BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

January 14, 2018 | Author: Anonymous | Category: Ilmu, Ilmu kebumian, Seismologi
Share Embed Donate


Short Description

Download BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...

Description

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

GEMPA BUMI

Gempa bumi merupakan suatu peristiwa pelepasan energi gelombang seismik secara tiba-tiba yang diakibatkan oleh adanya deformasi lempeng tektonik yang terjadi pada kerak bumi.

Berdasarkan proses terjadinya, gempa bumi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Gempa Tektonik Gempa tektonik merupakan gempa yang disebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik. Karena lempeng tekonik selalu mengalami pergerakan dan permukaannya tidak rata, maka jika terjadi pergerakan pada lempeng tektonik akan timbul gaya friksi antar lempeng. Gaya friksi kemudian akan melepaskan energi yang menyebabkan getaran di muka bumi. Jika friksi yang terjadi kecil, maka intensitas gempa yang dirasakan akan kecil sedangkan jika friksi yang terjadi besar, maka kekuatan gempa yang dihasilkan akan besar pula.

5

6 b. Gempa Vulkanik Gempa vulkanik merupakan gempa yang terjadi akibat meningkatnya aktivitas gunung berapi yang disebabkan oleh naiknya magma dari perut bumi ke permukaan bumi. Magma kemudian mendesak batuan-batuan yang ada di atasnya sehingga menyebabkan terjadinya getaran di muka bumi.

Mekanisme terjadinya gempa tektonik dan gempa vulkanik pada dasarnya adalah sama. Naiknya magma ke permukaan bumi dipicu oleh pergeseran lempeng tektonik pada sesar bumi. Biasanya hal ini terjadi pada batas lempeng tektonik yang bersifat konvergen (saling mendesak). Hanya saja pada gempa vulkanik, getaran yang terjadi lebih disebabkan karena desakan magma, sedangkan gempa tektonik getaran yang terjadi langsung ditimbulkan oleh benturan antara lempeng tektonik. Bila lempeng tektonik yang saling bertabrakan berupa lempeng benua dan lempeng samudera, maka sesarnya berada di dasar laut, sehingga biasanya berpotensi menimbulkan tsunami.

Pada perut bumi, sumber gempa dinamakan hiposenter (focus). Proyeksi garis tegak lurus hiposenter ke permukaan bumi disebut sebagai episenter. Bila kedalaman hiposenter dari permukaan adalah 0-70 km, terjadilah gempa dangkal (shallow earthquake), sedangkan bila kedalamannya antara 70-700 km, terjadilah gempa dalam (deep earthquake). Gempa dangkal menimbulkan efek getaran yang lebih besar dibanding gempa dalam. Hal ini disebabkan letak hiposenter lebih dekat ke permukaan, dimana batuan yang ada bersifat lebih keras sehingga gempa dangkal melepaskan energi yang lebih besar.

7

Gambar 2.1 Letak Hiposenter (focus) dan Episenter (sumber: Wikipedia)

Gerakan batuan yang tiba-tiba di sepanjang celah pada kerak bumi yang berada pada perbatasan antara dua lempeng tektonik bumi menimbulkan getaran yang mentransmisikan energi dalam bentuk gelombang. Gelombang yang merambat di bawah permukaan bumi disebut dengan gelombang badan (body wave).

Ada dua jenis gelombang badan (body wave), yaitu gelombang primer atau gelombang P (primary wave) dan gelombang sekunder atau gelombang S (secondary wave). Gelombang P merupakan gelombang longitudinal yang arah gerakannya sejajar dengan arah perambatan gelombang. Sedangkan gelombang S adalah gelombang transversal yang arah gerakannya tegak lurus dengan arah perambatan gelombang.

8 Zona gempa di dunia terbagai atas dua jalur, yaitu: a.

Jalur Sirkum Pasifik Jalur Sirkum Pasifik merupakan jalur yang banyak terjadi gempa dalam dan gempa dangkal yang berskala besar. Jalur ini membentang melewati Sulawesi, Filipina, Jepang, dan kepulauan Hawai.

b.

Jalur Mediterania Jalur Mediterania merupakan jalur yang banyak terjadi gempa-gempa besar. Jalur ini membentang melewati benua Amerika, Eropa, Timur Tengah, India, Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara.

Gambar 2.2

Distribusi Gempa Bumi di Dunia (sumber: Wikipedia)

9

Gambar 2.3

Distribusi Gempa Bumi di Indonesia (sumber: Pustekkom 2006)

Wilayah Indonesia ditetapkan menjadi 6 wilayah gempa (Lihat Gambar 2.4), dimana wilayah gempa 1 merupakan wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 merupakan wilayah dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini didasarkan atas percepatan maksimum batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun. Untuk perhitungan gempa di permukaan, tidak dapat digunakan nilai percepatan maksimum batuan dasar maka digunakan nilai percepatan maksimum permukaan tanah. Nilai percepatan maksimum permukaan tanah pada wilayah Indonesia ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut:

10 Tabel 2.1

Percepatan Maksimum Batuan Dasar dan Percepatan Maksimum Permukaan Tanah untuk Wilayah Gempa Indonesia (SNI-17262002)

Wilayah Gempa 1 2 3 4 5 6

Percepatan Maksimum Batuan Dasar (g) 0,03 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30

Percepatan Maksimum Permukaan Tanah (g) Tanah Tanah Tanah Tanah Keras Sedang Lunak Khusus 0,04 0,05 0,08 Diperlukan evaluasi 0,12 0,15 0,20 khusus di 0,18 0,23 0,30 setiap 0,24 0,28 0,34 lokasi 0,28 0,32 0,36 0,33

0,36

0,38

Kriteria jenis tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak untuk lapisan tanah dengan tebal maksimum 30 m ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 2.2

Jenis-jenis Tanah (SNI-1726-2002)

Jenis Tanah

Kecepatan Rambat Gelombang Geser Rata-rata, v s (m/det)

Nilai Hasil Tes Penetrasi Standar Rata-rata, N

Kuat Geser Niralir Rata-rata, Su (kPa)

Tanah Keras

v s ≥ 350

N ≥ 50

Su ≥ 100

Tanah Sedang

175 ≤ v s < 350

15 ≤ N < 50

50 ≤ Su < 100

v s < 175

N < 15

Su < 50

Tanah Lunak

atau setiap profil dengan tanah lunak yang tebal total lebih dari 3 m dengan PI > 20, Wn > 40% dan Su < 25 kPa

Tanah Khusus

Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi

11 Pada tabel 2.2, v s , N dan Su merupakan nilai rata-rata bobot besaran tersebut

dengan tebal lapisan tanah sebagai pembobotnya yang dihitung menurut persamaan-persamaan berikut: m

vs =

∑t i =1

m

∑t i =1

i

i

............................................................................................... (2.1)

/ v si

m

N=

∑t i =1

m

∑t i =1

i

................................................................................................. (2.2)

/ Ni

i

m

Su =

∑t i =1

m

∑t i =1

i

i

................................................................................................. (2.3)

/ s ui

Dimana: vs

= kecepatan rambat gelombang geser rata-rata

N

= nilai hasil tes penetrasi standar rata-rata

Su

= kuat geser niralir rata-rata

v si

= kecepatan rambat gelombang geser melalui lapisan tanah ke-i

Ni

= nilai hasil tes penetrasi standar lapisan tanah ke-i

S ui

= kuat geser niralir lapisan tanah ke-i

ti

= tebal lapisan tanah ke-i

12

Gambar 2.4

Wilayah Gempa Indonesia dengan Percepatan Maksimum Batuan Dasar dengan Perioda Ulang 500 Tahun (Sumber: Standar Perancangan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung SNI-1726-2002)

13 2.2.

LIKUIFAKSI

Likuifaksi merupakan suatu fenomena hilangnya daya dukung tanah pasir halus jenuh air yang disebabkan oleh adanya pergerakan tanah yang sangat cepat seperti gempa bumi seperti ditunjukkan pada gambar berikut:

h

Sebelum terjadi Gempa

Gambar 2.5

Saat terjadi Gempa

Likuifaksi

Pemodelan Peristiwa Likuifaksi

Gambar 2.6

Peristiwa Likuifaksi

(Sumber: Wikipedia)

14 Pada umumnya, tanah memiliki tegangan efektif yang merupakan selisih dari tegangan total tanah dan tegangan air air pori, yang dapat dilihat dalam persamaan Terzaghi sebagai berikut : σ' = σ − u .................................................................................................................. (2.4)

Dimana: σ' = tegangan efektif tanah σ

= tegangan total tanah

u

= tegangan air pori

Kuat geser tanah yang dinyatakan pada persamaan Mohr-Coulomb berikut: τ = c'+ σ' tan φ' .......................................................................................................... (2.5)

Dimana: τ

= kuat geser tanah

c'

= kohesi tanah.

σ' = tegangan efektif tanah

φ' = sudut geser tanah

Ketika gempa bumi terjadi, tanah menerima getaran yang cepat dan berlangsung relatif lama. Oleh karena itu, saat tegangan air pori pada tanah pasir halus jenuh air akan keluar dari pori-pori tanah, tanah masih menerima getaran yang cepat dan berulang dari gempa sehingga tegangan air pori yang timbul akibat getaran sebelumnya belum sempat terdisipasi seluruhnya dan sudah menerima lagi getaran yang menyebabkan tegangan air pori naik lebih tinggi lagi, demikian seterusnya hingga terjadi akumulasi tegangan air pori (Lihat Gambar 2.7) yang tergantung dari intensitas dan lama (durasi) gempa yang terjadi. Akumulasi

15 tegangan air pori yang terjadi akan semakin meningkat hingga suatu saat menyamai tegangan total pada tanah. Pada kondisi tersebut tegangan efektif tanah menjadi nol. Dengan tegangan efektif, σ' = 0 dan kohesi tanah pasir,c' = 0 jika dimasukkan pada persamaan (2.5) maka kuat geser tanah bernilai nol dan tanah akan kehilangan daya dukungnya. Peristiwa akibat terakumulasinya tegangan air pori akibat getaran gempa hingga menyebabkan tanah kehilangan daya dukungnya disebut likuifaksi.

Gambar 2.7 Grafik Korelasi Antara Tegangan Siklik dengan Tegangan Air Pori (Sumber: Das, Principles of Soil Dynamics)

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya peristiwa likuifaksi adalah sebagai berikut: a. Jenis tanah Umumnya likuifaksi terjadi pada jenis tanah pasir halus jenuh air. Sehingga jika suatu struktur dibangun di atas tanah jenis ini, maka diperlukan analisa potensi likuifaksi.

16 b. Gradasi partikel tanah Gradasi partikel tanah mempengaruhi potensi terjadinya proses likuifaksi pada tanah. Tanah dengan gradasi buruk, seperti tanah bergradasi seragam, akan lebih rentan terhadap terjadinya likuifaksi. Hal ini karena susunan butir tanah bergradasi baik lebih padat jika dibandingkan dengan tanah yang bergradasi buruk. c. Kepadatan relatif tanah Kepadatan relatif menunjukkan tingkat kepadatan pada tanah. Parameter tanah ini digunakan pada tanah granular. Semakin besar nilai kepadatan relatif tanah, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya likuifaksi pada tanah yang bersangkutan. d. Kekuatan dan durasi gempa Salah satu faktor penentu terjadinya likuifaksi adalah karakteristik dari gempa yang terjadi. Gempa dengan intensitas besar dan durasi yang lama akan menyebabkan proses likuifaksi lebih mudah terjadi. Hal ini karena tegangan air pori pada tanah akan mengalami peningkatan yang cepat sebagai akibat besarnya percepatan gempa yang terjadi. e. Bentuk partikel tanah Tanah dengan bentuk partikel bulat akan lebih mudah mengalami likuifasi jika dibandingkan dengan tanah dengan bentuk partikel angular. Hal ini disebabkan karena tanah dengan bentuk partikel angular mempunyai daya ikat antar partikel yang lebih besar jika dibandingkan dengan tanah dengan bentuk partikel bulat.

17 f. Riwayat tanah Riwayat hidup tanah turut menjadi faktor penentu dalam proses likuifaksi. Tanah yang pernah mengalami likuifaksi lebih sulit untuk mengalami likuifaksi jika dibandingkan dengan tanah yang belum pernah mengalami proses likuifaksi. Pada tanah pasir yang pernah mengalami likuifaksi sudah mengalami pemadatan akibat dari terdisipasinya tegangan air pori berlebih pada saat gempa yang diikuti dengan turunnya permukaan tanah pasir tersebut. Tanah pasir yang telah mengalami pemadatan tersebut lebih sulit mengalami likuifaksi kembali, kecuali terjadi gempa dengan intensitas yang lebih besar dan durasi yang lebih lama.

18 2.2.1. TANAH YANG BERPOTENSI LIKUIFAKSI

Berdasarkan penelitian para ahli, tanah yang berpotensi mengalami likuifaksi memiliki gradasi tertentu seperti ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 2.8 Grafik Potensi Likuifaksi Berdasarkan Gradasi Butiran (Sumber: Gouw, Perbaikan Tanah Dengan Cara Dinamis dan Statis dan Dengan Penggunaan Geoteknik)

Berdasarkan kepadatan relatif tanah pasir dan sebaran gempa, potensi likuifaksi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.3

Potensi Likuifaksi Pasir Jenuh Air (Seed & Idriss,1971)

Percepatan Maksimum Permukaan Tanah

Potensi Terjadi Likuifaksi

Potensi Likuifaksi Berdasarkan Jenis Tanah dan Kekuatan Gempa

Potensi Tidak Terjadi Likuifaksi

0.10 g

Dr < 33%

33% < Dr < 54%

Dr > 54%

0.15 g

Dr < 48%

48% < Dr < 73%

Dr > 73%

0.20 g

Dr < 60%

60% < Dr < 85%

Dr > 85%

0.25 g

Dr < 70%

70% < Dr < 92%

Dr > 92%

19

Pada kerikil dan tanah lempung pada umumnya tidak berpotensi mengalami likuifaksi, tetapi pada studi di RRC mencatat bahwa likuifaksi juga terjadi pada tanah lempung dengan kandungan butiran yang lebih kecil dari 0,005 mm kurang dari 15%, batas cair kurang dari 35% dan kadar air lebih dari 90% batas cairnya. Bila lempung dengan karakteristik demikian diplot dalam diagram plastisitas (plasticity chart) jatuh diatas garis A (A line), uji siklik harus dilakukan untuk menentukan potensi likuifaksi.

Pada tanah berlapis, tebal minimum lapisan permukaan agar likuifaksi pada lapisan dalam tidak menimbulkan kerusakan di permukaan ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 2.9

Tebal Minimum Lapisan Permukaan agar Likuifaksi pada Lapisan Dalam Tidak Menimbulkan Kerusakan di Permukaan (Ishihara, 1985)

20 2.2.2. ANALISA POTENSI LIKUIFAKSI

Analisa likuifaksi diperlukan untuk mengetahui besar potensi likuifaksi yang tejadi pada suatu daerah. Besarnya potensi likuifaksi ditentukan oleh jenis tanah dan besarnya gempa yang melalui daerah tersebut. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu dilakukan untuk menghitung potensi likuifaksi yang terjadi adalah menghitung tegangan siklik yang terjadi akibat gempa bumi dengan menggunakan persamaan berikut: ⎛ a ⎞⎛ γ.h ⎞ τ av ⎟rd .............................................................................. (2.6) = 0,65⎜⎜ max ⎟⎟⎜⎜ ⎟ σ' v ⎝ g ⎠⎝ σ' v ⎠

Dimana: τav = rasio tegangan siklik σ' v τ av = tegangan geser siklik amax = percepatan maksimum permukaan tanah (tabel 2.1) g

= percepatan gravitasi

rd

= faktor reduksi tegangan (gambar 2.10)

γ.h = σ v = tekanan vertikal total tanah σ' v = tekanan vertikal efektif tanah Penggunaan koefisien sebesar 0,65 disebabkan faktor konversi yang representatif untuk menyederhanakan sejarah waktu dari tegangan geser siklik gempa yang tidak beraturan menjadi bentuk tegangan geser siklik beraturan adalah 65% dari tegangan geser siklik maksimum gempa (Seed & Idriss, 1971).

21

Gambar 2.10 Grafik Faktor Reduksi Tegangan (Seed & Idriss,1971)

22

Gambar 2.11 Grafik Perbandingan (τo/σ'v) dengan N1 dan Skala Gempa (after Seed, 1979)

23 Pada dasarnya ada dua metode pendekatan untuk menghitung analisa potensi likuifaksi, yaitu: 1. Data lapangan tanah pasir pada gempa sebelumnya. 2. Penghitungan tegangan siklik lapangan dan tegangan siklik yang dapat menyebabkan terjadinya likuifaksi.

Metode analisa yang digunakan untuk mengevaluasi potensi likuifaksi pada penelitian ini adalah dengan menggunakan data hasil SPT (Standard Penetration Test) dan data hasil CPT (Cone Penetration Test).

1. Uji Penetrasi Standar (Standard Penetration Test) (Sumber: Gouw,1995)

Uji penetrasi standar (SPT) merupakan pengujian perlawanan tanah terhadap penetrasi sebuah tabung belah baja di dalam lubang bor. Tabung belah ini dimasukkan dengan menjatuhkan palu seberat 63,5 kg pada sebuah bantalan dengan tinggi jatuh sebesar 760 mm. Jumlah pukulan yang diperlukan untuk memukul tabung belah tersebut hingga memperoleh penetrasi sebesar 300 mm dari dasar lubang disebut perlawanan penetrasi SPT (N SPT). Pada pengujian SPT, alat uji terdiri dari: 1. Tabung belah SPT ISSMGE merekomendasikan bahwa tabung belah SPT harus dibuat dari baja yang diperkeras dengan kedua permukaan luar dan dalam yang halus. Diameter luarnya berukuran 51 ± 1 mm dan diameter dalamnya 35 ± 1 mm. Panjangnya minimal 457 mm.

24 Pada ujung bawah tabung belah dilengkapi dengan sepatu pancang sepanjang 76 ± 1 mm dengan diameter dalam dan diameter luar yang sama dengan tabung belahnya. Sisi luar ujung sepatu dibuat memipih kearah dalam sepanjang 19 mm dan terbuat dari bahan yang sama dengan bahan tabung belah.

Gambar 2.12

Tabung Belah Baja Uji SPT

(Sumber: Gouw, Sudah Standarkah Standar Penetration Test Kita)

2.

Batang pancang Batang pancang yang menghubungkan tabung belah SPT dengan palu pemukul harus mempunyai modulus penampang yang memadai. Batang pancang yang direkomendasikan oleh ISSMGE yang memenuhi syarat seperti pada tabel berikut: Tabel 2.4

Persyaratan Batang Pancang Uji SPT (ISSMGE, 1988)

Diameter Batang Pancang (mm)

Modulus Penampang (× 10-6 m3)

Berat Batang Pancang (kg/m)

40,5

4,28

4,33

50

8,59

7,23

60

12,95

10,03

25 3. Susunan palu pemukul Susunan palu pemukul terdiri dari: a. Palu baja seberat 63,5 ± 0,5 kg. b. Sistem pelepas palu yang menjamin palu akan jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. c. Batang pengarah yang berfungsi mengantarkan palu pemukul dari ketinggian 760 mm hingga memukul bantalan. d. Bantalan palu yang dihubungkan (dengan sistem drat sekrup) dengan kuat pada stang bor. e. Keseluruhan berat susunan palu pemukul tidak boleh lebih dari 115 kg.

26 Palu pemukul yang digunakan di satu negara dengan negara lainnya berbeda. Cara penjatuhan palu pun berbeda-beda yang dapat dibagi dalam tiga cara,yaitu: ¾ Tambang-katrol-pemutar (slip rope methode)

Gambar 2.13

Penjatuhan Palu Tambang-katrol-pemutar

(Sumber: Gouw, Sudah Standarkah Standar Penetration Test Kita)

27 ¾ Tambang dan katrol (rope and pulley)

Gambar 2.14

Penjatuhan Palu Tambang dan Katrol

(Sumber: Gouw, Sudah Standarkah Standar Penetration Test Kita)

¾ Pelepas otomatis (trigger mechanism)

Gambar 2.15

Penjatuhan Palu Otomatis

(Sumber: Gouw, Sudah Standarkah Standar Penetration Test Kita)

28 Beberapa jenis palu pemukul SPT yang cukup banyak digunakan: a. Palu dengan jarum pengarah (pin guided hammer) Jarum pengarah pada palu ini berfungsi untuk mengarahkan palu pemukul ke bantalan dibuat dalam satu kesatuan dengan palunya.

Gambar 2.16

Palu dengan Jarum Pengarah

(Sumber: Gouw, Sudah Standarkah Standar Penetration Test Kita)

b. Palu dengan selubung pengarah Palu dengan selubung pengarah menyerupai dengan sistem palu sebelumnya, hanya saja pengarah palu berupa selubung yang berjalan di luar batang pancang pada saat palu dijatuhkan. Palu ini merupakan palu standar lama (old standard hammer) yang digunakan di Inggris.

29

Gambar 2.17

Palu dengan Selubung Pengarah

(Sumber: Gouw, Sudah Standarkah Standar Penetration Test Kita)

c. Palu pengaman (safety hammer) Pada dasarnya palu pengaman menyerupai sistem palu dengan selubung pengarah, hanya saja diameter selubung pengarah sama besar dengan diameter palunya. Palu ini ditemukan dan digunakan di Amerika Serikat.

Gambar 2.18 Palu Pengaman (Sumber: Gouw, Sudah Standarkah Standar Penetration Test Kita)

30 d. Palu donut (donut or center-hole hammer) Palu donut merupakan palu berbentuk silinder dengan lubang di tengah menyerupai kue donut. Jenis palu ini terbanyak digunakan di seluruh dunia.

Gambar 2.19 Palu Donut (Sumber: Gouw, Sudah Standarkah Standar Penetration Test Kita)

Pada pengujian SPT, penggunaan tipe palu dan sistem penjatuhan palu dapat mengalami perbedaan sehingga menghasilkan nilai N SPT yang berbedabeda untuk setiap pelaksanaannya. Oleh karena itu, Seed dan kawan-kawan (Seed dkk, 1984) mengusulkan agar nilai N SPT yang diperoleh harus dinormalisasikan terhadap standar energi sebesar 60% (Es = 60). Menormalisasikan nilai N SPT dapat dihitung dengan persamaan: N ( 60 ) = N.(E r / 60) .......................................................................................... (2.7)

31 Dimana: N(60)

= normalisasi nilai N SPT lapangan ke nilai N SPT terhadap energi standar sebesar 60%

Er

= energi efektif yang bekerja pada batang pancang (Tabel 2.5)

N

= nilai N SPT lapangan

Berdasarkan jenis palu dan sistem penjatuhan palu, nilai energi efektif dan faktor koreksi yang bekerja pada batang pancang ditunjukkan pada tabel berikut : Tabel 2.5 Hasil

Pengukuran

Energi

pada

Berbagai

Sistem

SPT

(Skempton,1986; Carter & Bentley, 1991) Sistem Penjatuhan Palu Negara

Jepang Jepang Inggris Inggris RRC RRC Amerika Inggris

Sistem

Jenis Palu

Ukuran Pemutar

υ (%)

Palu

Berat bantalan (kg)

η (%)

Er ( %)

Otomatis (Tombi) T-K-P (2 putaran) Otomatis (Pilcon)

-

100

Donut

2,0

0,78

78

Kecil 130 mm

83

Donut

2,0

0,78

65

-

100

19,0

0,60

60

T-K-P (1 putaran)

Kecil 100 mm

85

3,0

0,71

60

Otomatis (Pilcon) Tambang & Katrol (Manual) T-K-P (2 putaran)

Besar 200 mm

T-K-P (2 putaran)

Kecil 100 mm

Donut (Pilcon) Selubung (old standard) Donut (Pilcon)

60

Donut 70

Pengaman (safety) Selubung (old standard)

55 2,5 3,0

0,79

55 50

T-K-P Besar 70 Donut 12,0 0,64 45 (2 putaran) 200 mm Catatan : T-K-P = Tali-Katrol-Pemutar, Ukuran tambang yang digunakan di Jepang berukuran 12-17 mm dan di Amerika berukuran 19-25 mm Amerika

32 Faktor koreksi merupakan hal yang penting dalam pengolahan data uji N SPT, beberapa adalah faktor koreksi yang digunakan adalah: a. Faktor koreksi akibat panjang batang Bila panjang batang pancang SPT kurang dari 10 m, energi yang tiba pada ujung tabung belah SPT akan berkurang sedangkan bila panjang batang pancang SPT lebih atau sama dengan 10 m, maka energi yang tiba pada ujung tabung belah sama dengan energi yang bekerja di bawah bantalan. Perbedaan banjang batang ini menyebabkan harus dilakukannya koreksi terhadap nilai N SPT. Dengan memasukkan faktor koreksi panjang batang, maka nilai N SPT menjadi: N E S = α.N.(E r / E s ) ........................................................................... (2.8) Dimana: N ES

= nilai N SPT yang telah dinormalisasi terhadap Es tertentu.

α

= faktor koreksi panjang batang pancang (tabel 2.6)

Es

= standar energi (Es = 60%)

b. Faktor koreksi akibat penggunaan pelapis Bila pada penggunaan tabung belah di bagian dalam diberikan pelapis (lining) seperti yang sering digunakan di Amerika maka nilai N SPT yang akan diperoleh lebih kurang 20% lebih besar. Untuk itu diperlukan adanya faktor koreksi terhadap nilai N SPT, seperti dalam persamaan berikut: N E s = α.β.N.(E r / E s ) ......................................................................... (2.9)

33 Dimana: β

= faktor koreksi pelapis (tabel 2.6)

c. Faktor koreksi akibat ukuran lubang bor Perbedaan penggunaan lubang bor di berbagai negara tidak sama besar, maka diperlukan adanya koreksi. Dengan digunakannya faktor koreksi, nilai N SPT menjadi: N E s = α.β.γ.N.(E r / E s ) ................................................................... (2.10) Dimana: γ

= faktor koreksi lubang bor (tabel 2.6)

Tabel 2.6

Faktor Koreksi Panjang Batang, Pelapis dan Lubang Bor (Skempton,1986) Faktor Koreksi

Notasi

Nilai Faktor Koreksi

> 10 m 6 – 10 m 4 – 6m 3 – 4m

α

SPT tanpa pelapis SPT dengan pelapis Ukuran lubang bor: 65 – 115 mm 150 mm

β

1,00 0,95 0,85 0,75 1,00 1,20 1,00 1,05

Panjang batang:

200 mm

γ

1,15

34 Contoh perhitungan faktor koreksi nilai N SPT lapangan: Pada suatu proyek yang terdapat di daerah A, dilakukan pengujian SPT oleh perusahaan X. Berikut data uji N SPT lapangan dari perusahaan tersebut: - Nilai N SPT = 10 pada kedalaman 8 m - Menggunakan peralatan SPT sistem Jepang dengan palu donut dan penjatuhan otomatis (dari tabel 2.5 diperoleh nilai Er = 78%) - Ukuran lubang bor = 150 mm (dari tabel 2.6 diperoleh nilai γ = 1,05) - SPT tanpa pelapis (dari tabel 2.6 diperoleh nilai β = 1,00) Perhitungan nilai N SPT terhadap hasil uji perusahaan X setelah dinormalisasi dengan mengambil standar energi referensi (Es) sebesar 60% adalah sebagai berikut: - Nilai N SPT lapangan : N = 10 pada kedalaman 8 m - Panjang batang pancang SPT : 8 m + 1,25 m = 9,25 m (dari tabel 2.6 diperoleh nilai α = 0,95)

Gambar 2.20

Panjang Batang Pancang SPT

(Sumber: Gouw, Sudah Standarkah Standar Penetration Test Kita)

35 - Dari persamaan (2.10) diperoleh:

N E s = α.β.γ.N.(E r / E s ) N 60 = α.β.γ.N.(E r / 60) = 0,95 × 1,00 × 1,05 × 10 × (78 / 60) = 13

Nilai N SPT yang diperoleh di lapangan perlu juga dilakukan koreksi terhadap adanya pengaruh dari tegangan efektif vertikal tanah. Nilai N SPT meningkat seiring dengan meningkatnya tegangan efektif vertikal tanah. Begitu juga pada tegangan efektif yang konstan, nilai N meningkat dengan meningkatnya kepadatan tanah. Dari hasil penelitian tersebut, dikenal dengan koreksi tegangan efektif tanah. Koreksi yang dilakukan dengan jalan menormalisasikan nilai N SPT yang diperoleh pada tegangan efektif tertentu kepada tegangan efektif sebesar 1 kg/cm2. Hasil koreksi terhadap nilai N SPT ditunjukkan dengan persamaan: N 1 = C N .N ..................................................................................................... (2.11) Dimana: N1

= koreksi nilai N SPT

CN

= faktor koreksi

N

= nilai N SPT lapangan

36 Untuk faktor koreksi, CN, digunakan persamaan (Liao dan Whitman, 1986): CN =

10 ..................................................................................................... (2.12) σ' v

Dimana: σ' v

= tegangan efektif vertikal tanah (t/m2)

Dengan dilakukannya normalisasi standar energi dan koreksi terhadap nilai N SPT , maka didapatkan persamaan: N 1( 60 ) = C N .N 60 ............................................................................................. (2.13) Dimana: N1(60) = normalisasi koreksi nilai N SPT lapangan ke nilai N SPT terhadap energi standar sebesar 60%

2.

Uji Sondir (Cone Penetration Test) Selain uji SPT, uji sondir (CPT) banyak digunakan di Indonesia. Pengujian CPT digunakan untuk mendapatkan nilai tahanan konus (qc) dan nilai tahanan gesek (fs). Nilai tahanan konus (qc) yang didapat dari hasil pengujian perlu dilakukan koreksi terhadap tekanan tanah total, seperti pada rumus: q' c = C N .q c ............................................................................................. (2.14) Dimana: q 'c

= nilai koreksi tahanan konus

CN

= faktor koreksi

qc

= nilai tahanan konus lapangan

37 Untuk mengetahui potensi likuifaksi, perhitungan dengan menggunakan data tanah dari uji CPT yang menghasilkan nilai tahanan konus diubah kedalam nilai N SPT. Jika nilai q 'c saat nilai σ'v = 1 kg/cm2, maka untuk menentukan N1 dapat digunakan persamaan berikut: q' c(σ'

v =1kg / cm

2

)

= A.N 1 ............................................................................... (2.15)

Dimana: A

= 4 atau 5 untuk pasir

Jika A = 4, maka: N1 =

q'c(σ'

v =1kg / cm

4

2

)

................................................................................. (2.16)

Dengan menggunakan pengumpulan data tanah yang diperoleh dari uji SPT dan uji CPT maka penghitungan analisa potensi likuifaksi dapat dihitung dengan mengikuti langkah sebagai berikut: 1. Hitung tegangan geser siklik ( τ av ) yang dapat terjadi akibat gempa bumi dengan menggunakan persamaan 2.6 2. Tentukan nilai (τo/σ'v) dari gambar 2.11 untuk menghitung tegangan geser normal (τo) 3. Perbandingan dari nilai tegangan geser siklik ( τ av ) dengan nilai tegangan geser normal (τo) menunjukkan adanya potensi likuifaksi atau tidak adanya potensi likuifaksi. Jika τ av > τo maka tanah berpotensi likuifaksi sedangkan jika τ av < τo maka tanah tidak berpotensi likuifaksi.

38 4. Nilai tegangan geser siklik ( τ av ) dengan nilai tegangan geser normal (τo) yang diperoleh dari hasil perhitungan kemudian diplot kedalam grafik perbandingan tegangan geser terhadap kedalaman tanah. Jika terjadi perpotongan antara nilai τ av dan τo maka tanah berpotensi mengalami likuifaksi. Sedangkan jika tidak terjadi perpotongan antara nilai τ av dan τo tanah tidak berpotensi mengalami likuifaksi. 5. Tentukan nilai N1 dari gambar 2.11 untuk menentukan nilai N batas likuifaksi. 6. Nilai N batas likuifaksi dan nilai N SPT lapangan diplot kedalam grafik perbandingan nilai N terhadap kedalaman tanah, kemudian bandingkan nilai N SPT lapangan dengan nilai N batas likuifaksi. Jika N SPT lapangan lebih kecil daripada nilai N batas likuifaksi maka tanah berpotensi likuifaksi sedangkan jika N SPT lapangan lebih besar daripada nilai N batas likuifaksi maka tanah tidak berpotensi likuifaksi.

39 Contoh perhitungan potensi likuifaksi: Sebuah wilayah yang berada pada tanah berpasir mempunyai muka air tanah yang berada pada kedalaman 3 m dari permukaan tanah. Dengan berat volume kering = 17 kN/m3 dan berat volume tanah = 19 kN/m3. Kekuatan gempa sebesar 7,5 dan percepatan maksimum permukaan tanah sebesar 0,15 g. γd = 17 kN/m3

MAT

3,0

3,0 N-SPT

γ γw M amax

= 19 kN/m3 = 10 kN/m3 = 7,5 = 0,15 g

Gambar 2.21 Data Tanah Contoh Perhitungan Potensi Likuifaksi

Diketahui: Tabel 2.7

Contoh Nilai N SPT Berdasarkan Kedalamannya Kedalaman (m)

N (blows/ft)

1,5 3,0 4,5 6,0 7,5 9,0 10,5

6 8 10 14 16 20 20

40 Penyelesaian perhitungan: 1. Perhitungan tegangan geser normal (τo) Tabel 2.8 Contoh Perhitungan Tegangan Geser Normal Kedalaman N Tegangan Vertikal (m) (blows/ft) Efektif (kN/m2)

CN

N1 (blows/ft)

(τo/σ'v)

τo (kN/m2)

1,5

6

25,5

1,98

12

0,135

3,44

3,0

8

51,0

1,40

11

0,125

6,38

4,5

10

64,5

1,25

12

0,135

8,71

6,0

14

78,0

1,13

16

0,175

13,65

7,5

16

91,5

1,05

17

0,190

17,39

9,0

20

105,0

0,98

20

0,220

23,10

10,5

20

118,5

0,92

18

0,205

24,29

¾ Hitung tekanan vertikal efektif tanah ( σ' v ) pada kedalaman 6 m :

σ'v = (17 × 3) + [(19 − 10) × (6 − 3)] = 78 kN / m 2 ¾ Hitung nilai CN (persamaan 2.10)

σ' v = 78 KN / m 2 = 7,8 t / m 2 CN =

10 10 = = 1,13 σ' v 7,8

¾ Hitung nilai N1 (persamaan 2.9) N 1 = C N .N = 1,13 × 14 = 15,85 ≈ 16

41 ¾ Gunakan grafik pada gambar 2.11 untuk mendapatkan nilai (τo/σ'v) pada

kedalaman 6 m. Dengan cara tarik garis dari nilai N lapangan sebesar 14 hingga menyentuh kurva M = 7,5 lalu dari kurva tarik garis hingga mendapatkan nilai (τo/σ'v) sebesar 0,175.

0,175

14

Gambar 2.22 Nilai (τo/σ'v) Berdasarkan Kedalaman 6 m

¾ Hitung nilai τo

τO =

τO × σ'V σ'V

= 0,175 × 78 = 13,65 kN / m 2

42 2. Perhitungan tegangan geser siklik ( τ av ) Tabel 2.9 Contoh Perhitungan Tegangan Geser Siklik Kedalaman (m)

Tegangan Vertikal Total (kN/m2)

amax/g

Rd

τav (kN/m2)

1,5

25,5

0,15

0,99

2,46

3,0

51,0

0,15

0,98

4,87

4,5

79,5

0,15

0,96

7,44

6,0

108,0

0,15

0,94

9,89

7,5

136,5

0,15

0,92

12,24

9,0

165,0

0,15

0,90

14,48

10,5

193,5

0,15

0,86

16,22

¾ Hitung tekanan vertikal total tanah ( σ v ) pada kedalaman 6 m :

σ'v = (17 × 3) + [19 × (6 − 3)] = 108 kN / m 2 ¾ Gunakan grafik pada gambar 2.10 untuk mendapatkan nilai faktor reduksi

(rd). Dengan cara tarik garis dari kedalaman 6 m hingga kurva nilai tengah,lalu dari kurva tarik garis untuk mendapatkan rd sebesar 0,94.

43

0,94

Nilai Tengah 6m

Gambar 2.23

Nilai rd Berdasarkan Kedalaman 6 m

¾ Hitung nilai τav (persamaan 2.6)

⎛ a ⎞⎛ γ.h ⎞ τav ⎟⎟rd = 0,65⎜⎜ max ⎟⎟⎜⎜ σ' v ⎝ g ⎠⎝ σ'v ⎠ ⎛a ⎞ τav = 0,65⎜⎜ max ⎟⎟ γ.h.rd ⎝ g ⎠ = 0,65 × 0,15 × 108 × 0,94 = 9,89 kN / m 2

44 Setelah mendapatkan nilai tegangan geser siklik ( τ av ) dengan nilai tegangan geser normal (τo), kemudian plot ke dalam grafik seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.24 berikut:

Gambar 2.24

Perbandingan Tegangan Normal dan Tegangan Siklik

45 3. Perhitungan nilai N batas likuifaksi ¾

Gunakan persamaan (2.6): τ av ⎛a = 0,65⎜⎜ max σ' v ⎝ g

¾

⎞⎛ γ.h ⎞ ⎟⎟rd ⎟⎟⎜⎜ σ ' ⎠⎝ v ⎠

Untuk mencari N SPT batas terjadinya likuifaksi τav diubah menjadi τo, sehingga persamaan menjadi: τo ⎛a = 0,65⎜⎜ max σ' v ⎝ g

Tabel 2.10 Kedalaman (m)

1,5 3,0 4,5 6,0 7,5 9,0 10,5

⎞⎛ γ.h ⎞ ⎟⎟rd ⎟⎟⎜⎜ ⎠⎝ σ' v ⎠

Tabel Perhitungan Nilai N SPT Batas Likuifaksi Tegangan Tegangan Vertikal Total Vertikal Efektif (kN/m2) (kN/m2) 25,5 25,5 51,0 79,5 108,0 136,5 165,0 193,5

51,0 64,5 78,0 91,5 105,0 118,5

Rd

(τo/σ'v)

N1

0,99

0,108 0,106 0,124 0,134 0,140 0,142 0,142

9 9 10 11 11 11 11

0,98 0,96 0,94 0,92 0,90 0,86

¾ Tegangan vertikal efektif tanah ( σ' v ) pada kedalaman 6 m sebesar 78 kN/m2 ¾ Nilai faktor reduksi (rd) pada kedalaman 6 m sebesar 0,94 ¾ Hitung nilai (τo/σ'v) pada kedalaman 6 m :

⎛ a ⎞⎛ γ.h ⎞ τo ⎟⎟rd = 0,65⎜⎜ max ⎟⎟⎜⎜ g ' σ' v σ ⎝ ⎠⎝ v ⎠ ⎛ 19 × 6 ⎞ = 0,65(0,15)⎜ ⎟(0,94) ⎝ 78 ⎠ = 0,108

46 ¾ Gunakan grafik pada gambar 2.11 Untuk mendapatkan nilai N1. Dengan cara

tarik garis dari nilai (τo/σ'v) sebesar 0,108 hingga menyentuh kurva M = 7,5 lalu dari kurva tarik garis hingga mendapatkan nilai N1 sebesar 11.

0,108

11

Gambar 2.25

Nilai N1 Batas Terjadinya Likuifaksi pada Kedalaman 6 m

¾ Nilai N1 yang diperoleh kemudian diplot dalam grafik. Dari gambar 2.26

dapat dilihat bahwa data N1 lapangan lebih besar dari nilai N batas terjadinya likuifaksi.

47

Gambar 2.26 Grafik Nilai N Batas Likuifaksi Terhadap Nilai N SPT Lapangan

Pada gambar 2.24, nilai tegangan geser siklik ( τ av ) lebih kecil dibandingkan nilai tegangan geser normal (τo) dan pada gambar 2.26 nilai N SPT lapangan lebih besar dibandingkan nilai N batas likuifaksi. Oleh karena itu, tanah tersebut tidak berpotensi mengalami likuifaksi.

48 2.3.

PROGRAM LEMBAR KERJA (SPREAD SHEET)

Program lembar kerja (spread sheet) adalah program aplikasi komputer yang mensimulasikan suatu lembar kerja. Program ini menampilkan sejumlah sel yang secara kesatuan membentuk grid yang terdiri dari kolom dan baris. Setiap sel dapat berisi huruf teks atau angka. Sel tersebut juga dapat berisi rumus yang mendifinisikan suatu perhitungan matematis berdasarkan isi sel lain atau kombinasi dari banyak sel yang dapat diperbaharui setiap waktu. Perangkat lunak untuk mengolah data yang digunakan adalah Microsoft Excel.

Microsoft Excel atau Microsoft Office Excel adalah sebuah program aplikasi lembar kerja (spread sheet) yang dibuat dan didistribusikan oleh Microsoft Corporation untuk sistem operasi Microsoft Windows dan Mac OS. Aplikasi ini memiliki fitur kalkulasi dan pembuatan grafik. Program ini, merupakan program spread sheet paling banyak digunakan oleh berbagai pihak, baik di platform PC

berbasis Windows maupun platform Macintosh berbasis Mac OS, sejak versi 5,0 diterbitkan pada tahun 1993. Aplikasi ini merupakan bagian dari Microsoft Office Sistem dan versi terakhir adalah versi Microsoft Office Excel 2007 yang diintegrasikan di dalam paket Microsoft Office Sistem 2007.

View more...

Comments

Copyright � 2017 NANOPDF Inc.
SUPPORT NANOPDF