat District in North Sumatra Province, covering mating customs, and moral values contained in it. This study uses qualitative method. The determination of sampling is done by purposive informant. It is not determined the amount. The target is to get information to the point of saturation, so that there is no difference anymore information of informant. Data is collected using observation, interview techniques and documention. The technique ensures the validity of this study is using triangulation of data sources and methods. The data analysis model is Miles and Hubberman method using three step: the simplification of data, presentation of data, and drawing conclusions. The research finds that the Malay traditional wedding at Bahorok has through several stages, beginning from merisik, woo , connective promise , then berinai night and the next day is the ceremony procession that accompanied the dish tasted juadah, followed by a procession escorted the bride to the stage hempang rod, introductory martial arts, hempang pages, dance reception, and fan hempang. The next procession is going up the aisle with a slap and exchange event hall, followed by a procession of plain flour, rice meal - facing presence and in the end with berdimbar bath. In the event merisik and woo, it found the social values such as respect and respecting for the rights of girls (gender), the event promises contain connective value of loyalty. In the event there is a power struggle on berinai, event ceremony of religious contains values on fighting and spirit. The event usher the bride is value of respect and leadership values. In the event of symbolic, there is a fresh flour religious value, harmony, honesty, fighting, spirit and respect for the natural environment. There is a symbolic slap on the value of harmony, democracy and independence. Kata Kunci : Nilai, Moral, Perkawinan, Melayu PENDAHULUAN Masyarakat dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena kebudayaan lahir dari rasa, cipta, dan karsa manusia. Kebudayaan yang ada di tengah-tengah masyarakat, yang pembiasaannya di dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat disebut dengan adat istiadat. Adat istiadat yang diturunkan dari pendahulunya serta di wariskan ke generasi



Penulis memperoleh Gelar Magister pada Program Pascasarjana UNP Sumtera Barat

75

76 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 berikutnya secara melembaga di sebut dengan tradisi. Pada tradisi bisa saja berbentuk adat, bahasa, tata masyarakat dan lainnya. (Mursal Esten, 1999:21). Dalam budaya tersebut berisikan peraturanperaturan atau ketentuan-ketentuan yang obyektif bertujuan untuk mengatur hubungan yang baik dan mencegah yang buruk bagi masyarakatnya. Hal yang baik dan buruk merupakan suatu nilai yang ada di tengah masyarakat. Ia merupakan nilai sosial yang harus dipegang dan dipatuhi oleh komunitasnya. Nilai-nilai tersebut bersifat abstrak yang hidup dalam pikiran mereka bertujuan mengatur dan sebagai pedoman bagi kegiatan-kegiatan manusia untuk mencapai cita-citanya (Budiningsih, 2004:18). Cita-cita tersebut dapat tercapai apabila nilai-nilai yang terkandung di dalam budaya masyarakat tersebut, di gali dan diajarkan kepada generasi berikutnya. Nilai bisa saja berkenaan dengan hal yang baik maupun yang buruk. Baik dan buruk berkenaan dengan masalah moral. Nilai baik dan buruk apabila di ajarkan muncullah pendidikan moral. Pendidikan moral sangat perlu di ajarkan karena mendidik kepribadian seseorang menjadi baik, dan belakangan ini mulai terasa pudar di tengah-tengah masyarakat, seperti kurang rasa hormat,tidak menghargai hak azasi, kurang menghormati adat istiadat orang lain, dan lain sebagainya. Bagi generasi yang akan datang, pendidikan moral tidak hanya diberikan di dalam kelas saja, tetapi juga diluar kelas melalui pengenalan adat budaya yang memuat nilai-nilai moral yang berguna untuk pembentukan kepribadian peserta didik sebagai bekal hidup bermasyarakat untuk masa kini dan masa yang akan datang.(Budiningsih, 2004:18-21). Salah satu budaya yang lazim ditemukan disetiap etnis adalah upacara adat perkawinan yang dialami oleh setiap individu dalam suatu masyarakat untuk menandai tingkat hidup remaja ke dewasa. Perkawinan merupakan suatu pranata sosial yang sangat penting dalam masyarakat dan merupakan pembentukan sistem sosial dan jembatan dalam pembentukan hubungan kekerabatan. (Koentjaraningrat, 1990:104-105). Upacara adat perkawinan biasanya berlangsung melalui serangkaian kegiatan yang telah terpola dalam usaha mematangkan, melaksanakan, dan menetapkan sebuah perkawinan. Setiap suku bangsa mempunyai aturan dan adat istiadat atau upacara masing-masing. Aturan itu berbeda diantara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain karena aturan tersebut telah dibentuk mengikuti pengalaman dan pandangan yang berbeda diantara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Salah satu adat perkawinan yang ada di Sumatera Utara adalah adat perkawinan Malayu Bahorok Kabupaten Langkat. Prosesi perkawinan adat Melayu Bahorok dimulai dengan acara merisik, meminang, ikat janji, ritual akad nikah, mencicipi hidangan juadah, mengantar pengantin, kemudian bersanding diselingi dengan acara tepung tawar, makan nasi hadap-hadapan, dan mandi

Nilai-Nilai Moral Dalam Adat …Hamidah 77 berdimbar. (Sinar, 2005:48-49). Adapun sarana simbolik yang digunakan dalam prosesi perkawinan adat Melayu diantaranya adalah tepak sirih beserta muatannya, ramuan tepung tawar, dan balai. Prosesi dan sarana simbolik tersebut semuanya mengandung nilai-nilai pendidikan moral. Bagi suku Melayu nilai-nilai itu merupakan pengajaran bagi generasi yang ingin melaksanakan kehidupan berumah tangga. Setiap acara adat perkawinan, nilai-nilai moral di atas lazimnya disampaikan oleh penghulu adat kepada kedua pengantin, dan tidak jarang orang tua juga mengajarkan kepada anak mereka yang mau menikah, sebagai bekal mereka dalam mengharungi rumah tangga, dengan harapan rumah tangga mereka menjadi rukun dan damai, saling pengertian, saling setia, dan sebagainya. Oleh karena itu nilai-nilai moral dalam prosesi dan simbolik perkawinan Melayu harus di gali guna diajarkan kepada generasi berikutnya. Sebagaimana pengamatan awal peneliti, nilai-nilai moral yang diajarkan dalam upacara perkawinan tersebut sebagian telah melekat dalam keluarga etnis Melayu. Secara umum mereka hidup rukun, memiliki tanggung jawab, patuh terhadap orang tua, menghormati saudara pihak suami dan istri, dan lain sebagainya, Walaupun tidak dapat dipungkiri ada juga yang mengabaikan nilainilai moral perkawinan tersebut, seperti bersifat kasar kepada istri, kurangnya tanggung jawab dalam rumah tangga, serta kurangnya rasa hormat pada mertua, suka memaki, bahkan sampai terjadi perceraian. Dari kondisi yang ada tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melaksanakan penelitian tentang nilai moral dalam adat perkawinan Melayu Bahorok. Berangkat dari kondisi tersebut peneliti berusaha untuk mengungkap prosesi adat perkawinan Melayu Bahorok dan simbolik yang digunakan beserta dengan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Maksud dan tujuan penelitian ini adalah menganalisis prosesi adat perkawinan Melayu Bahorok dan simbolik yang digunakan beserta nilai-nilai moral yang terdapat di dalamnya. KAJIAN TEORI A. Nilai Nilai memiliki lima makna, yaitu: (1)harga (dalam artian taksiran harga), (2) harga sesuatu (uang misalnya), (3)angka kepandaian (ponten), (4) kadar, mutu (banyak sedikitnya), dan (5)sesuatu yang sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan seperti nilai-nilai agama yang perlu diindahkan. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2011:783). Mulyana (2004:31-35) melihat nilai dari dua sisi, yaitu: (1) Sisi klasifikasinya, dan (2) Sisi orientasinya. Dari sisi klasifikasi nilai terbagi kepada: (a) Nilai instrumental dan nilai terminal, nilai instrumental adalah nilai perantara yang lebih sering muncul secara eksternal pada lapisan luar sistem prilaku dan nilai. Sedangkan nilai terminal adalah nilai akhir yang lebih bersifat tersembunyi

78 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 di belakang nilai-nilai instrumental yang diwujudkan dalam prilaku. (b) Nilai intrinsik dan nilai ekstrinsik, Nilai intrinsik sama dengan nilai terminal, yaitu jika dinilai untuk kebaikannya sendiri, bukan untuk kebaikan hal yang lain. Sedangkan nilai ekstrinsik, yaitu nilai menjadi perantara untuk kebaikan hal yang lain. (c) Nilai personal dan nilai sosial, Nilai personal adalah nilai yang lahir dari pribadi seseorang, sedangkan nilai sosial adalah nilai yang lahir dari kontak dengan dunia luar yang bersifat sosial. (d) Nilai subyektif dan nilai obyektif, Nilai subyektif adalah nilai yang tergantung yang disukai seseorang, sedangkan nilai obyektif adalah kualitas nilai yang dimiliki oleh benda atau suatu hal. Dari sisi orientasinya, nilai digolongkan atas enam, yaitu: (a)Nilai teoritik, yaitu nilai yang melibatkan pertimbangan logis dan rasional dalam memikirkan dan membuktikan kebenaran sesuatu. (b) Nilai ekonomis, yaitu nilai yang berkaitan dengan pertimbangan nilai kadar untung rugi. (c) Nilai estetik, yaitu menempatkan nilai tertingginya pada bentuk keharmonisan, yang didalamnya terkandung nilai-nilai indah dan tidak indah. (d) Nilai sosial, yaitu nilai yang terkandung dalam hubungan antar manusia, nilai tertingginya adalah nilai kasih sayang. (e) Nilai politik, yaitu nilai yang terletak pada pengaruh mempengaruhi sehingga intensitasnya dari yang rendah sampai yang tinggi, nilai tertingginya adalah kekuasaan. (f) Nilai agama, yaitu nilai yang memiliki dasar kebenaran yang paling kuat dibandingkan nilai-nilai sebelumnya, yang berasal dari Tuhan. Dari sisi makna, dimana nilai digolongkan atas lima, yaitu: (a) Makna simbolik, yaitu makna yang terdapat pada simbol-simbol yang tidak berkaitan antara satu dengan lainnya seperti bahasa tubuh. (b) Makna empirik, yaitu makna yang dihasilkan dari ilmu pengetahuan tentang dunia fisik, dan manusia. (c) Makna estetik, yaitu makna yang dihasilkan dari sejumlah seni seperti seni musik. (d) Makna sinoetik, yaitu makna yang dihasilkan dari hubungan antara pengetahuan yang dimiliki seseorang dengan kesadaran makna dalam menjalin hubungan secara interpersonal dan transedental. (e) Makna etik, yaitu makna yang mencakup makna-makna moral yang memiliki konsekuensi tanggung jawab bagi seseorang untuk memenuhi suatu kewajiban. B. Moral Istilah moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Kata mos apabila dijadikan kata keterangan atau kata sifat maka akan menjadi “moris”, yang berarti kesusilaan, tabiat, atau kelakuan. Dengan demikian, moral dapat diartikan sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima umum yang berkaitan dengan perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan susila. Sedangkan bersikap secara moral disebut dengan moralitas. (Salam, 2000:2). Poespoprodjo (1999:118) mengemukakan bahwa “Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu tidak benar atau salah, baik dan buruk”. Dengan kata lain, moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perilaku manusia.

Nilai-Nilai Moral Dalam Adat …Hamidah 79 Sedangkan Durkheim (dalam Abdullah, 1986:157) mengatakan bahwa “Moralitas adalah suatu sistem kaidah atau norma mengenai kaidah yang menentukan tingkah laku kita. Kaidah-kaidah tersebut menyatakan bagaimana kita harus bertindak pada situasi tertentu, dan bertindak secara tepat, yaitu taat secara tepat pada kaidah yang telah ditetapkan”. Dengan demikian, perilaku manusia yang mengikuti kaidah-kaidah yang tepat yang diterapkan mengandung nilai moral. Secara universal Selly Tokan (dalam Budianingsih, 2004:5) mengemukakan bahwa “Nilai moral adalah nilai baik dan buruk, etis dan tidak etis, baik dan benar”. Selanjutnya Suparno, dkk (dalam Zuriah, 2008:39) mengemukakan bahwa nilai moral dikenal dengan istilah nilai budi pekerti. Nilai budi pekerti tersebut terdiri atas sepuluh, yaitu: (1) nilai religiusitas, (2) nilai sosialitas, (3) nilai gender, (4) nilai keadilan, (5) nilai demokrasi, (6) nilai kejujuran, (7) nilai kemandirian, (8) nilai daya juang, (9) nilai tanggung jawab, dan (10) nilai penghargaan terhadap lingkungan alam. METODE Sesuai dengan tujuan penelitian yakni mengkaji nilai-nilai moral dalam adat perkawinan Melayu Kecamatan Bahorok, maka pendekatan penelitian yang dianggap tepat dengan menggunakan pendekatan kualitatif (Moleong, 2000:3-5). Penelitian di lakukan di Kecamatan Bahorok, tepat di desa Empus pada perkawinan Syarif dan Marhamah, dan desa Timbang Lawan pada perkawinan Farhan dan Nurdiana. Latar belakang pemilihan ini karena kedua pasangan pengantin sama-sama dilaksanakan dengan menggunakan adat perkawinan Melayu. Kegiatan pengumpulan sumber dilakukan peneliti melalui perpustakaan (library research) berupa pengkajian buku, majalah, surat kabar, dan tulisan-tulisan lainnya. Peneliti juga melakukan wawancara dengan para tokoh adat, lembaga adat, ilmuan, budayawan, pelaku perkawinan, dan masyarakat yang datang ke acara perkawinan yang mengetahui seluk beluk perkawinan. Pemilihan informan digunakan teknik snowball sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan dan wawancara bebas mendalam dengan pertanyaan-pertanyaan terstruktur dan tidak terstruktur (Bungin, 2008:76). Teknik menjamin keabsahan data dilakukan dengan mengkonfirmasikan data yang diperoleh dari hasil pengamatan, dengan data yang diperoleh dari wawancara, data yang diperoleh dari dokumen dengan data pengamatan dan wawancara, data yang diperoleh dari informan dengan informan lainnya. Data disusun dan diolah secara sistematis, disajikan dengan deskriptif dianalisis secara kualitatif dengan tahapan yang dikemukakan Milles dan Hubberman.

80 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 HASIL PENELITIAN A. Prosesi adat Perkawinan Melayu Bahorok Menurut Zainal Arifin AK (2011:20-50), Prosesi adat perkawinan Melayu Bahorok dimulai dari acara merisik yang bertujuan menanyai kesediaan anak gadis untuk menikah dengan lelaki yang hendak meminangnya. Jika anak gadis bersedia, maka dilanjutkan dengan acara meminang berupakan acara mengikat pribadi anak gadis dalam suatu ikatan tunangan. Dalam acara meminang diadakan acara ikat janji yang bertujuan menguji keseriusan untuk menuju pernikahan. Sebelum acara akad nikah dilaksanakan, malam sebelumnya diadakan acara malam berinai, yaitu berupa kegiatan menginai jari tangan dan kaki pengantin perempuan dan laki-laki dengan tumbuhan inai yang telah ditumbuk menjadi halus menghasilkan warna merah di jari tangan dan kaki. Keesokan harinya diadakan acara akad nikah, merupakan kegiatan penyatuan hati serta mensyahkan hubungan antar suami dan istri. Acara akad nikah merupakan acara pokok dalam adat prosesi perkawinan Melayu. Setelah acara akad nikah dilanjutkan dengan acara mencicipi hidangan juadah, berupa hidangan di atas talam berisikan air putih, garam, halia, gula, dan asam. Tujuan dari prosesi ini mengajarkan kehidupan niat yang ikhlas dalam mengharungi rumah tangga yang sulit dan yang senang, tatkala senang hendaklah bersyukur, dan tatkala sulit hendaklah bersabar. Yuscan (2005: 16-20) mengatakan acara mengantar pengantin laki-laki ke rumah pengantin perempuan, dengan prosesi yang dilalui hempang batang dengan simbolik membentangkan kain di halaman rumah, hempang dapat dibuka dengan syarat pihak laki-laki memberikan uang recehan kepada penjaga hempang, kemudian acara silat pengantar berupa perwakilan pesilat dari pihak laki-laki lebih menguasai permainan dari pada pesilat perempuan dengan sambil mundur sampai ke depan pintu rumah. Sampai di halaman di depan pintu rumah di hadang dengan hempang halaman dengan membentang kain, syarat pembuka hempang dengan memberikan uang recehan atau uang kertas kepada penjaga hempang. Sebelum masuk ke dalam rumah terlebih dahulu pengantin lakilaki disambut dengan tari penyambutan atau tari persembahan kepada pengantin laki-laki. Salah seorang penari terdepan membawa tepak dan memberikan tepak kepada pengantin laki-laki, lalu isi tepak diambil sambil memasukan uang ke dalam tepak. Selanjutnya menuju pelaminan, dihadapan pelaminan telah menunggu hempang kipas, syarat hempang kipas dapat di buka dengan memberikan uang recehan atau uang kertas kepada kedua anak gadis tersebut, setelah hempang dibuka pengantin laki-laki dapat bersanding dengan pengantin perempuan. Beberapa saat setelah bersanding dilanjutkan dengan prosesi tepung tawar, acara ini dengan menggunakan simbolik tepung tawar berupa ramuan penabur, ramuan perinjis, air perinjis. Prosesi ini merupakan doa bagi pengantin untuk mengharungi bahtera rumah tangga mereka. Prosesi berikutnya berupa makan nasi hadap-hadapan yang di mulai dari sang istri mencium tangan suami,

Nilai-Nilai Moral Dalam Adat …Hamidah 81 lalu membasuh tangan suami, lalu menyuapkan nasi ke mulut suami, dan sebalik suami menyuapkan nasi ke mulut istri. Dilanjutkan dengan perlombaan mencabut lidi bendera yang dipajakan ditumpukan, kemudian berlomba mencari ayam dalam tumpukan nasi, serta di akhiri dengan mencicipi hidangan kue-kue serta di akhiri dengan makan bersama keluarga kedua belah pihak. Acara di akhiri dengan mandi berdimbar di waktu sorenya, saat ini prosesi mandi berdimbar sudah jarang dilaksanakan dikalangan masyarakat Melayu Bahorok.(Farizal Nasution, 2012:45). B. Nilai moral dan Makna simbolik dalam adat perkawinan Melayu Bahorok Sesuai wawancara dengan Bapak Tengku Fadelah dan Bapak Fadlin Juni 2013) bahwa: (1) Dalam prosesi merisik terdapat nilai penghormatan kepada anak gadis, karena dengan menanyai kesediaannya menikah merupakan penghormatan terhadap hak-hak azasinya untuk menentukan pilihan pendamping hidupnya (2) Dalam prosesi meminang terdapat nilai penghormatan terhadap pribadi anak gadis beserta keluarganya. Penghormatan terhadap pribadinya dengan pemberiaan uang tunangan, dan terhadap keluarga karena anaknya dihargai dengan acara tawar menawar dalam menentukan besar uang tunangan. (3) Dalam prosesi ikat janji terdapat nilai kesetiaan, Sesuai wawancara dengan Bapak Khairuddin, Mahmud, dan Abdul Hamid, bahwa: (1) Dalam prosesi berinai terdapat nilai semangat dalam menempuh hidup yang baru, di mulai semangat dalam melalui acara persepsi penikahan. (2) Dalam prosesi akad nikah terdapat nilai religius yaitu penyatuan dan mensyahkan hubungan suami istri. Di samping nilai religius terdapat juga nilai rasa cinta, ketenangan, dan kasih sayang. (3) Dalam prosesi mencicipi hidangan juadah terdapat nilai keikhlasan, kesabaran dan rasa syukur. Sesuai wawancara dengan Bapak Abdul Malik, Zainal M, Yahya, dan Zainal Arifin AK, bahwa (1) Dalam prosesi tepung tawar beserta simboliknya terdapat nilai religius berupa doa kepada pengantin. (2)) Dalam prosesi mengantar pengantin terdapat nilai penghormatan dan kepemimpinan, (3) Dalam prosesi mandi berdimbar terdapat nilai kebersihan dan rasa syukur. Sesuai Wawancara dengan Bapak Muhammad Takari, Ridwan, Yahya, Abdul Hamid, dan Zainal Arifin AK bahwa pada simbolik (1) ramuan tepung tawar terdapat nilai kedamaian, keuletan, kemandirian, dan semangat dalam mengharungi bahtera rumah tangga. Pada simbolik (2) tepak terdapat nilai penghormatan, kesetiaan, rendah hati, kejujuran, kebersihan, keuletan dan kebhinnekaan. Pada simbolik (3) Balai terdapat nilai keharmonisan, pengorbanan, persatuan, penghargaan, dan kemandirian.

82 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 PEMBAHASAN A. Prosesi adat perkawinan Melayu Bahorok Dari sepuluh tahapan prosesi adat perkawinan Melayu Bahorok yang peneliti temukan, di mulai dari prosesi merisik sampai mandi berdimbar, ada beberapa bahagian prosesi yang mengalami pergeseran dalam pelaksanaan, ada yang sudah ditinggalkan, dan ada yang masih tetap eksis dilaksanakan. Hal ini dikarenakan berbagai faktor. Prosesi adat perkawinan yang mengalami pergeseran pelaksanaan adalah acara merisik dan malam berinai. Seharusnya prosesi merisik dilaksanakan dua kali yaitu merisik curi dan merisik resmi, tetapi saat ini yang dilaksanakan hanya merisik resmi. Merisik curi maksudnya mengetahui secara diam-diam sifat-sifat buruk anak gadis, serta mengetahui kecantikan dirinya yang sesungguhnya. Sedangkan merisik resmi menanyai kesediaan untuk dipinang oleh lelaki yang hendak menikahinya. Saat ini yang dilaksanakan hanya merisik resmi, hal ini dilatarbelakangi pemuda dan pemudi tempo dulu jarang berkenalan dan susah untuk bertemu, karena anak gadis dipingit di rumah sehingga si pemuda tidak mengetahui pribadi si gadis, berbeda dengan saat ini mereka telah saling berkenalan dan dapat melihat rupa kecantikan sigadis, sehingga tidak perlu lagi mengetahui sifat si gadis beserta kecantikan. Pergeseran dalam pelaksanaan terjadi juga dalam prosesi meminang, tempo dulu menentukan jumlah uang pinangan berdasarkan tawar menawar, tetapi saat ini sudah disepaki terlebih dahulu oleh kedua pengantin, sehingga acara meminang hanya berupa serimonial saja tanpa mengadakan acara tawar menawar. Hal ini sudah diperlonggar karena sang anak sudah suka sama suka dan adanya kesadaran untuk tidak memberatkan pada pihak keluarga mempelai pria. Di Sumatera Utara acara merisik dan peminangan bukan hanya terdapat dalam adat Melayu, tetapi terdapat juga pada adat etnis Jawa dengan istilah menyelidiki dan melamar, pada etnis Batak Mandailing dengan istilah mangaririt dan parnippion. Demikian juga dalam acara mengantar pinangan, dalam adat etnis Jawa disebut dengan istilah serah-serahan, etnis Batak Mandailing dengan istilah pataru sere sahatan. Selain acara merisik dan meminang, pergeseran prosesi juga terjadi pada acara malam berinai, pada saat ini berinai hanya dilakukan sekali saja pada malam keesokan harinya menikah. Yang sesungguhnya prosesi berinai melalui tiga tahapan yaitu: (1) Malam berinai, (2) Malam berinai tengahan, dan (3) Malam berinai besar. Pergeseran prosesi malam berinai dilatarbelakangi untuk mengefisienkan waktu, dana, dan tidak menyulitkan tetangga dan handai tolan. Adapun prosesi adat perkawinan Melayu Bahorok yang telah ditinggalkan pelaksanaannya adalah mandi berdimbar. Beberapa faktor yang melatar belakangi prosesi ini ditinggalkan: (1) Adanya rasa sungkan di kalangan pengantin untuk mandi di tempat terbuka (halaman), karena

Nilai-Nilai Moral Dalam Adat …Hamidah 83 tradisi saat ini mandi ditempat tertutup (kamar mandi). (2) Rasa kegembiraan dikalangan muda mudi lebih dicurahkan kepada musik keyboard dengan bernyanyi sambil bergoyang, dibandingkan dengan cara bersiram-siraman di halaman, disamping tidak mau menerima resiko basah akibat dari bersiram-siraman. (3) Faktor efektivitas waktu yaitu pengantin dan muda mudi lebih cendrung melayani tamu undangan yang datang untuk memberikan ucapan selamat, dari pada mandi berdimbar. Pergeseran ini lebih dilatarbelakangi oleh faktor cara pandang masyarakat Melayu berubah dengan situasi saat ini. Adapun prosesi meminang, ikat jani, akad nikah, mengantar pengantin, dan makan nasi hadap-hadapan tetap eksis dilaksanakan sampai saat ini. Keeksisan prosesi meminang dilatarbelakangi beberapa faktor: (1) Adanya ajaran agama yang menyuruh untuk meminang, (2). Adanya kebanggaan dalam masyarakat Melayu, meminang merupakan penghormatan bagi keluarga kedua belah pihak. (3) Dipermudahnya prosesi peminangan khususnya berkenaan dengan jumlah mahar dan pemberian (uang pesta) yang diberikan kepada pihak perempuan. Latar belakang keeksisan prosesi ikat janji dilaksanakan karena sejalan dengan prosesi meminang, kemudian prosesinya mudah dilakukan, dan fungsinya sangat penting untuk menjaga keseriusan dalam menuju pernikahan. Keeksisan prosesi akad nikah dalam pelaksanaan perkawinan Melayu Bahorok, dilatarbelakangi: (1) Akad nikah merupakan hal yang sakral, berasal dari ajaran agama. Orang Melayu sangat memegang teguh ajaran agama, sehingga segala sesuatunya yang berkaitan dengan sendi-sendi ajaran agama tidak boleh ditinggalkan, termasuk acara adat tepung tawar yang terkait di dalamnya berupa doa mendapatkan redha dan berkah dari Allah swt, sehingga dalam adat Melayu segala sesuatu yang berasal dari agama dipandang sebagai adat yang sebenarnya adat, tidak boleh dirubah-rubah sama sekali. Kemudian alasan (2) Masyarakat Melayu Bahorok memandang akad nikah merupakan inti dari acara perkawinan, karena dengan menikah menyatukan dan menghalalkan hubungan suami istri. Segala sesuatu yang merupakan acara pokok harus dilaksanakan semaksimal mungkin. Keeksisan prosesi mengantar pengantin dengan melalui tahapan hempang batang, silat penghatar pengantin, hempang halaman, tari penyambutan, dan hempang kipas atau hempang pelaminan, dilatarbelakangi ringkas pelaksanaannya dan digemari masyarakat Melayu, karena serunya acara berbalas pantun antara kedua juru bicara dari kedua belah pihak. Prosesi adat perkawinan Melayu yang terkahir yang masih tetap dilaksanakan adalah makan nasi hadap-hadapan. Keeksisan prosesi ini dikalangan Melayu di latar belakangi beberapa faktor: (1) Prosesi makan nasi hadap-hadapan dianggap banyak memberikan pengajaran kepada pengantin. Jika acara tepung tawar merupakan doa bagi pengantin, maka makan nasi hadap-hadapan

84 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 merupakan pengajaran-pengajaran dalam hidup berumah tangga. (2) Makan nasi hadap-hadapan merupakan suatu prosesi yang mengasyikan bagi keluarga kedua belah pihak, karena penuh dengan ujian-ujian bagi kedua pengantin seperti berebut lidi bendera dan mencari ayam dalam tumpukan nasi. (3) Makan nasi hadap-hadapan ini merupakan media mempertemukan keluarga kedua belah pihak, sehingga terjalin silaturrahmi yang baik antara keduanya. Demikian juga dengan ketiga simbolik perkawinan Melayu tetap eksis mengiringi jalannya prosesi perkawinan, yaitu ramuan tepung tawar berupa media doa tamsilan pengharapan buat pengantin, kemudian tepak dan balai merupakan simbolik penghormatan bagi orang lain serta penuh dengan pengajaran-pengajaran di dalamnya. B. Nilai Moral dalam Prosesi dan Makna Simbolik Perkawinan Melayu Bahorok Secara garis besarnya nilai-nilai moral yang terdapat pada adat perkawinan Melayu Bahorok terbagi kepada tiga bahagian: yaitu (1) nilai religius, (2) nilai sosial, dan (3) nilai individual. Nilai religius terdapat pada prosesi akad nikah dan tepung tawar. Akad nikah merupakan ajaran agama. Jika sesorang hendak membentuk suatu rumah tangga dan dianggap syah jika didahului dengan acara akad nikah. Akad nikah menghalalkan hubungan suami istri dalam berkeluarga. Berkeluarga harus di awali dengan niat yang ikhlas (rasa cinta atau mawaddah) agar mendapat ketenangan (sakinah) dan kasih sayang (rahmah). Keikhlasan di buktikan dengan jawaban pertanyaan Bapak pencatat nikah bahwa mereka berdua menikah tidak ada unsur paksaan, tetapi didasari rasa suka sama suka. Rasa ketenangan di buktikan dengan duduk bersanding, dan rasa kasih sayang di buktikan dengan pemberian mahar kepada istri. Rasa cinta, mendapatkan ketenangan, dan kasih sayang merupakan ajaran agama. Demikian juga prosesi tepung tawar merupakan doa bagi pengantin. Ramuan tepung tawar merupakan media tamsilan pengharapan bagi pengantin, sebagai contoh air putih merupakan pengharapan hidup yang damai, hal ini diambil dari sifat air yang dingin melambangkan rumah tangga yang dingin atau damai. Kedamaian berumah tangga merupakan pengharapan dari orang yang menepung tawari pengantin dengan mempergunakan air sebagai ramuan tepung tawar. Nilai sosial terdapat pada cara merisik, meminang, mengantar pengantin, simbolik tepak dan balai. Nilai sosial pada merisik dan meminang berupa nilai penghormatan, pada prosesi merisik dibuktikan dengan menanyai kesediaan anak gadis untuk menikah dengan laki-laki yang akan meminangnya. Sedangkan pada prosesi meminang di buktikan dengan kesediaan anak gadis untuk diikat dalam suatu ikatan pertunangan. Kegiatan ini merupakan nilai penghormatan pada anak gadis. Pada prosesi mengantar pengantin terdapat nilai penghormatan, seperti memberikan uang recehanan atau uang kertas sebagai pembuka hempang batang, halaman, dan kipas sebagai bukti

Nilai-Nilai Moral Dalam Adat …Hamidah 85 penghomatan terhadap pemuda kampung, impal larangan, dan gadis kampung. Demikian juga dengan tari penyambutan sebagai penghormatan kepada pengantin laki-laki. Pada simbolik tepak dan balai terdapat nilai penghormatan, yaitu berupakan fungsi dari kedua simbolik. Tepak digunakan sebagai penghormatan kepada orang lain tatkala memulai pembicaraan, di buktikan dengan menyorongkan tepak berarti pembicaraan dapat di mulai, jika tidak disorongkan tepak tidak boleh acara di mulai, karena dianggap tidak menghormati lawan bicara. Demikian juga balai, dengan saling bertukar balai dalam adat perkawinan melambangkan saling menghormati antar kedua belah pihak. Adapun nilai individual terdapat pada prosesi ikat janji, makan nasi hadap-hadapan, mandi berdimbar, simbolik tepak dan balai. Pada prosesi ikat janji terdapat nilai kesetiaan, hal ini di buktikan dengan keteguhan kedua calon pengantin untuk tidak melanggar perjanjian yang telah di sepakati. Pada prosesi makan nasi hadap-hadapan terdapat nilai kepemimpinan, dibuktikan dengan perlombaan mencabut lidi tiang bendera, siapa lebih banyak mencabut dianggap lebih lihai dalam mengendalikan rumah tangga. Pada muatan simbolik tepak berupa daun sirih melambangkan nilai kejujuran, karena sifat rasa sirih dari akar sampai daunnya memiliki rasa yang sama tidak berbeda. Persamaan rasa melambangkan kejujuran. Nilai kemandirian terdapat pada simbolik pinang dan bendera balai. Batang Pinang sifatnya lurus dan tidak mudah patah bila diterpa angin, menandakan teguh pendirian. Bendera balai melambangkan kemerdekaan dalam artian kemandirian, karena pengantin dipandang sudah berdiri sendiri dalam suatu bahtera rumah tangga yang baru. Nilai daya juang, terdapat pada simbolik kacu atau gambir, hal ini dibuktikan dengan rasanya yang kelat dan sepat. Rasa kelat dan sepat menandkan keuletan dalam berjuang menempuh hidup yang baru. Nilai keikhlasan, terdapat pada simbolik kapur, air putih hidangan juadah, hal ini dibuktikan dari warna putih bersih melambangkan hati yang jernih bermakna ikhlas. Sedangkan pada prosesi mandi berdimbar terdapat nilai kebersihan, dibuktikan dengan tujuan mandi adalah membersihkan diri secara fisik, dan membersihkan diri dari junub (hadas besar). Adapun nilai baru ditemukan dalam penelitian ini adalah nilai kebhinnekaan yang terdapat dalam ramuan tepak sirih berupa: sirih, pinang, kacu, kapur, dan tembakau. Untuk mendapat suatu panganan sirih yang enak sempurna apabila sirih, pinang, kacu, dan kapur dimakan bersama, lalu tembakau diletakan di antara gigi dan bibir semakin menyempurnakan rasa tatkala memakan sirih. Kesatupaduan dalam memakan sirih dari berbagai bahan menunjukkan kebhinnekaan dalam tujuan yang satu.

86 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014 KESIMPULAN Adapun adat perkawinan Melayu Bahorok melalui sepeuluh tahapan dengan tiga simbolik yang digunakan. Tahapan prosesi acara adat perkawinan yaitu: (1) merisik (2) meminang, (3) ikat janji, (4) malam berinai, (5) akad nikah, (6) mencicipi hidangan juadah, (7) mengantar pengantin (8) tepung tawar, (9) makan nasi hadap-hadapan, dan (10) mandi berdimbar. Adapun sarana simbolik yang digunakan adalah: (1) ramuan tepung tawar, (2) tepak, dan (3) balai. Nilai-nilai moral yang terkandung dalam prosesi dan makna simbolik adat perkawinan Melayu yaitu: a). Nilai Religius, terdapat pada acara akad nikah dan tepung tawar, b). Sosialitas (penghormatan, keharmonisan), terdapat pada acara merisik, meminang dan simbolik tepak serta balai, c). Keadilan, terdapat pada prosesi makan nasi hadap-hadapan, d). Demokrasi, terdapat pada prosesi meminang, f). Kejujuran, terdapat pada simbolik sirih, g). Kemandirian, terdapat pada simbolik pinang dan bendera balai, h). Daya juang, terdapat pada simbolik kacu atau gambir, i). Tanggung jawab, terdapat pada acara makan nasi hadap-hadapan. J). Keikhlasan, terdapat pada simbolik kapur, air tepung tawar, mandi berdimbar. SARAN-SARAN Kepada masyarakat Melayu Langkat umumnya dan khususnya pemuka adat, setiap acara adat perkawinan dilaksanakan, hendaknya nilai-nilai moral yang terkandung didalamnya dijelaskan kepada kedua pengantin, agar mereka dapat memahami dan melaksanakannya dalam berumah tangga. Kepada pengurus adat Melayu Bahorok (PB. MABMI), agar mensosialisasi budaya adat Melayu (khususnya perkawinan) melalui acara seminar, sarasehan atau pameran budaya yang bertemakan adat Melayu kepada generasi muda Melayu, agar budaya Melayu dapat dilestarikan oleh generasi yang akan datang, sehingga nilai-nilai moral budaya tidak hilang dan melekat di dalam dirinya, sehingga dia berprilaku sebagaimana seorang jatidiri Melayu. Catatan: Artikel ini ditulis dari Tesis Penulis di Pascasarja Universitas Negeri Padang dengan Pembimbing Prof. Dr. Azwar Ananda, MA dan Dr. Siti Fatimah, M.Pd., M.Hum.

Nilai-Nilai Moral Dalam Adat …Hamidah 87 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Taufik. 1986. Emile Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Arifin, Zainal AK. 2011. Adat Budaya Resam Melayu Langkat, Medan: Mitra. Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindi. Esten, Mursal. 1999. Kajian transformasi Budaya. Bandung. Angkasa Husny, T.H.M.Lah. 1996, Butir-Butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur, Medan: B.P Husny. Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Yuscan. 1995. Adat Istiadat Perkawinan Melayu Sumatera Timur. Medan: Biro Adat Melayu. Mulyana, Rahmat. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasution, Farizal.2011. Budaya Melayu, Medan: Perpustakaan Arsip Daerah Sumatera Utara. ______________. 2012. Upacara Adat Melayu di Sumatera Utara, Medan: Mitra. Poespoprodjo. W. 1988. Filsafat Moral: Kesusilaan dalam Teori dan Praktek, Bandung: Pustaka Grafika Salam, Burhanuddin. 2000. Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral, Jakarta: Rineka Cipta. Sinar, Tengku Lukman. 2005. Adat Budaya Melayu, Jatidiri dan Kepribadian. Medan: Forkala. Suseno, Frans Magnis. 1993. Etika Sosial, Buku Panduan Mahasiswa PBI-PBVI. Jakarta: Gramedia. Zuriah, Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Persfektif Perubahan . Jakarta: Bumi Aksara.

88 Tazkir Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2014

CURICULUM VITAE Nama lengkap

: Hamidah, M.Pd.

Tempat Tanggal lahir

: Medan

Pangkat

: Penata Muda Tk I (III/b).

Jabatan

: Asisten Ahli

Mata Kuliah Wajib

: Pencasila

Mata Kuliah yang Sering diasuh: 1. Kewarganegaraan 2. Etika Profesi Keguruan

View more...

Comments

Copyright � 2017 NANOPDF Inc.
SUPPORT NANOPDF