Bab 7 - Translators Cafe

January 8, 2018 | Author: Anonymous | Category: Seni & Humaniora, Religious Studies, Islam
Share Embed Donate


Short Description

Download Bab 7 - Translators Cafe...

Description

Bab 7 “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan..” [Quran 110:1]

Sebagaimana telah dikisahkan sebelumnya, kedua suku Mekkah telah menyetujui perjanjian Hudaibiya. Pihak yang terlibat dalam perjanjian adalah suku Khuza’a yang merupakan kaum Muslimin dan Bani Bakr yang terdiri atas kaum Quraish. Kedua suku ini sebenarnya memiliki dendam lama sejak era PraIslam, yang mana sedikit terlupakan selama beberapa tahun ini. Banyak pihak memperkirakan, bahwa ketika keduanya bersedia mengikat perjanjian, maka perdamaian akan hadir diantara keduanya. Akan tetapi ternyata tidaklah demikian. Bani Bakr berupaya mengobarkan permusuhan kembali. Mereka mengatur sebuah serbuan malam terhadap Khuza’a yang mana secara rahasia dibantu oleh Kaum Quraish, yang tidak hanya mempersenjatai mereka, namun juga mengutus beberapa kesatria terpilih mereka, yaitu Irimah dan Safwan bin Umayyah. Dalam penyerbuan ini, dua puluh anggota suku Khuza’a terbunuh. Utusan dari Khuza’a kemudian berangkat menuju Madinah guna mengabarkan kepada Rasulullah

tentang pelanggaran gencatan senjata yang

semena-mena ini. Utusan ini meminta untuk bertemu dengan perwakilan berbagai suku dan juga kaum Muslimin serta memohon bantuan. Abu Sufyan tidak merasa senang oleh bantuan yang diberikan oleh kaum Quraish dalam penyerbuan ini. Ia kini tengah resah karena ia sesungguhnya tidak pernah ingin melanggar perjanjian damai. Pemimpin kaum Quraish ini juga takut akan pembalasan kaum Muslimin. Oleh karena itu, ia melakukan perjalanan ke Madinah untuk menegosiasikan perjanjian baru. Setibanya di Madinah, mulanya ia menjumpai putrinya, Umm Habiba, istri Rasulullah. Malang baginya, sang putri memalingkan wajah dengan dingin. Berikutnya Abu Sufyan dengan susah payah menjumpai Rasulullah dan berbicara dengan beliau, mengajukan perjanjian baru, akan tetapi Nabi SAW tetap diam. Tindakan beliau ini lebih menakutkan dan meresahkan bagi Abu Sufyan daripada kalimat ancaman dan kemarahan apapun juga.

Tak tahu bagaimana harus menghadapi Rasulullah SAW, Abu Sufyan kemudian memutuskan untuk meminta bantuan para Sahabat. Ia mengunjungi Abu Bakar sembari mengajukan permohonan bahwa ia ingin meminta kesempatan untuk berbicara dengan Nabi SAW guna mengajukan perjanjian baru, akan tetapi Abu Bakar menolak. Kemudian Abu Sufyan menemui Umar, yang mana dengan ekpresi laksana siap berperang, menjawab, “Demi Allah, bila meskipun aku hanya memiliki balatentara semut, tetap aku akan berperang dengan engkau!” Abu Sufyan lalu menuju ke kediaman Ali, dan setelah berbicara dengan Fatimah, ia menemui Ali. “Bila sang Utusan Allah telah berkehendak,” ucap Ali, “Maka tak ada sesuatu yang dapat mengalihkan kehendaknya..” “Kemudian apakah yang dapat engkau sarankan?” Tanya Abu Sufyan. “Engkau adalah pimpinan Quraish, wahai Abu Sufyan! Ciptakanlah perdamaian antar orang-orangmu.” 1 Saran ini bisa diinterpretasikan bermacam-macam, akan tetapi entah kenapa Abu Sufyan justru merasa lebih merasa lega dibanding dengan ketika mengunjungi sahabat Nabi lainnya. Tak tahu apalagi yang bisa dilakukannya, Abu Sufyan kembali ke Makkah. Ia tidak mendapatkan apapun jua dari kunjungannya ke Madinah tersebut. Segera setelah kepergian Abu Sufyan, Rasulullah memerintahkan sebuah operasi berskala besar. Apa yang beliau inginkan adalah mempersiapkan dan menggerakkan pasukan dengan kecepatan yang luar biasa sembari melakukan pengamatan mendetail dan seksama sehingga Quraish tidak akan menyadari kedatangan kaum Muslimin sampai mereka tiba di depan pintu rumah mereka. Sehingga kaum Quraish tak akan punya waktu untuk mengorganisir bala tentara lainnya dengan meminta bantuan suku-suku tetangga guna menghadapi pasukan Muslim. Ketika persiapan pasukan tengah dilaksanakan, Rasulullah baru menyadari bahwa ada seorang wanita tengah berkuda menuju Makkah dengan sepucuk surat guna memperingatkan warga Makkah tentang persiapan tentara Muslim. Beliau kemudian mengirimkan Ali dan Zubair agar mengejar sang 1

Ibn Hisham: Vol.2 h.396-7

wanita. Kedua pria gagah berhasil menangkap sang wanita, menemukan pesan tersebut, kemudian membawanya kembali ke Madinah beserta sang pembawa pesan. Bala tentara Muslim mulai diberangkatkan dari Madinah pada tanggal 1 Januari 630 M (8 Ramadan Hijriyah). Banyak perwakilan dari suku-suku Muslim bergabung dengan Rasulullah di Madinah, dan bertambah lagi perwakilan sukusuku lainnya sepanjang perjalanan. Dalam hal ini, bala tentara Muslim segera bertambah jumlahnya hingga mencapai 10,000 pejuang. Dengan kekuatan ini, Nabi Saw tiba di Marr-uz-Zahran, 10 mil sebelah barat laut Makkah, tanpa satupun orang Quraish yang mengetahui pergerakan ini.2 Ini merupakan pergerakan pasukan Muslim tercepat yang pernah dilakukan. Abbas, paman Nabi SAW, telah masuk Islam serta menerima kebenaran Tauhid. Ketika pasukan Muslim tiba di Juhfa, mereka berjumpa dengan Abbas dan keluarganya yang kebetulan tengah dalam perjalanan menuju Madinah. Hal Islamnya Abbah telah membahagiakan hati Rasulullah, yang selama ini amat dekat dan dalam hubungannya dengan Abbas. Ketika kaum Muslimin tiba di Marr-uz-Zahran, Abbas menjadi sangat khawatir akan nasib penduduk Makkah. Ia takut bahwa bila Muslim mengambil alih Makkah dengan kekuatan, maka tindakan ini akan berujung pada hancurnya kaum Quraish. Maka ia mendekat pada bagal yang ditunggangi oleh Rasulullah, untuk meminta izin Rasulullah guna memperingatkan Quraish akan akibatnya bila bersikap keras kepala mempertahankan diri serta ingin membujuk mereka untuk berdamai dengan kaum Muslimin. Saat itu, Abu Sufyan terlihat keluar Makkah untuk melakukan pengawasan karena rasa khawatirnya akan serangan kaum Muslimin. Abbas yang tengah menuju Makkah dalam misinya, kemudian menjumpai Abu Sufyan. “Apakah berita yang akan engkau sampaikan, wahai Abu Fadhl?” tanya Abu Sufyan.

2

Marr-uz-Zahran adalah sebuah lembah kecil yang sisi dataran rendahnya menjadi Wadi Fatimah dan melintasi jalan raya Jeddah_Makkah saat ini, sekitar 20 mil dari Makkah.

“Rasulullah,” jawab Abbas, “datang dengan bala tentara berjumlah 10,000 prajurit.” “Lalu apa yang sebaiknya kami lakukan?” “Jika pasukan Muslim menaklukkan Makkah dengan kekerasan, maka pastilah mereka akan memenggal kepala kalian semua. Ikutlah bersamaku menemui Rasulullah, dan aku akan memohonkan kepadanya untuk mengampuni nyawamu.” Abu Sufyan kemudian naik ke atas bagal berboncengan dengan Abbas, maka mereka berdua pun menuju ke perkemahan prajurit Muslim, tiba setelah senja. Pada malam itu, Umar adalah pengawas dan tengah berpatroli keliling perkemahan untuk meminta para penjaga meningkatkan kewaspadaan. Ialah yang pertama menyaksikan kedua orang ini dan berseru: “Ah! Abu Sufyan, musuh Allah! Segala puji bagi Allah bahwa engkau telah hadir di perkemahan kami tanpa jaminan keamanan.” Umar kemudian berlari ke kemah Rasulullah, dan Abbas, yang sudah menduga tindakan Umar, mempercepat laju bagalnya. Mereka bertiga dengan segera tiba ke kemah Rasulullah, dan kemudian timbullah perdebatan panas antara Umar dan Abbas. Umar memohon izin untuk memenggal kepala sang musuh Allah, sementara Abbas bersikeras bahwa ia telah menjanjikan perlindungan terhadap Abu Sufyan, sehingga ia tidak boleh dilukai hingga kata-katanya didengarkan. Rasulullah membubarkan mereka bertiga dan meminta mereka bertiga kembali lagi menghadap keesokan paginya. Abbas kemudian membawa Abu Sufyan ke tendanya, dimana Abu Sufyan menghabiskan malam tanpa bisa memicingkan mata sedikitpun

karena bertanya-tanya akan nasib

yang

diterimanya. Ketika pagi menjelang, Abbas serta Abu Sufyan menuju ke tenda Rasulullah SAW, dimana beliau menyaksikan mereka tiba sembari berkata, “Seseorang telah datang dengan tujuan untuk menjadi Muslim, tapi sesungguhnya bukanlah Muslim dari hatinya.” Ketika mereka berdua tiba di tenda tersebut, Nabi SAW bertanya, “Wahai Abu Sufyan! Apakah engkau tahu bahwa tiada Tuhan selain Allah?”

“Aku kini baru saja menyadarinya. Jika ada dewa lain sebagaimana apa yang aku yakini, benar-benar ada, maka ia pasti disini untuk menyelamatkan diriku.” “Dan tahukah engkau bahwa aku adalah Utusan Allah?” Ini merupakan momen terburuk bagi Abu Sufyan. Ia sangat bangga sebagai pimpinan Quraish, salah satu yang paling terhormat di sukunya, keturunan dari Umayyah. Ia selalu menganggap dirinya tak terbandingkan, dan dalam hal ini ia ada benarnya. Ia secara nyata adalah penguasa Makkah – seseorang yang dihormati dan dijunjung tinggi oleh warga Makkah. Kini ia berdiri bagaikan hamba sahaya di hadapan seorang manusia yang pernah ingin ia bunuh serta ia perangi selama bertahun-tahun, yang kehancurannya diharapkan olehnya hingga ke tulang sumsum. “Mengenai hal tersebut,” jawab Abu Sufyan, “Ada sedikit keraguan dalam pikiranku,” Abbas berpaling dengan murka kepada Abu Sufyan. “Celakalah engkau, Abu Sufyan!” Ia mendesis. “Bersaksilah atau kepalamu akan dipenggal!” “Aku bersaksi”, ujar Abu Sufyan dengan segera, “bahwa muhammad adalah Utusan Allah!” Abbas kini berbisik ke telinga Rasulullah tanpa didengar oleh Abu Sufyan. “Wahai Utusan Allah,” ia berkata pelan, “Abu Sufyan adalah seseorang yang berharga diri tinggi. Ia memiliki martabat dan harga diri. Bersediakah engkau untuk sedikit memberikan kehormatan atas dirinya?”3 Saat itu Rasulullah kemudian bersabda, “Siapapun yang masuk ke rumah Abu Sufyan akan dijamin keselamatannya.” Wajah Abu Sufyan terangkat. Ia merasa dihormati oleh Muhammad. Rasulullah kemudian melanjutkan: “Siapapun yang mengunci pintu rumahnya akan selamat. Siapapun yang tetap berada dalam masjid akan dijamin keselamatannya.”

3

Ibn Hisham: Vol.2 h.402-5, Ibn Sadp. 644; Waqidi: Maghazi: h. 327-31

Abu Sufyan kemudian kembali ke Makkah dimana kemudian orang-orang berkumpul, menunggu kabar akan nasib mereka. Abu Sufyan memberikan pengumuman di hadapan kerumunan orang tersebut: “Wahai kaum Quraish! Muhammad telah tiba dengan kekuatan yang tak akan mungkin kalian tandingi. Bersaksilah atasnya dan kalian akan selamat. Siapapun yang masuk ke dalam rumahku akan dijamin keselamatannya.” Ini menimbulkan gerutuan di kalangan orang-orang yang hadir. “Dan berapa orangkah yang kira-kira bisa masuk ke rumah anda?” Orang-orang bertanya dengan nada menyindir. Abu Sufyan kemudian menambahkan, “Siapapun yang tetap tinggal di rumahnya dan mengunci pintunya maka akan selamat. Siapapun yang tetap berada di dalam masjid akan dijamin keselamatannya.” Pengumuman ini memuaskan kerumunan tersebut, akan tetapi tidak menyenangkan istrinya, Hind. Ia meraung bagaikan seekor kucing liar, menampar wajah Abu Sufyan dan menjambak janggutnya. “Bunuh saja si tua gendut bodoh ini!” ia menjerit di tengah-tengah kerumunan. “Ia telah berpaling dari kita!” Karena bobot tubuh Hind tidaklah ringan, hal itu pastilah benar-benar menyakitkan bagi Abu Sufyan. Namun, ia akhirnya berhasil melepaskan diri dan berjalan menjauh menuju ke rumahnya. Prajurit Muslim sebenarnya berharap akan ada perlawanan ketika mereka masuk ke Makkah. Mereka tak pernah menduga bahwa ini akan menjadi operasi damai meskipun Rasulullah sejatinya memang berharap agar tak ada darah yang ditumpahkan. Dengan adanya anti-Muslim garis keras seperti Ikrimah dan Safwan, memang apapun bisa tak terduga. Karena itulah rencana Rasulullah sebelumnya adalah menaklukkan Makkah dengan sebuah operasi militer. Makkah terletak di Lembah Ibrahim dan dikelilingi oleh bukit-bukit berwarna hitam, keras dan kasar yang menjulang hingga 1,000 kaki di atas dataran lembah. Kota tersebut memiliki empat jalur utama, masing-masing melintasi bukit-bukit tersebut. Rute ini terbentang mulai dari jalur barat laut (hampir mendekati arah utara), barat daya, Selatan, dan timur laut. Rasulullah membagi pasukannya menjadi empat kelompok, masing-masing menutup satu jalur. Kelompok pasukan utama dikomandani oleh Abu Ubaidah, dimana Rasulullah sendiri bersamanya untuk memasuki Makkah dari jalur utama, yaitu barat laut,

melewati Azakhir. Pasukan kedua dipimpin oleh Zubair, direncanakan untuk masuk dari sisi barat daya, melewati perbukitan Kuda. Kelompok ketiga, dipimpin oleh Ali, akan masuk dari selatan, melalui Kudai; dan yang keempat, di bawah komando Khalid yang akan masuk dari sisi timur laut, melewati Lait dan Khandama. Pergerakan pasukan dari empat sisi menuju satu titik tunggal tersebut bertujuan untuk memecah musuh ke dalam bagian-bagian kecil dan juga memaksa mereka menyebar, sehingga mereka tidak akan bisa mengkonsentrasikan pertempuran pada satu titik sumbu saja. Terlebih lagi, bahkan bila musuh berhasil menahan laju salah satu kelompok pasukan, maka penyerang akan menyerbu dari sisi lain dan kemudian akan bisa mengepung musuh yang bertahan. Taktik ini memiliki probabilitas keberhasilan yang tinggi. Semua persiapan dilaksanakan untuk melaksanakan taktik ini. Termasuk juga mencegah kaburnya kaum Quraish; akan tetapi kemudian pada prakteknya, ketika kepungan sedikit mengendur, beberapa orang berhasil melarikan diri dari Kota Makkah. Nabi SAW menekankan bahwa tidak boleh ada pertempuran, terkecuali bila ada perlawanan dengan menggunakan senjata oleh kaum Quraish. Beliau juga memerintahkan agar tidak boleh ada pembunuhan bagi mereka yang terluka, tak ada pengejaran bagi mereka yang melarikan diri, dan tak ada pembunuhan bagi mereka yang ditangkap. Pendudukan Makkah terjadi pada tanggal 11 Januari 630 M (20 Ramadan 8 Hijriyah). Pendudukan ini terbukti merupakan operasi yang berlangsung damai tanpa menumpahkan darah kecuali di sektor Khalid. Ikrimah dan Safwan telah bersatu memimpin sekelompok Quraish garis keras dan beberapa anggota suku lain serta memutuskan untuk melawan pasukan Muslim. Mereka menjumpai kelompok pasukan Khalid di Khandama dan ini sebenarnya merupakan hal yang baru dan aneh bagi Khalid. Dua pimpinan musuh yang berhadapan dengannya di medan perang tadinya adalah sahabat tersayangnya, Ikrimah dan Safwan; bahkan Safwan adalah suami dari saudari Khalid, Faktah. Namun, Islam telah mengubah hubungan tersebut, karena mereka yang kafir bukanlah sahabat atau saudara dari kaum Muslimin, meskipun di masa lalu demikian.

Pasukan Quraish membuka serangan dengan busur dan anak panah, kemudian menghunus pedang masing-masing untuk menyerbu; Inilah sebenarnya yang diharap-harapkan oleh Khalid. Ia menyerbu ke posisi kelompok Quraish, dan setelah pertempuran jarak dekat yang menegangkan, kaum Quraish terdesak mundur. Dua belas prajurit Quraish terbunuh dan hanya memakan korban dua orang dari pasukan Muslim. Ikrimah dan Safwan melarikan diri dari adu senjata tersebut. Ketika Rasulullah mengetahui kejadian ini serta mengetahui bahwa ada sejumlah orang kafir terbunuh, beliau merasa kecewa atas Khalid. Beliau mengharapkan tiadanya pertumpahan darah, dan begitu mendapati kekejaman Khalid, beliau khawatir bahwa Khalid akan memulai pertikaian militer dengan mereka.

Khalid

kemudian

diperintahkan

untuk

mundur

dan

diminta

bertanggungjawab atas tindakannya. Namun kemudian penjelasannya bisa diterima oleh Nabi SAW, yang kemudian mengakui bahwa Khalid telah melakukan tindakan yang tepat. Beliau memaklumi bahwa Khalid jelas akan menyerang lebih ganas apabila ia diserang. Itu sudah menjadi sifatnya secara alamiah. Akan susah untuk mengubah karakter tersebut. Segera setelah Makkah ditaklukkan oleh prajurit Muslim, Rasulullah, beranjak menuju Kabah dan mengitari rumah Allah tersebut sebanyak tujuh kali. Ini merupakan momen yang agung dalam kehidupan Muhammad. Telah tujuh tahun berlalu semenjak beliau meninggalkan Makkah sebagai pelarian dengan Quraish mengejar-ngejar beliau, haus akan darah beliau. Muhammad kini tak lagi adalah pelarian. Muhammad telah kembali, dan beliau telah kembali sebagai penguasa Makkah di bawah telapak kakinya. Prajurit Quraish gemetaran tatkala mereka menunggu di masjid, karena mereka telah sama tahu betapa kejamnya adat pembalasan dendam di antara suku-suku Arab. Rasulullah berbalik dan menatap kaum Quraish. Sejenak melintas sebuah kesunyian panjang ketika mereka yang berkumpul menatap ke arah Rasulullah SAW, bertanya-tanya akan nasib mereka nantinya. “Wahai kaum Quraish!” Seru Rasulullah SAW. “Bagaimana semestinya aku memperlakukan engkau?”

“Perlakukanlah kami dengan baik wahai saudara kami yang terhormat serta putra dari saudara kami yang mulia!” Kerumunan tersebut menjawab. Rasulullah tersenyum, “Maka pergilah! Kalian semua telah aku maafkan.”4 Rasulullah kini memasuki Kabah dan menyaksikan berhala berjajar di sepanjang dinding dengan beraneka bentuk dan ukuran. Di sekitar Kabah terdapat 360 berhala yang dipahat dengan kayu atau bebatuan, termasuk patung Ibrahim yang menggenggam anak panah suci. Rasulullah menggenggam sebilah kayu besar di genggaman tangannya. Beliau menghela nafas, lalu dengan pukulan keras serta menggelegar, beliau memecahkan semua berhala tersebut hingga berkepingkeping. Ketika tugas tersebut telah dilaksanakannya, beliau merasakan laksana sebuah beban berat telah diangkat dari bahunya. Kabah telah dibersihkan dari dewa-dewa palsu; kini hanya Allah Yang Maha Benar satu-satunya yang akan disembah di Rumah Allah. Nabi Saw dengan penuh kebahagiaan berseru (menyerukan Ayat Al Quran) membahana dari atas Kabah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap."5 Beberapa hari setelahnya dihabiskan untuk melakukan konsolidasi serta pengorganisasian ulang. Sebagian besar warga Makkah menerima Islam dan bersumpah setia kepada Utusan Allah. Sebelum masuk ke dalam Makkah, Rasulullah telah mengumumkan namanama 10 orang – terdiri atas 6 orang pria dan 4 orang wanita yang wajib dibunuh apabila melihatnya, bahkan meskipun mereka berlindung di dalam Kabah. Kesepuluh orang ini adalah mereka yang dalam istilah modern sekarang ini disebut sebagai ‘penjahat perang’. Mereka adalah para murtadin atau orang yang ikut ambil bagian baik secara langsung maupun tak langsung atas penyiksaan dan penghianatan kepada kaum Muslimin. Di pucuk daftar tersebut tertulis nama Ikrimah. Hind, istri dari Abu Sufyan juga salah satu orang diantaranya. Ketika ia melarikan diri dari pertempuran melawan Khalid, Ikrimah bersembunyi di dalam kota, dan manakala pasukan Muslim mengendurkan kewaspadaan mereka, ia meloloskan diri dan kabur ke Yemen dengan tujuan naik 4 5

Ibn Hisham: Vol.2, h.412 Ibid. Vol.2, h.417; Quran: 17:81

kapal ke Abyssinia. Namun, istri Ikrimah, telah menjadi Muslim dan mengajukan permohonan pengampunan atas kasus suaminya kepada Rasulullah yang kemudian bersedia untuk mengampuni nyawanya. Wanita ini dengan segera menuju Yemen, dimana ia menemukan suaminya dan berhasil membujuknya untuk kembali. Setibanya di Makkah, Ikrimah langsung menghadap Rasulullah SAW dan berkata, “Akulah salah seorang yang keliru, dan kini telah bertobat. Ampunilah aku!”6 Rasulullah menerima permohonannya, dan Ikrimah pun bergabung dalam persaudaraan Islam. Safwan bin Umayyah, meskipun tidak dimasukkan dalam daftar ‘penjahat perang’, ketakutan akan keselamatan nyawanya dan melarikan diri ke Jeddah dengan tujuan menyeberangi Laut Merah dan mengajukan suaka ke Abyssinia. Seorang temannya, meminta kepada Nabi SAW untuk mengampuni nyawa Safwan serta menerima tokoh Quraish tersebut untuk kembali. Nabi SAW tidak pernah berniat untuk membunuh Safwan dan menyatakan bahwa beliau akan menerima kembalinya Safwan dengan tangan terbuka. Sang teman kemudian pergi menuju Jeddah serta membawa Safwan kembali. Keturunan Umayyah ini kemudian bersaksi dan meminta ampun kepada Nabi SAW, tapi tindakan tersebut merupakan permintaan pribadi dan politik. Sedangkan untuk Islam, ia meminta Nabi SAW memberikan tangguh dua bulan, agar ia dapat mengubah pikirannya serta menerima Islam seutuhnya. Nabi SAW memberikan waktu empat bulan kepadanya. Diantara para penjahat perang tersebut, hanya tiga orang pria dan dua orang wanita yang terbunuh. Sisanya diampuni, termasuk juga Hind, serta kemudian menjadi Muslim. Setelah menghancurkan berhala-berhala yang berada di Kabah, Rasulullah mengirimkan pasukan ekspedisi kecil ke wilayah-wilayah di sekelilingnya dimana berhala lain berada dalam kuil-kuil kecil lokal. Khalid dikirim ke Nakhla untuk

6

Waqidi: Maghazi, h.332

menghancurkan Uzza, yang dianggap sebagai dewi paling agung. Ia melakukannya dengan ditemani oleh 30 pasukan berkuda.7 Nampaknya terdapat dua buah Uzza, Uzza yang asli dan palsu. Khalid terlebih dahulu menjumpai yang palsu dan menghancurkannya, kemudian kembali kepada Nabi SAW untuk melaporkan keberhasilan tugasnya. “Apakah engkau melihat hal yang terasa tak biasa?” Rasulullah bertanya. “Tidak” “Maka

engkau

belum

menghancurkan

Uzza”,

ujar

Rasulullah.

“Berangkatlah kembali.” Merasa marah dan gemas atas kesalahannya sendiri, Khalid sekali lagi berkuda menuju Nakhla, dan kali ini ia menjumpai Uzza yang sesungguhnya. Para penjaga dan pemuja kuil Uzza telah melarikan diri demi nyawa mereka, akan tetapi sebelum meninggalkan dewi mereka, pendeta kuil tersebut menggantungkan pedang di leher Uzza berharap bahwa sang berhala kemudian akan membela dirinya sendiri. Ketika Khalid memasuki kuil tersebut, ia berhadapan dengan seorang perempuan berkulit hitam telanjang dan meratap. Khalid tidak berhenti meskipun wanita itu berupaya merayu dirinya dan melindungi berhala tersebut. Dengan satu tebasan yang kuat, Khalid mengayun pedang untuk membunuh wanita tersebut. Ia kemudian memecahkan berhala tersebut berkeping-keping, kemudian kembali ke Makkah untuk melaporkan apa yang ia saksikan dan alami. “Ya,” ujar Nabi SAW, “Itulah Uzza; dan janganlah pernah lagi ia disembah di tanah ini.”8 “Turunkanlah lengan kalian!” perintah Khalid. “Orang-orang lain telah masuk Islam, maka tak perlu bagi engkau untuk mengangkat senjata.” Salah seorang dari Bani Jazima berseru kepada rekannya: “Ini adalah Khalid, putra Al Waleed. Waspadailah ia! Setelah menurunkan senjata, maka

Terdapat Lembah Nakhla Valley, kini dikenal sebagai Wadi’ul-Yamaniya, yang mana dapat dicapai melalui jalan utama antara Makkah dan Taif; dan disanalah terletak Nakhla, dimana Dewi Uzza, berada di sebelah utara dari Wadi-ul-Yamaniya. Jaraknya adalah sekitar 4 atau 5 mil sebelah selatan dari Bir-ul-Batha di zaman modern ini 8 Ibn Sad: h.657 7

tangan kalian akan terikat dan setelah tangan kalian terikat, maka akan ada kepala yang melayang!”9 Sebenarnya, ada pertikaian lama antara klan Khalid dengan Bani Jazima. Dalam masa pra-Islam, sebuah rombongan kereta Quraish kecil telah melakukan perjalanan kembali dari Yemen. Penumpang kereta kuda tersebut disergap oleh Bani Jazina yang kemudian menjarah rombongan tersebut serta membunuh dua orang penting yang terdapat di rombongan tersebut, yaitu Auf, ayah dari AbdurRahman bin Auf, dan Fakiha, putra dari Al Mugheerah, paman dari Khalid. Abdur-Rahman kemudian membunuh orang yang telah merampas nyawa ayahnya, akan tetapi kematian Fakiha belum lagi terbalaskan. Kesemua ini, terjadi selama masa Jahiliyah. Orang-orang Bani Jazima kini mulai menentang orang yang memprovokasi mereka agar melawan Khalid. “Apakah engkau ingin kami terbantai disini?” Mereka bertanya. “Semua suku telah tunduk di bawah lengannya dan telah menjadi Muslim. Perang telah usai.”10 Setelah perdebatan yang berlangsung sesaat, seluruh suku tersebut menurunkan senjata mereka. Penyebab apa yang terjadi selanjutnya tidak begitu jelas. Mungkin Khalid sesaat teringat oleh kekejaman suku tersebut pada masa Jahiliyah (Khalid baru saja menjadi Muslim beberapa bulan sebelumnya). Di sisi lain mungkin, ada semangat Islam yang berlebihan dalam hati Khalid dan ia menyangsikan kebenaran Ketauhidan suku tersebut. Ketika orang-orang dari suku tersebut menjatuhkan senjatanya, Khalid memerintahkan pasukannya untuk mengikat tangan mereka di belakang. Kemudian ia memerintahkan untuk memenggal kepala seluruh tahanan tersebut. Beruntunglah hanya Bani Sulaim yang mematuhi perintah tersebut serta membunuh tahanan perang di tangan mereka, yang mana jumlahnya tidak diketahui. Suku lain menolak untuk mematuhi perintah Khalid.

9

Ibn Sad: h.659-60; Ibn Hisham: Vol.2 h.429 Ibid.

10

Ada protes dari Abdullah, putra Umar, dan Abu Qatadah, akan tetapi Khalid menolak protes tersebut. Abu Qatadah dengan segera berkuda ke Makkah dan mengabarkan kepada Rasulullah SAW tentang apa yang dilakukan Khalid. Rasulullah SAW terperanjat dalam kegetiran yang sangat. Beliau mengangkat kedua tangannya ke udara dan berseru: “Wahai Allah! Sesungguhnya aku tiada bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukan Khalid.”11 Beliau kemudian mengirimkan Ali dengan sejumlah uang untuk menunjukkan rasa duka cita kepada Bani Jazima dan bertujuan meminta maaf atas darah yang telah ditumpahkan. Ali melaksanakan misi tersebut dengan penuh kemurahan hati dan tidak kembali hingga seluruh anggota suku merasa terhibur perasaannya. Khalid kini dipanggil oleh Rasulullah yang menginginkan penjelasan atas apa yang ia lakukan. Khalid menyatakan bahwa ia tidak percaya bahwa mereka telah benar-benar Muslim, dimana ia merasa bahwa mereka telah menipunya dan karena itulah ia meyakini bahwa ia telah membunuh mereka dalam jalan Allah. Abdur-Rahman bin Auf hadir bersama Rasulullah. Ketika ia mendengar penjelasan Khalid, ia berkata, “Engkau telah melakukan tindakan Jahiliyah pada masa Islam.” Khalid lalu memikirkan cara lain untuk membela dirinya. Ia berkata, “Akan tetapi aku membalas dendam atas terbunuhnya ayahmu.” “Engkau berbohong!” potong Abdur-Rahman. “Aku telah membunuh orang yang membunuh ayahku sejak lama dan mengembalikan kehormatan keluargaku. Engkau memerintahkan pembantaian Bani Jazima untuk membalas dendam atas pamanmu, Fakiha.” Ini menciptakan perdebatan yang panas diantara mereka berdua. Dan hal ini merupakan kesalahan Khalid, karena Abdur-Rahman adalah salah seorang dari sepuluh orang yang terberkati, dan karena itulah, memiliki posisi yang semestinya tidak ditentang. Sebelum perdebatan tersebut tak terkontrol, Rasulullah SAW menengahi dan berkata dengan tegas, “Jangan lagi engkau tentang pengikutku 11

Ibid.

wahai Khalid! Meskipun engkau memiliki gunung emas dan menghabiskannya di jalan Allah, engkau tidak akan pernah mencapai status pengikutku.”12 Kalimat Rasulullah disini mengacu pada kelompok pengikut Nabi di masa awal, dimana Khalid juga termasuk salah seorang diantaranya. Khalid segera memohon ampunan. Khalid kemudian dimaafkan; meskipun demikian ia telah mendapatkan sebuah pelajaran penting, bahwa ia, sebagaimana halnya juga mereka yang baru-baru ini masuk ke dalam Islam, tidak lagi mendapatkan status yang sama sebagaimana pengikut Nabi di masa awal, khususnya Sepuluh Orang yang Terberkati. Khalid akan mengingat hal ini dalam berbagai peristiwa di masa mendatang.

12

Ibin Sad: Vol.2, h.431

View more...

Comments

Copyright � 2017 NANOPDF Inc.
SUPPORT NANOPDF