JUDUL PENELITIAN PEMBUATAN MEDIA FLASH FLIPBOOK DARI

January 8, 2018 | Author: Anonymous | Category: Ilmu, Biologi, Botani, Plants
Share Embed Donate


Short Description

Download JUDUL PENELITIAN PEMBUATAN MEDIA FLASH FLIPBOOK DARI...

Description

1

A. JUDUL PENELITIAN PEMBUATAN MEDIA FLASH FLIPBOOK DARI HASIL INVENTARISASI TUMBUHAN OBAT DI DESA SEBUDUH PADA SUBMATERI MANFAAT KEANEKARAGAMAN HAYATI KELAS X

B. LATAR BELAKANG Pendidikan pada dasarnya memberikan pengalaman agar seseorang mampu meningkatkan kualitas hidupnya dalam kehidupan sehari-hari. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Proses pembelajaran menjadi bagian penting dalam pendidikan. Dalam pembelajaran diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada peserta didik yang diimplementasikan di masyarakat. Dalam menyampaikan informasi tersebut perlu menggunakan media yang sesuai dengan kemampuan peserta didik agar pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Menurut Daryanto (2010), bahwa prinsip media mediated instruction menempati posisi cukup strategis dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang optimal. Proses pembelajaran yang optimal merupakan salah satu indikator untuk mewujudkan

pendidikan

yang

berkualitas.

Pendidikan

yang berkualitas

memerlukan sumber daya guru yang mampu dan siap berperan secara profesional dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Konsep lingkungan meliputi tempat belajar, metode, media, sistem penilaian, serta sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mengemas pembelajaran dan mengatur bimbingan belajar sehingga memudahkan siswa belajar. Penggunaan media telah menjanjikan potensi besar dalam merubah cara peserta didik untuk belajar, untuk memperoleh informasi, menyesuaikan informasi

2

dan sebagainya. Media pembelajaran juga menyediakan peluang bagi pendidik untuk mengembangkan teknik pembelajaran sehingga menghasilkan hasil yang maksimal (Sugianto, 2013). Demikian juga bagi peserta didik, dengan media pembelajaran diharapkan mereka akan lebih mudah untuk menentukan dengan apa dan bagaimana dapat menyerap informasi secara cepat dan efisien. Sehingga kehadiran media pembelajaran dalam proses pembelajaran menjadi sangat bermanfaat dengan kemajuan IPTEK sekarang. Dampak perkembangan IPTEK terhadap proses pembelajaran adalah diperkayanya sumber dan media pembelajaran, seperti buku teks, modul, OHP, film, video, televisi, slide, hypertext, web, dan sebagainya. Guru profesional dituntut mampu membuat, memilih, dan menggunakan berbagai jenis media pembelajaran yang ada di sekitarnya. Susilana dan Cepi (2009), menyatakan bahwa media pembelajaran tidak hanya sekedar alat bantu guru, melainkan sebagai pembawa informasi atau pesan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Selain itu juga guru dapat memusatkan tugasnya pada aspekaspek lain seperti kegiatan bimbingan dan penyuluhan individual dalam pembelajaran dengan memakai bantuan media pembelajaran. Kontribusi pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat menyampaikan pesan pembelajaran lebih terstandar, kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, dan peran guru mengalami perubahan ke arah yang positif. Menurut Susilana dan Cepi (2009), media pembelajaran dapat digunakan untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang lebih efektif, mempercepat proses belajar, meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan dapat mengurangi terjadinya verbalisme. Terutama dengan semakin canggihnya perkembangan IPTEK dapat dikembangkan media pembelajaran berbasis multimedia. Satu diantara media pembelajaran berbasis multimedia yang diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang menarik dan kondusif yaitu dengan penggunaan Flash Flipbook. Flash Flipbook dapat digunakan sebagai media penyampaian pesan pembelajaran secara elektronik. Flipbook yang dikenal berupa lembaran-lembaran kertas menyerupai album atau kalender dengan penyajian informasi dapat berupa gambar-gambar, huruf-huruf, diagram, alur, peta konsep,

3

maupun angka-angka yang disusun dalam urutan yang diikat pada bagian atasnya (Susilana dan Cepi, 2009). Dengan menggunakan media Flash Flipbook tersebut diharapkan dapat memberikan pembaharuan dalam proses pembelajaran di kelas dengan mengandalkan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mendorong terjadinya perpaduan antara teknologi cetak dengan teknologi komputer dalam kegiatan pembelajaran, dapat ditransformasikan penyajiannya ke dalam bentuk elektronik. Dengan adanya Flash Flipbook ini proses pembelajaran akan melibatkan tampilan audio, visual, movie dan yang lainnya serta program tersebut pemakaiannya mudah dipahami sehingga dapat dijadikan media pembelajaran yang baik (Sugianto, 2013). Flash Flipbook dapat diimplementasikan sebagai sumber belajar mandiri maupun kolektif dalam satu kelas yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan kompetensi atau pemahaman secara kognitif yang dimilikinya. Flash Flipbook diistilahkan seperti Modul Elektronik atau Modul Virtual yang dapat digunakan dimana saja, sehingga lebih praktis untuk dibawa kemana saja karena merupakan penggabungan dari media cetak dan komputer, maka modul elektronik dapat menyajikan informasi secara terstruktur, menarik serta memiliki tingkat interaktifitas yang tinggi (Sugianto, 2013). Selain itu, proses pembelajaran tidak lagi bergantung pada instruktur sebagai satu-satunya sumber informasi (Gunadharma, 2011). Penggunaan media Flash Flipbook dapat menambah motivasi belajar peserta didik dan juga dapat mempengaruhi prestasi atau hasil belajar peserta didik. Hal ini ditunjukkan bahwa 47,5% siswa mengalami peningkatan hasil belajar dengan kriteria tinggi, 52,2% siswa mengalami peningkatan hasil belajar sedang, dan tidak ada siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar rendah (Ramdania, 2013). Dengan adanya Flash Flipbook ini, dapat menggambarkan materi manfaat keanekaragaman hayati terutama mengenai pemanfaatan tumbuhan sebagai obatobatan. Manfaat keanekaragaman hayati merupakan salah satu sub pokok bahasan pada materi Keanekaragaman Hayati di kelas X. Berdasarkan pengamatan pada salah satu buku ajar Biologi kelas X SMAN 1 Kembayan, belum terdapat pemaparan mengenai

manfaat keanekaragaman hayati sebagai sumber obat-

4

obatan serta guru mata pelajaran Biologi di sekolah tersebut belum pernah menggunakan media

Flash Flipbook. Padahal, manfaat dari keanekaragaman

hayati tersebut sangat erat hubungannya dengan kebutuhan sehari-hari makhluk hidup. Beberapa manfaat keanekaragaman hayati dalam kehidupan manusia yaitu, sebagai sumber pangan, sandang, papan, obat-obatan, kosmetik, dan sumber budaya,

tetapi

dalam

penelitian

ini

lebih

ditekankan

pada

manfaat

keanekaragaman hayati sebagai sumber obat-obatan. Dalam buku ajar hanya terlihat contoh tumbuhan yang berada di luar Kalimantan Barat. Belum adanya pengenalan potensi tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat yang ada di Kalimantan Barat terutama potensi daerahnya sendiri misalnya di Desa Sebuduh Kecamatan Kembayan. Dengan adanya Flash Flipbook dapat mengembangkan pengetahuan siswa pada potensi tumbuhan obat yang ada di Kalimantan Barat terutama potensi dan kearifan lokal daerahnya sendiri. Manfaat dari tumbuhan dalam kehidupan perlu diketahui oleh siswa guna menimbulkan rasa peduli terhadap lingkungan sekitar mereka tinggal sehingga dapat ikut serta melestarikan lingkungan terutama tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat. Hal ini penting dilakukan mengingat dalam Silabus KTSP pada nilai budaya dan karakter bangsa terdapat penekanan bahwa siswa diharapkan dapat peduli terhadap lingkungan, mengenal potensi lokal dan alam sekitarnya. Kalimantan Barat memiliki berbagai macam keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna. Adapun kekayaan flora yang dimiliki antara lain adalah 3.000 jenis pohon, 2.500-3000 jenis anggrek dan 1.000 jenis pakis yang belum banyak diketahui masyarakat (Budiarto, 2014). Selain itu, Kalimantan Barat juga memiliki berbagai jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Penggunaan tumbuhan obat sebagai bahan terapi atau pengobatan ini telah dikenal sejak masa sebelum masehi dan diwariskan secara turun-temurun. Adanya pemanfaatan tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitarnya oleh masyarakat tradisional dapat diistilahkan sebagai etnobotani (Suryadarma, 2008). Etnobotani berkaitan dengan pengetahuan masyarakat tradisional terhadap tumbuhan di sekitarnya, salah satunya adalah pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan tumbuhan obat.

5

Sebelumnya telah ada beberapa penelitian tentang etnobotani tumbuhan obat di Kalimantan Barat ini yakni penelitian yang dilakukan oleh Afifah (2015) tentang Inventarisasi Tumbuhan Obat di Desa Bange ditemukan 71 jenis tumbuhan obat. Okakinanti (2014) mengenai Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat di Kecamatan Menyuke Kabupaten Landak. Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan 84 jenis tumbuhan obat. Due (2013) juga pernah melakukan penelitian Etnobotani Tumbuhan Obat Suku Dayak Pesaguan di Kabupaten Ketapang dan menemukan 104 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tumbuhan obat. Salah satu masyarakat yang masih menggunakan sumber daya alam khususnya pemanfaatan tumbuhan sebagai obat adalah masyarakat Desa Sebuduh terutama Dusun Sebuduh, Dusun Semadu, dan Dusun Segok Sebaboi. Hal ini terbukti dari hasil observasi dengan kepala desa, kepala dusun, dan 2 orang pengobat kampung (Batra) di Desa Sebuduh pada tanggal 4 dan 5 Januari 2016 yang menyatakan bahwa masyarakat Desa Sebuduh memanfaatkan tumbuhan sekitar untuk obat-obatan seperti lengkodok untuk mengobati luka bakar, lengkuas untuk mengobati penyakit panu dan kudis, brotowali untuk mengobati malaria. Desa Sebuduh adalah desa yang terletak di Kecamatan Kembayan Kabupaten Sanggau. Desa Sebuduh terdiri atas enam dusun yaitu Dusun Sebuduh, Dusun Semadu, Dusun Sekumpai, Dusun Sebuduh Luar, Dusun Segok Sebaboi, dan Dusun Maja. Desa Sebuduh terdiri dari 6 Dusun, tetapi dalam penelitian ini hanya dilakukan di tiga dusun yang secara umum, yakni: Dusun Sebuduh, Dusun Semadu, dan Dusun Segok Sebaboi. Alasan pemilihan dusun tersebut berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu dengan memperhatikan fasilitas kesehatan, adanya pengobat kampung pada ketiga dusun tersebut, dan kecenderungan masyarakat ketiga dusun tersebut untuk berobat pada pengobat kampung setempat. Meskipun sudah terdapat 1 Poskesdes di desa Sebuduh namun fasilitas belum dapat mengakomodir seluruh dusun di desa Sebuduh dan fasilitasnya pun belum memadai untuk penyakit-penyakit tertentu karena tidak terdapat petugas kesehatan yang berada di Poskesdes tersebut. Mengenai akses juga cukup sulit dijangkau terutama dusun Segok Sebaboi dan Semadu sehingga masyarakat

6

cenderung berobat dengan pengobat kampung. Masyarakat juga masih mempercayai ramuan obat yang dibuat oleh pengobat kampung atau Batra karena lebih alami sehingga tidak menimbulkan efek samping. Mengenai jumlah pengobat kampung, terdapat 1 orang pengobat kampung dan 1 orang pembuat jamu di Dusun Semadu, 1 orang pengobat kampung di Dusun Segok Sebaboi, dan 3 orang pengobat kampung di Dusun Sebuduh. Luas wilayah desa Sebuduh ialah 7.910 Ha. Suhu rata-rata harian berkisar 32-340C dengan ketinggian 50-1125 mdpl. Jarak desa ke ibu kota kecamatan adalah 8 km, jarak desa ke ibu kota kabupaten adalah 75 km, jarak desa ke ibu kota provinsi adalah 250 km (Profil Desa Sebuduh, 2015). Desa Sebuduh memiliki hutan dengan luas 2.150 Ha yang didalamnya ditemukan berbagai macam jenis tumbuhan dengan keanekaragaman yang tinggi, termasuk tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk obatobatan. Tumbuhan obat mempunyai peran yang sangat penting bagi masyarakat Desa Sebuduh karena fasilitas kesehatannya masih sangat terbatas dan akses menuju puskesmas juga cukup jauh. Dengan adanya pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat tentu dapat memberikan pengaruh positif terhadap pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat sekitar terutama dalam hal kesehatan. Pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat ini merupakan informasi yang bernilai untuk dikembangkan. Namun ancaman terhadap sumber daya hayati dan pengetahuan tradisional masyarakat terus berlanjut akibat ada tekanan yang terus menerus seperti alih fungsi sumber daya alam berupa pembukaan lahan oleh perusahaan untuk perkebunan sawit dengan menggunakan alat-alat berat, bahan kimia berbahaya dan dengan cara membakar lahan. Dengan adanya potensi tumbuhan di Desa Sebuduh tetapi belum tersedia data informasi tentang tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat-obatan maka diperlukan

pengungkapan

pengetahuan

tradisional

masyarakat

tentang

pengelolaan keanekaragaman hayati dan lingkungan agar pengetahuan tersebut tidak hilang. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Yusro (2010) bahwa keberlangsungan penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat suatu daerah dalam upaya bentuk penyembuhan saat ini hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu

7

saja, khususnya orang tua yang masih melestarikan tradisi sehingga keberadaan tumbuhan obat sedikit demi sedikit mulai terabaikan. Untuk mengantisipasi agar pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tidak menurun, maka harus dilakukan pendokumentasian dengan melakukan penelitian tentang tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat di Desa Sebuduh. Berdasarkan pemaparan tersebut, perlunya dilakukan penelitian tentang “Pembuatan Media Flash Flipbook Dari Hasil Inventarisasi Tumbuhan Obat Di Desa Sebuduh Pada Submateri Manfaat Keanekaragaman Hayati Kelas X”. C. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah media Flash Flipbook dari hasil penelitian Inventarisasi Tumbuhan Obat Di Desa Sebuduh layak digunakan sebagai media pembelajaran pada submateri manfaat keanekaragaman hayati? 2. Apa saja jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat Desa Sebuduh?

D. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kelayakan Flash Flipbook dari hasil penelitian Inventarisasi Tumbuhan Obat Di Desa Sebuduh layak digunakan sebagai media pembelajaran pada sub materi manfaat keanekaragaman hayati. 2. Untuk mengetahui jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat Desa Sebuduh. E. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Masyarakat Sebagai informasi pengetahuan tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat Desa Sebuduh Kecamatan Kembayan dalam bentuk Flash Flipbook.

8

2. Bagi Guru Membantu guru dalam membimbing siswa untuk mengetahui berbagai jenis tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat di daerahnya sendiri dengan menggunakan media Flash Flipbook. 3. Bagi Siswa Dengan Flash Flipbook diharapkan siswa dapat mengetahui potensi tumbuhan di daerah sendiri khususnya mengenai jenis tumbuhan berkhasiat obat melalui pembelajaran dengan menggunakan Flash Flipbook pada submateri manfaat keanekaragaman hayati.

F. DEFINISI OPERASIONAL 1. Flash Flipbook Flipbook merupakan lembaran-lembaran kertas menyerupai album atau kalender dengan penyajian informasi dapat berupa gambar-gambar, hurufhuruf, diagram, alur, peta konsep, maupun angka-angka yang disusun dalam urutan yang diikat pada bagian atasnya (Susilana dan Cepi, 2009). Flash Flipbook yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Flipbook yang melibatkan tampilan audio, visual, movie dari Hasil Inventarisasi Tumbuhan Obat Di Desa Sebuduh

Kecamatan

Kembayan.

Flash

Flipbook ini

dibuat dengan

menggunakan software Kvisoft Flipbook Marker Pro yang kontennya didukung dengan beberapa software, seperti Ulead Video Studio, Photoshop, Microsoft Word, Microsoft PowerPoint dan Adobe Reader. Struktur dari Flipbook ini ialah: judul, standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, cara penggunaan Flash Flipbook, isi yang memuat data hasil penelitian inventarisasi tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat desa Sebuduh meliputi gambar tumbuhan, klasifikasi, deskripsi, kegunaan tumbuhan, cara pengolahannya, video salah satu pembuatan ramuan obat di Desa Sebuduh, rangkuman, glosarium, dan ucapan terima kasih. Flipbook ini akan dijadikan sebagai media pembelajaran bagi siswa dalam memahami sub materi manfaat keanekaragaman hayati di kelas X.

9

2. Inventarisasi Tumbuhan Obat Inventarisasi adalah pencatatan atau pengumpulan data (Poerwadarminta, 2007). Inventarisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses pencatatan atau pengumpulan data, dokumentasi, dan identifikasi tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat di Desa Sebuduh Kecamatan Kembayan. 3. Tumbuhan Obat Menurut Zuhud (2009) tumbuhan obat adalah tumbuhan yang dipercaya memiliki khasiat sebagai obat, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai alternatif dalam pengobatan tradisional. Tumbuhan obat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat dan mengetahui cara pengolahan ramuan obat secara tradisional oleh masyarakat Desa Sebuduh Kecamatan Kembayan khususnya masyarakat di Dusun Sebuduh, Dusun Semadu, dan Dusun Segok Sebaboi. 4. Submateri Manfaat Keanekaragaman Hayati Berdasarkan silabus KTSP, submateri manfaat keanekaragaman hayati merupakan bagian dari pokok bahasan materi keanekaragaman hayati yang diajarkan di Kelas X semester genap. Submateri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah manfaat keanekaragaman hayati sebagai obat yang merupakan kearifan lokal masyarakat Desa Sebuduh Kecamatan Kembayan.

G. KAJIAN PUSTAKA 1. Media Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima (Sadiman dkk, 2011). Sedangkan pengertian media menurut Criticos (dalam Daryanto, 2010) adalah salah satu komponen komunikasi yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan. Sementara itu menurut Schram (dalam Susilana dan Cepi, 2009) media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.

10

Heinich (dalam Susilana dan Cepi, 2009) mencontohkan media seperti film, televisi, diagram, bahan tercetak (printed materials), computer, dan instruktur. Contoh media tersebut bias dipertimbangkan sebagai media pembelajaran jika membawa pesan-pesan (messages) dalan rangka mencapai tujuan pembelajaran. Disamping itu juga terdapat hubungan antara media dengan pesan dan metode. Karakteristik dan kemampuan masing-masing media perlu diperhatikan guru agar mereka dapat memilih media mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Sebagai contoh media kaset audio, meruapakan media auditif yang mengajarkan topik-topik pembelajaran yang bersifat verbal seperti pengucapan (pronounciation) bahasa asing. Untuk pengajaran bahasa asing media ini tergolong tepat karena bila secara langsung diberikan tanpa media sering terjadi ketidaktepatan yang akurat dalam pengucapan pengulangan dan sebagainya (Daryanto, 2010). Media mempunyai banyak manfaat dalam proses pembelajaran. Menurut Sadiman dkk (2011), media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut: a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. c. Penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif pada anak didik, karena media dapat menimbulkan semangat belajar, dan memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya. Media pembelajaran dapat disajikan dalam berbagai pembuatannya. Berdasarkan bentuk penyajian dan cara penyajiannya, media pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelompok media menurut Susilana dan Cepi (2009) yaitu: a. Kelompok Kesatu: Media Grafis, Bahan Cetak dan Gambar Diam Media grafis menyajikan fakta, ide atau gagasan melalui penyajian kata-kata, kalimat, angka-angkat, dan simbol/gambar. Media bahan cetak dibuat melalui proses percetakan/printing atau offset. Media gambar diam berupa gambar yang dihasilkan melalui proses fotografi.

11

b. Kelompok Kedua: Media Proyeksi Diam Media proyeksi diam ialah media visual yang diproyeksikan atau media yang memproyeksikan pesan dimana hasil proyeksinya tidak bergerak atau memiliki sedikit unsur gerakan. c. Kelompok Ketiga: Media Audio Media audio dalam menyampaikan pesan hanya dapat diterima oleh indera pendengaran. d. Kelompok Keempat: Media Audio Visual Diam Media audio visual diam dapat menyampaikan pesan yang diterima oleh indera pendengaran dan penglihatan namun gambar yang dihasilkan diam atau sedikit memiliki unsur gerak. e. Kelompok Kelima: Film Film merangkaikan gambar diam yang meluncur secara cepat dan diproyeksikan sehingga menimbulkan kesan hidup dan bergerak. f. Kelompok Keenam: Televisi Televisi menampilkan pesan secara audiovisual dan gerak. g. Kelompok Ketujuh: Multi Media Multimedia menyampaikan pesan menggunakan berbagai jenis bahan belajar yang membentuk suatu unit atau paket. Pemilihan media harus memenuhi beberapa kriteria yang dapat menunjang berlangsungnya proses pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Arsyad (2011), bahwa ada beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media yaitu: a. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. b. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi. c. Praktis, luwes dan bertahan. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan di mana pun dan kapan pun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa ke mana-mana. d. Guru terampil dalam menggunakannya. e. Pengelompokan sasaran. Ada media yang tepat untuk jenis kelompok besar, kelompok sedang, kelompok kecil dan perorangan. f. Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Media pembelajaran juga dibedakan berdasarkan tingkat konkritabstraknya. Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu, Edgar Dale dalam Susilana dan Cepi (2009) memaparkan klasifikasi media menurut tingkat yang paling konkrit ke yang paling abstrak.

12

GAMBAR 1: Kerucut Pengalaman Belajar Edgar Dale Sumber: http://www.bagusdwiradyan.wordpress.com

Berdasarkan gambar di atas maka media Flash Flipbook berada posisinya diantara lambang kata dan telivisi mengenai tingkat konkrit-absrak dalam suatu media pembelajaran. Materi yang dapat diingat berada dalam kisaran 10-30%. 2. Flash Flipbook Multimedia adalah perpaduan antara berbagai media (format file) yang berupa teks, gambar, grafik, musik, animasi, video, interaksi dan lain-lain, yang telah dikemas menjadi file digital (komputerisasi), serta digunakan untuk menyampaikan pesan kepada pengguna (Sugianto, 2013). Multimedia merupakan suatu sistem penyampaian dengan menggunakan berbagai jenis bahan belajar yang membentuk suatu unit atau paket. Contohnya suatu modul belajar yang terdiri atas bahan cetak, bahan audio, dan bahan audiovisual (Susilana dan Cepi, 2009). Ada beberapa bentuk pemanfaatan multimedia yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Menurut Munadi (2013), bentuk pemanfaatan multimedia dalam proses pembelajaran meliputi:

13

a) Multimedia Presentasi Multimedia presentasi digunakan untuk menjelaskan materimateri yang sifatnya teoritis digunakan dalam pembelajaran, baik untuk kelompok kecil maupun besar. Media ini cukup efektif sebab menggunakan multimedia projector yang memiliki jangkauan pancar cukup besar. Pemanfaatan PowerPoint atau perangkat lunak lainnya dalam presentasi menyebabkan kegitan presentasi menjadi sangat mudah, dinamis, dan sangat menarik. b) Multimedia Interaktif Penggunaaan multimedia interaktif cocok untuk mengajarkan suatu proses atau tahapan. Multimedia interaktif dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kelebihan multimedia interaktif sebagai media pembelajaran diantaranya: 1) Interaktif 2) Memberi iklim afeksi secara individual 3) Meningkatkan motivasi belajar 4) Memberikan umpan balik c) Sarana Simulasi Dengan penambahan software tertentu dalam multimedia dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam melakukan simulasi untuk melatih keterampilan dan kompetensi. d) Video Pembelajaran Video bersifat interaktif tutorial membimbing peserta didik untuk memahami sebuah materi melalui visualisasi. Pembuatan Flash Flipbook dapat diproses seperti membuat multimedia pembelajaran interaktif. Menurut Susilana dan Cepi (2009) untuk membuat multimedia interaktif dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a) Membuat Garis Besar Program Media (GBPM) Dalam kegiatan ini berisi identifikasi terhadap program. Melalui identifikasi program maka ditentukan; judul, sasaran dan pokok-pokok materi yang akan dituangkan dalam media tersebut. b) Membuat flowchart Flowchart adalah alur program yang dibuat mulai dari pembukaan (start), isi sampai keluar program (quit). Skenario media akan terlihat jelas pada flowchart tersebut. c) Membuat storyboard Storyboard adalah uraian yang berisi visual dan audio penjelasan dari masing-masing alur dalam flowchart. Satu kolom dalam storyboard mewakili satu tampilan di layar monitor. Dengan demikian storyboard biasanya cukup banyak. d) Mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan untuk melengkapi sajian media interaktif. Bahan-bahan yang perlu disiapkan di antaranya: video, rekaman suara, animasi dan gambar.

14

e) Programming Programming yaitu merangkai semua bahan-bahan yang ada dan sesuai dengan tuntutan naskah. Kegiatan ini berakhir dengan dihasilkannnya media interaktif. f) Finishing Finishing yaitu review dan uji keterbacaan program sesuai dengan target yang diharapkan. Pembuatan media pembelajaran berbasis multimedia seperti Flash Flipbook dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak/software yang bersifat open source. Perangkat lunak tersebut adalah Kvisoft Flipbook Marker yang merupakan perangkat lunak/software yang digunakan untuk membuat tampilan buku atau bahan ajar lainnya menjadi sebuah buku elektronik digital berbentuk Flipbook. Perangkat lunak tersebut dapat diunduh secara bebas atau gratis melalui akses internet (Sugianto, 2013). Kvisoft Flipbook Maker adalah perangkat lunak yang handal yang dirancang untuk mengkonversi file PDF ke halaman balik publikasi digital. Software ini dapat mengubah tampilan file PDF menjadi lebih menarik seperti layaknya sebuah buku. Tidak hanya itu, Kvisoft Flipbook Maker juga dapat membuat file PDF menjadi seperti sebuah majalah, Majalah Digital, Flipbook, Katalog Perusahaan, Katalog digital. Dengan menggunakan perangkat lunak tersebut, tampilan media akan lebih variatif, tidak hanya teks, gambar, video, dan suara juga bisa disisipkan dalam media ini sehingga proses pembelajaran akan lebih menarik (Ramdania, 2013). Pada Kvisoft Flipbook Maker dapat ditambahkan file-file gambar, pdf, swf, dan file video berformat FLV dan MP4. Sedangkan keluaran atau output dari software ini dapat berupa HTML, EXE, ZIP, dan APP. Format HTML memungkinkan untuk mengupload ke website sehingga dapat dilihat secara online. Dengan format EXE dapat dilakukan pengiriman ke dalam CD. Format ZIP untuk pengiriman dengan email. Dengan format APP juga dapat digunakan di I-Phone, Tablet, I-Pad berbasis Android atau IOS (Sugianto, 2013). Sebagai salah satu media pembelajaran, Flipbook memiliki beberapa kelebihan diantaranya (Susilana dan Cepi, 2009): a. Mampu menyampaikan pesan pembelajaran secara ringkas dan praktis

15

b. Dapat digunakan di dalam ruangan atau di luar ruangan c. Mudah dibawa kemana-mana (moveable) d. Meningkatkan aktivitas belajar siswa

GAMBAR 2: Contoh Media Flash Flipbook Sumber: Ramdania, 2013

3. Inventarisasi Menurut Poerwadarminta (2007) Inventarisasi adalah pencatatan atau pengumpulan data. Sementara dalam Suryana (2009) Inventarisasi adalah teknik pengumpulan material yang dilakukan secara acak untuk setiap jenis yang ditemukan. Inventarisasi yang dilakukan adalah proses pencatatan atau pengumpulan data, dokumentsi, identifikasi tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat di Desa Sebuduh Kecamatan Kembayan.

16

4. Tumbuhan Obat a. Pengertian Tumbuhan Obat Menurut Zuhud (dalam Hamidu, 2009) tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya memiliki khasiat obat. Tumbuhan obat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: 1) Tumbuhan obat tradisional yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. 2) Tumbuhan obat modern yaitu spesies tumbuhan yang mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan telah dibuktikan secara ilmiah serta penggunaanya dapat dipertanggungjawabkan secara medis. 3) Tumbuhan obat potensial yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah dan medis atau dengan kata lain penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri. b. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tumbuhan obat yang dimanfaatkan berasal dari beberapa habitus. Habitus merupakan penampakan luar dan sifat tumbuh suatu tumbuhan. Adapun habitus berbagai jenis tumbuhan menurut Tjitrosoepomo (1998) adalah sebagai berikut: 1) Pohon merupakan tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki satu batang yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan tanah. 2) Perdu merupakan tumbuhan berkayu yang tidak terlalu besar dan bercabang dekat dengan permukaan tanah atau di dalam tanah. 3) Semak merupakan tumbuhan berkayu yang mengelompok dengan anggota yang sangat banyak membentuk rumpun, tumbuh pada permukaan tanah dan tingginya dapat mencapai 1 meter. 4) Herba merupakan tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair. 5) Liana merupakan tumbuhan berkayu, yang batangnya menjalar/ memanjat pada tumbuhan lain. 6) Epifit merupakan tumbuhan yang menumpang pada tumbuhan lain sebagai tempat hidupnya. c. Pengolahan Tumbuhan Obat Ada beberapa cara pengolahan ramuan tanaman obat menurut Muhlisah (2008) adalah sebagai berikut:

17

1) Memipis Biasanya bahan yang digunakan berupa bagian tanaman atau tanaman yang masih segar seperti daun, biji, bunga dan rimpang. Bahan tersebut dihaluskan dengan ditambahkan sedikit air. Bahan yang sudah halus diperas airnya hingga ¼ cangkir. 2) Merebus Tanaman obat direbus agar zat-zat yang berkhasiat di dalam tanaman larut dalam air. Air yang digunakan dalam perebusan adalah air yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan bening. 3) Menyeduh Bahan baku yang digunakan dapat berupa bahan yang masih segar atau bahan yang sudah dikeringkan. Sebelum diramu, bahanbahan dipotong keci-kecil. Setelah siap, bahan diseduh dengan air panas. Setelah didiamkan selama 5 menit, bahan hasil seduhan disaring. 5. Pengobatan Tradisional Pengobatan tradisional berdasarkan Surat Keputusan Menteri kesehatan No.1076/Menkes/SK/VII/2003 terdiri atas pengobatan dengan keterampilan (akupuntur, pijat refleksi dan lainnya), supranatural (tenaga dalam dan lainnya), pendekatan agama dan ramuan (BPOM, 2006). Badan POM (dalam Pasetriyani, 2013) mendefinisikan obat tradisional adalah bahan atau ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan mineral, sediaan sari atau campuran dari bahanbahan tersebut digunakan secara turun temurun untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Ada 9 tanaman obat unggulan nasional sampai ketahap klinis yaitu: salam, sambiloto, kunyit, jahe merah, jati belanda, temulawak, jambu biji, cabe jawa dan mengkudu. Bagian tanarnan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat di Indonesia yaitu umbi (tuber), akar (radix), batang (ligna), daun (folia), bunga (fructus), biji (semen), tanaman (herb) (Wijayakusuma, 2000).

18

GAMBAR 3: Sambiloto Sumber: Wijayakusuma, 2000

Obat tradisional oleh Departemen Kesehatan (dalam Mursito, 2007) diklasifikasikan sebagai berikut: a. Jamu Jamu merupakan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, dan mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang dipergunakan berdasarkan pengalaman dalam upaya hidup sehat. b. Fitofarmaka Fitofarmaka merupakan sediaan obat yang berasal dari simplisia atau sediaan galeniknya yang telah jelas keamanan dan khasiatnya. Dengan demikian, sediaan tersebut terjamin keseragaman komponen aktif, keamanan, dan khasiatnya. c. Toga Toga merupakan tanaman obat keluarga atau apotik hidup. Tanaman yang ditanam di pekarangan atau halaman rumah ini umumnya berupa berbagai jenis tanaman obat yang digunakan secara empirik untuk mengatasi penyakit atau keluhan yang umum dirasakan oleh masyarakat.

19

6. Submateri Manfaat Keanekaragaman Hayati Dalam kehidupan sehari-hari, keanekaragaman tumbuhan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder guna meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. a. Kebutuhan primer Kebutuhan primer merupakan kebutuhan yang bersifat mutlak, misalnya: 1) Sandang (kapas). 2) Pangan (serealia atau biji-bijian, umbi-umbian, sayur, buah) 3) Papan (meranti, jati, sengon, pohon sawo)

GAMBAR 4: Contoh Tanaman Pangan Sumber: http://www.ragampanganindonesia.blogspot.com

b. Kebutuhan sekunder Kebutuhan sekunder ialah kebutuhan untuk lebih menikmati hidup untuk rekreasi (pepohonan, hutan, taman bunga, tanaman hias) (Pratiwi dkk, 2006).

20

Berikut beberapa manfaat dari adanya keanekaragaman hayati, meliputi: a. Manfaat Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Pangan Hutan tropika Indonesia yang terdiri dari berbagai tipe ekosistem dan merupakan gudang keanekaragaman hayati yang memiliki lebih dari 239 jenis tumbuhan pangan (Zuhud, 2009). Kebutuhan pangan masyarakat di Indonesia tidak hanya bergantung pada beras, tumbuhan seperti jagung, ubi jalar, singkong, talas, dan sagu juga merupakan sumber pangan yang dimanfaatkan oleh beberapa masyarakat di Indonesia.

GAMBAR 5: Tumbuhan Berumbi (Talas) sebagai Sumber Pangan Sumber : Dokumentasi pribadi b. Manfaat Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Sandang dan Papan Suku Dayak Meratus sering memanfaatkan tumbuhan sebagai bahan bangunan seperti pohon-pohon di hutan, rotan dan bambu. Jenis-jenis yang umum digunakan adalah sengon (Paraserienthes falcataria), jati (Tectona grandis), ulin (Eusideroxylon zwageri), dan sebagainya (Kartikawati dalam Okakinanti, 2014). Di Kalimantan Barat, pemanfaatan ini juga dilakukan oleh suku Dayak Kanayatn yaitu penggunaan kayu bangkirai untuk membuat papan.

21

GAMBAR 6: Tumbuhan Sebagai Sumber Papan (Kayu Bangkirai) Sumber: Dokumentasi pribadi c. Manfaat Keanekaragaman Hayati sebagai Sumber Obat Tumbuhan obat merupakan salah satu komponen penting dalam obat tradisional, sehingga perkembangan pemanfaatan tumbuhan obat dapat dilihat dari perkembangan pemanfaatan obat tradisional. Suku-suku bangsa di Indonesia telah banyak memanfaatkan tumbuhan obat untuk kepentingan pengobatan tradisional. Setiap suku bangsa memiliki kearifan tersendiri dalam pengobatan tardisional, termasuk pengetahuan mengenai tumbuhan yang berkhasiat obat. Dari berbagai penelitian etnomedika di Indonesia diketahui sebanyak 78 spesies tumbuhan yang digunakan oleh 34 etnis untuk mengobati penyakit malaria, 30 etnis memanfaatkan 110 spesies tumbuhan untuk mengobati penyakit demam dan 113 spesies tumbuhan untuk mengobati gangguan pencernaan, dan 27 etnis memanfaatkan 98 spesies tumbuhan untuk mengobati penyakit luka (Supriadi, 2001). Hutan tropika Indonesia yang terdiri dari berbagai tipe ekosistem dan merupakan gudang keanekaragaman hayati yang memiliki lebih dari 2.039 jenis tumbuhan obat (Zuhud, 2009) yang berguna untuk menyehatkan dan mengobati berbagai macam penyakit manusia maupun hewan ternak. Ekosistem hutan Indonesia pada zaman dulu dihuni oleh lebih dari 550

22

masyarakat etnis asli Indonesia dari Sabang-Merauke. Menurut Zuhud (2009), dari hasil penelitian lainnya mengenai inventarisasi potensi keanekaragaman spesies tumbuhan obat di berbagai kawasan taman nasional di Indonesia menunjukkan bahwa dalam setiap unit kawasan taman nasional ditemukan berbagai spesies tumbuhan obat yang dapat mengobati 25 kelompok penyakit yang diderita masyarakat. Ini berarti bahwa di setiap kawasan taman nasional tersedia bahan baku obat untuk berbagai macam penyakit yang diderita masyarakat dan telah terbangun sistem pengetahuan lokal secara turun-temurun. Namun saat ini sangat dikhawatirkan telah terjadi kepunahan sebagian besar pengetahuan masyarakat lokal, karena terjadinya intervensi global yang tidak terkendali.

H. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dua tahap. Tahap pertama yaitu inventarisasi tumbuhan sebagai obat di Desa Sebuduh Kecamatan Kembayan dan tahap kedua adalah pembuatan Flash Flipbook sebagai media pembelajaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian kualitatif. Menurut Sandjaja dan Heriyanto (2006), penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan gejala-gejala yang terjadi pada masa itu. Sedangkan penelitian kualitatif adalah metode pengumpulan data deskriptif yang mendeskripsikan obyek penelitian secara rinci dan mendalam dengan maksud mengembangkan konsep atau pemahaman dari suatu gejala. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik snowball sampling. Menurut Sugiyono (2011) snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang yakni kepala desa Sebuduh dan kepala dusun di desa Sebuduh. Apabila belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka akan dicari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data hingga jumlah sampel yang digunakan semakin banyak. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah informan dan pengobat kampung (Batra). Pemilihan informan dan pengobat kampung (Batra) ditentukan

23

berdasarkan orang yang dianggap bisa memberikan informasi mengenai pemanfaatan tanaman obat yaitu masyarakat yang mengetahui tentang pengobatan tradisional. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini adalah triangulasi yang merupakan gabungan dari wawancara, observasi, dan dokumentasi (Sugiyono, 2011). Berikut akan ditampilkan tabel yang merupakan gabungan dari dua tahapan kegiatan. TABEL 1: Tahapan Kegiatan Penelitian Bulan No

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kegiatan

April Minggu ke 2 3 4

1

Mei Minggu ke 2 3

Persiapan alat dan bahan identifikasi tumbuhan obat Wawancara dengan responden Pengambilan sampel tumbuhan di lapangan Identifikasi tumbuhan untuk menentukan nama ilmiah Persiapan alat dan bahan pembuatan Flash Flipbook Proses pembuatan Flash Flipbook Produksi Flash Flipbook Validasi Flash Flipbook Analisis data hasil validasi Flash Flipbook

1. Inventarisasi Tumbuhan Obat di Desa Sebuduh a. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2016. Tempat penelitian yaitu di Desa Sebuduh Kecamatan Kembayan dan Kota Pontianak. b. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Sebuduh merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Kecamatan

4

24

Kembayan terdiri dari 11 Desa yakni Kuala Dua, Kelompu, Sebuduh, Semayang, Tanjung Bunga, Tanjung Merpati, Tunggal Bhakti, Tanap, Mobui, Sejuah, dan Tanjung Selong. Desa Sebuduh terdiri atas enam dusun yaitu Dusun Sebuduh, Dusun Semadu, Dusun Sekumpai, Dusun Sebuduh Luar, Dusun Segok Sebaboi, dan Dusun Maja. Alasan pemilihan desa Sebuduh memperhatikan fasilitas kesehatan, adanya Batra (pengobat kampung), dan kecenderungan masyarakat desa untuk berobat pada pengobat kampung setempat. Luas wilayah desa Sebuduh ialah 7.910 Ha. Jarak desa ke ibu kota kecamatan adalah 8 km, jarak desa ke ibu kota kabupaten adalah 75 km, jarak desa ke ibu kota provinsi adalah 250 km. Desa Sebuduh memiliki hutan dengan luas 2.150 Ha. Jumlah penduduk desa Sebuduh berdasarkan laporan penduduk bulan November 2.015 ialah 2.320 jiwa yang terdiri dari 1.180 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 1140 jiwa berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan jumlah pemeluk agama, 84 jiwa beragama Islam, 533 jiwa beragama Protestan, 1.702 jiwa beragama Katolik. Berdasarkan jumlah etnis di desa Sebuduh, suku Dayak sebanyak 2.204 jiwa yang didominasi etnis Dayak Bisomu dan Dayak Benyuke, suku Melayu sebanyak 17 jiwa, suku Jawa sebanyak 42 jiwa, suku Batak sebanyak 38 jiwa, suku NTT sebanyak 20 jiwa, suku Bugis sebanyak 6 jiwa. (Arsip Desa Sebuduh, 2015). Secara administratif batas wilayah Desa Sebuduh adalah sebagai berikut: Sebelah utara

: berbatasan dengan Desa Semayang Kecamatan Kembayan

Sebelah selatan

: berbatasan dengan Desa Kelompu Kecamatan Kembayan

Sebelah barat

:

berbatasan

dengan

Desa

Pandan

Sembuat

Kecamatan Tayan Hulu Sebelah timur

: berbatasan dengan Desa Tanap Kecamatan Kembayan

25

Desa Sebuduh terdiri dari 6 Dusun, tetapi dalam penelitian ini hanya dilakukan di tiga dusun yang secara umum, yakni: Dusun Sebuduh, Dusun Semadu, dan Dusun Segok Sebaboi. Alasan pemilihan dusun tersebut berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu dengan memperhatikan fasilitas kesehatan, adanya pengobat kampung pada ketiga dusun tersebut, dan kecenderungan masyarakat ketiga dusun tersebut untuk berobat pada pengobat kampung setempat. Meskipun sudah terdapat 1 Poskesdes di desa Sebuduh namun fasilitas belum dapat mengakomodir seluruh dusun di desa Sebuduh dan fasilitasnya pun belum memadai untuk penyakit-penyakit tertentu karena tidak terdapat petugas kesehatan yang berada di Poskesdes tersebut. Mengenai akses juga cukup sulit dijangkau terutama dusun Segok Sebaboi dan Semadu sehingga masyarakat cenderung berobat dengan pengobat kampung. Masyarakat juga masih mempercayai ramuan obat yang dibuat oleh pengobat kampung (Batra) karena lebih alami sehingga tidak menimbulkan efek samping dan banyak warga dari desa tetangga yang berobat secara tradisional ke dusun tersebut. Mengenai jumlah pengobat kampung, terdapat 1 orang pengobat kampung dan 1 orang pembuat jamu di Dusun Semadu, 1 orang pengobat kampung di Dusun Segok Sebaboi, dan 3 orang pengobat kampung di Dusun Sebuduh (Observasi Pribadi, 2016). c. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, plastik packing, alat tulis, GPS, dan buku identifikasi tumbuhan. Sedangkan alat yang digunakan untuk membuat herbarium meliputi kantong koleksi, gunting, sasak, kardus, selotip, kertas koran, kertas label, botol semprot, tali rafia, plastik transparan, dan kertas manila putih. Adapun bahan yang digunakan adalah spesies tumbuhan bermanfaat sebagai obat dan alkohol 70% untuk pembuatan herbarium. d. Teknik Pengumpul Data Tumbuhan Obat Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif

26

ini adalah adalah triangulasi yang merupakan gabungan dari wawancara, observasi dan dokumentasi (Sugiyono, 2011). 1) Wawancara Wawancara

merupakan

teknik

pengumpulan

data

dengan

melakukan dialog langsung dengan sumber data. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara kepada masyarakat yang meliputi kepala desa, kepala dusun, pengobat kampung, dan masyarakat Desa Sebuduh yang tersebar di enam dusun yang telah ditentukan tersebut. Wawancara yang dilakukan yaitu dengan teknik wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Menurut Sugiyono (2011), wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh Sedangkan wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. 2) Observasi Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap subjek yang sehari-hari melakukan aktivitasnya. Observasi lapangan dan pengambilan sampel tumbuhan obat berdasarkan keterangan yang diperoleh dari informan. Observasi lapangan meliputi pengamatan di lokasi pengambilan sampel tumbuhan obat dan pengamatan mengenai pemanfaatan tumbuhan sebagai obat oleh masyarakat Desa Sebuduh dalam membuat dan meramu obat tradisional tersebut. 3) Dokumentasi Dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi

dan

wawancara

dalam

penelitian

kualitatif.

Sistem

pendokumentasian wawancara dapat menggunakan perekaman suara (audio), video, dan foto digital. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pendokumentasian tumbuhan obat menggunakan foto digital. Semua hasil wawancara, pengamatan di lokasi informan, dan pengamatan lokasi

27

pengambilan sampel tumbuhan obat dicatat dalam buku catatan lapangan (Tim RISTOJA, 2012). e. Langkah-Langkah Pengumpulan Data Tumbuhan Obat 1) Penentuan Informan dan Batra Penentuan informan dan Batra yang digunakan dalam penelitian berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut: a) Informan dan Batra ditentukan berdasarkan keterangan dari tokoh masyarakat adat, kepala desa, kepala dusun. b) Informan dan Batra merupakan masyarakat Desa Sebuduh. c) Informan dan Batra memiliki pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai obat-obatan. d) Khusus untuk Batra melakukan praktik pengobatan menggunakan tumbuhan secara tradisional. e) Informan yang berasal dari masyarakat umum terdiri dari satu kepala keluarga di setiap rumah dari masing-masing desa, dengan ketentuan pemilihan informan berselang 10 rumah jika jaraknya berdekatan. Hal ini

dilakukan

untuk

mendapatkan

informasi

yang bervariasi

(Modifikasi Tim RISTOJA, 2012). 2) Wawancara Informan Ada 3 hal yang perlu diperhatikan pada saat wawancara. Metode ini sesuai dengan (Tim RISTOJA, 2012), meliputi: a) Persiapan sebelum wawancara (1) Memeriksa kelengkapan alat dan bahan pengumpulan data (pedoman wawancara). (2) Mempelajari dan memahami isi instrumen pengumpulan data dengan menyusun daftar pertanyaan secara ringkas ke dalam catatan lapangan. b) Etika wawancara (1) Peneliti wajib menghormati norma sosial dan adat setempat. (2) Saat wawancara peneliti: (a) Menciptakan kesan dan suasana yang baik dan nyaman. (b) Bersikap penuh perhatian dan netral. (c) Menjadi pendengar yang baik, tidak mengarahkan dan hindari percakapan yang menyimpang berlarut-larut. (d) Tidak memberi kesan memaksa dan tidak emosi. (e) Tidak menanyakan hal-hal sensitif.

28

(3) Bersikap rendah hati dan ramah dalam bertindak dan bertutur kata. (4) Buat janji agar kegiatan berikut tidak mengganggu informan. c) Teknik wawancara (1) Membuka pembicaraan dengan salam dan bersikap sopan. (2) Mengenalkan diri, menyebutkan nama, asal dan keterangan lainnya yang dapat mendukung kelancaran wawancara. (3) Menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan dengan bahasa yang mudah dipahami. (4) Mengobservasi kondisi/suasana lingkungan untuk memperkaya bahan pembicara. (5) Jika informan sudah terlihat kooperatif, mohon ijin untuk mendokumentasikan rangkaian penelitian, baik berupa foto, rekaman suara, maupun video. (6) Mencatat semua informasi dengan teliti, lengkap, jelas dan apa adanya. Hindari menginterpretasikan sendiri jawaban informan berdasarkan pemikiran peneliti. (7) Melakukan kunjungan ulang untuk melengkapi data yang kurang jelas. (8) Membuat janji dengan informan untuk mengantar dan mengambil spesimen tumbuhan. (9) Menanyakan dengan sopan mengenai kemungkinan adanya informan lainnya yang dapat diwawancarai. (10) Setelah wawancara selesai dilakukan, dilanjutkan dengan memindahkan hasil catatan ke dalam lembar kuesioner. Jika terdapat catatan, rekaman suara dan video yang tidak jelas, catat dan segera konfirmasikan kepada informan. 3) Pengambilan Sampel Tumbuhan Pengambilan sampel tumbuhan dilakukan di pekarangan rumah dan kebun yang ada di sekitarnya. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain: a) Memeriksa alat dan bahan yang akan di bawa ke lapangan. b) Membuat daftar nama dan khasiat tumbuhan yang telah disebutkan informan secara ringkas untuk memudahkan pengambilan sampel tumbuhan. c) Saat informan menunjukkan tumbuhan, peneliti menanyakan dengan detail semua yang terkait dengan tumbuhan tersebut. d) Mengamati semua tumbuhan yang dijelaskan oleh informan pada saat wawancara dengan seksama. e) Mengucapkan terimakasih saat berpamitan. (Tim RISTOJA, 2012).

29

4) Pembuatan Herbarium Spesimen yang digunakan untuk studi taksonomi dapat berupa tumbuhan segar yang masih hidup, tetapi biasanya berupa bahan tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan dengan metode tertentu, yang lazimnya berupa bahan yang disebut herbarium (Tjitrosoepomo, 1998). Jenis tumbuhan yang belum diketahui dengan pasti nama ilmiahnya diambil contoh tumbuhannya dan dibuat herbarium untuk keperluan identifikasi di Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP Universitas. Pada pembuatan herbarium tumbuhan diperlukan beberapa tahapan kerja yaitu: a) Pengumpulan Tumbuhan di Lapangan Kerja di lapangan bertujuan untuk mengoleksi tumbuhan yang akan dijadikan spesimen herbarium. Menurut Onrizal (2005), semua tumbuhan yang akan dikoleksi harus mewakili seluruh bagian tumbuhan dan harus ada keterangan yang dapat memberikan seluruh informasi yang tidak tampak pada spesimen herbarium. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan sampel di lapangan meliputi: (1) Melakukan pencatatan mengenai data sampel atau spesimen yang akan diambil. Catatan lapangan yang dibuat pada saat mengambil sampel sebagai berikut: (a) Habitat sampel tumbuhan. (b) Habitus seperti pohon, semak, herba, epifit, liana. (c) Kandungan yang terdapat di organ tumbuhan: getah, resin, dan lain-lain. (d) Morfologi dari beberapa organ tumbuhan yang terdiri dari bagian vegetatif (akar, batang, dan daun) dan bagian generatif (buah, dan bunga) (Tjitrosoepomo, 1998). (2) Mengambil contoh sampel yang terdiri dari bagian vegetatif (akar, batang, dan daun) dan bagian generatif (buah, dan bunga) (Tjitrosoepomo, 1998). Sampel yang diambil di lapangan adalah tumbuhan yang tidak teridentifikasi atau tumbuhan yang belum diketahui nama ilmiahnya.

30

(3) Sampel yang diambil dilapisi dengan koran yang kemudian dipress dengan menggunakan sasak agar dapat bertahan sampai proses pembuatan herbarium. b) Proses Pembuatan Herbarium di Laboratorium Proses pembuatan herbarium dilakukan di Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP Untan. Ukuran tumbuhan yang akan dijadikan herbarium adalah 30 cm dan mewakili semua organ (organ vegetatif dan generatif). Tahap pembuatan herbarium yaitu: (1) Mengatur ukuran spesimen saat akan dikeringkan agar setelah kering dapat diletakkan pada papan triplek atau kertas kardus yang dilapisi kertas manila berukuran 28,5 x 41 cm. (2) Menempelkan spesimen pada kertas koran bekas dengan menggunakan selotip. (3) Mem-press spesimen yang telah dilapisi kertas koran dengan menggunakan sasak bambu berukuran 40 x 50 cm dan diikat dengan menggunakan tali. (4) Pengeringan sampel dilakukan dibawah sinar matahari. Sampel dikeringkan selama beberapa hari hingga kering dan kaku. (5) Tahap selanjutnya mounting yaitu spesimen yang sudah kering dijahit atau di-lem di atas kertas manila putih ukuran 28,5 x 41 cm dengan menggunakan pita perekat atau selotip bening. (6) Memberikan perlakuan khusus untuk mencegah serangga dan jamur yaitu dengan cara sampel tumbuhan yang telah diawetkan melalui pengeringan sebelum dan sesudah ditempel pada kertas herbarium atau dimasukkan dalam wadah lain untuk disimpan sebaiknya diberi naftalen atau kamper. (7) Kemudian labelling yaitu herbarium yang sudah jadi diberi label yang berisi keterangan berupa nomor urut, nama kolektor data taksonomi/nama jenis, tempat pengambilan bahan, habitat, data ekologi seperti “growth habit” (bergerombol, terpencar-pencar jauh), serta data lain yang telah diketahui dan dianggap perlu untuk dicatat, misalnya kegunaan dalam masyarakat setempat. (8) Melapisi herbarium dengan menggunakan plastik transparan agar dapat melindunginya dari faktor lingkungan seperti udara lembab dan juga dapat diamati dari luar tanpa harus membuka plastik terlebih dahulu. (9) Koleksi yang telah diawetkan atau herbarium disimpan di atas rak atau meja dengan etiket berisi informasi mengenai

31

koleksi yang digantungkan pada spesimen yang telah diawetkan (Tjitrosoepomo, 1998). 5) Identifikasi Tumbuhan Obat Setiap jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat dicatat nama lokal, habitus, habitat, bagian yang digunakan, kegunaan dan cara pengolahannya. Tumbuhan tersebut diidentifikasi untuk mengetahui nama ilmiahnya dengan menggunakan beberapa sumber, yaitu dari buku Morfologi Tumbuhan (Tjitrosoepomo, 1998) Taksonomi Tumbuhan (Tjitrosoepomo, 1998), buku Flora, buku Tumbuhan Obat Indonesia Penggunaan dan Khasiatnya (Supriadi, 2001), internet (Plant By Botanical Names, dan website yang terkait dengan pemanfaatan tumbuhan obat). Selain itu, proses identifikasi juga ditunjang dengan melihat tumbuhan sejenis yang telah diteliti sebelumnya. Jenis tumbuhan yang belum diketahui dengan pasti nama ilmiahnya saja yang akan diambil sampel tumbuhannya dan dibuat herbarium untuk keperluan identifikasi di Laboratorium Pendidikan Biologi FKIP Universitas Tanjungpura dan apabila tidak dapat diidentifikasi nama ilmiahnya maka herbarium tersebut akan dikirim ke Herbarium Bogoriense. 2. Pembuatan Flash Flipbook Sebagai Media Pembelajaran a. Alat dan Bahan Dalam pembuatan Flash Flipbook ini diperlukan alat-alat yaitu laptop yang dilengkapi software Kvisoft Flipbook Marker Pro, Ulead Video Studio, Photoshop, Microsoft Word, Microsoft PowerPoint, Adobe Reader dan kamera digital. Sedangkan bahan yang digunakan adalah foto tumbuhan obat, artikel-artikel pendukung, dan juga video rekaman kegiatan. b. Pembuatan Media Flash Flipbook Tumbuhan Obat Pembuatan media Flash Flipbook menggunakan software computer yakni: Kvisoft Flipbook Marker Pro, Ulead Video Studio, Photoshop, Microsoft Word, Microsoft PowerPoint, Adobe Reader. Untuk membuat media Flash Flipbook pada submateri manfaat keanekaragaman hayati kelas X dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

32

1) Pemasangan (instalasi) aplikasi Kvisoft Flipbook Marker pada laptop. Selain itu juga dilakukan instalasi software pendukung yang lain diantaranya: AVS Video Editor untuk mengedit video, Photoshop untuk mengelola gambar, Microsoft Word, Microsoft PowerPoint dan Adobe Reader

untuk

mengumpulkan

hasil

wawancara,

observasi,

dan

dokumentasi. 2) Pembuatan alur program (Flowchart) mulai dari pembukaan, isi, dan penutup. Di bagian pembukaan memuat judul, kata pengantar, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, cara penggunaan media Flash Flipbook. Bagian isi memuat pendahuluan, data hasil penelitian inventarisasi tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat desa Sebuduh meliputi gambar tumbuhan, klasifikasi, deskripsi, kegunaan tumbuhan, cara pengolahannya dan video salah satu pembuatan ramuan obat. Bagian penutup memuat rangkuman, glosarium, dan ucapan terima kasih. 3) Pembuatan perangkat gambar cerita (Storyboard) yang disusun dalam sebuah tabel. Isi dari story board meliputi tampilan layar, deskripsi teks, deskripsi tampilan, audio. Tampilan layar merupakan miniatur dari bagian-bagian yang akan tampil ketika media ditayangkan, bagian teks merupakan uraian dari isi dalam Flash Flipbook, deskripsi tampilan merupakan uraian dari tampilan dalam Flash Flipbook, audio merupakan keterangan audio berupa musik instrumen dan narasi yang ditempatkan dalam Flash Flipbook.

33

•Judul •Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator Pencapaian Kompetensi, Tujuan Pembelajaran, Pembukaan •Cara penggunaan media Flash Flipbook

Isi

Penutup

•Pendahuluan berisi tentang materi keanekaragaman hayati ,submateri manfaat keanekaragaman hayati, keadaan umum desa Sebuduh •Data Hasil Inventarisasi Tumbuhan Obat di Desa Sebuduh •Video salah satu pembuatan ramuan obat di Desa Sebuduh •Rangkuman •Glosarium •Ucapan Terima Kasih

GAMBAR 7: Flowchart Media Flash Flipbook Hasil Inventarisasi Tumbuhan Obat di Desa Sebuduh.

4) Pengumpulan bahan-bahan yang diperlukan untuk melengkapi sajian Flash Flipbook. Bahan-bahan tersebut diantaranya: foto-foto hasil inventarisasi tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat, video pembuatan ramuan obat, gambar-gambar lain yang mendukung, musik instrumen sebagai suara belakang (back sound). 5) Tahap pemrograman (Programming), yaitu bahan-bahan yang ada dirangkai sesuai dengan story board dan flowchart. Pada tahap ini sudah dihasilkan media Flash Flipbook. 6) Tahap penyelesaian (Finishing), yaitu review dan uji keterbacaan media yaitu mencoba agar media yang dibuat dalam berjalan dengan baik pada komputer atau laptop (Susilana dan Cepi, 2009). c. Pengujian Validitas Media Flash Flipbook Pada penelitian ini uji kelayakan dilakukan dengan uji validitas. Menurut Sugiyono (2011) validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Validasi dilakukan untuk mengetahui kelayakan atau kevalidan media Flash Flipbook. Lembar validasi dikembangkan dari modifikasi

34

lembar validasi media dan materi (Wahono dalam Anshori, 2013). Validasi Flash Flipbook ini dilakukan oleh sepuluh validator. Validator ahli materi terdiri dari dua orang dosen Pendidikan Biologi FKIP Untan dan tiga orang guru Biologi di Kecamatan Kembayan yaitu SMAN 1 Kembayan, MAS Fadhilah Kembayan dan SMAS PGRI 2 Kembayan. Validator ahli media terdiri dari dua orang dosen Pendidikan Biologi FKIP Untan dan tiga orang guru TIK di Kecamatan Kembayan yaitu SMAN 1 Kembayan, MAS Fadhilah Kembayan dan SMAS PGRI 2 Kembayan. Pemilihan sampel sekolah menggunakan teknik purposive sampling. Pemilihan sekolah untuk validator dari ahli materi dan ahli media yakni pemilihan sekolah berdasarkan lokasi penelitian dengan harapan guru dapat memberikan informasi kepada siswanya mengenai kearifan lokal yang perlu dilestarikan melalui media yang dibuat dan pemilihan sampel sekolah berdasarkan jarak yang paling dekat dengan tempat penelitian yaitu di Desa Sebuduh Kecamatan Kembayan. d. Instrumen Validasi Media Flash Flipbook Instrumen yang digunakan adalah instrumen validasi ahli. Menurut Wahono (dalam Anshori, 2013) instrumen validasi ahli merupakan instrumen yang digunakan pada tahap validasi oleh ahli terhadap produk media pembelajaran yang dikembangkan. Ahli yang terlibat dalam pengembangan Flash Flipbook ini antara lain ahli materi dan ahli media. Instrumen ini berbentuk angket penilaian yang dibagikan ke masing-masing penguji atau ahli. Aspek yang dinilai pada tahap validasi Flash Flipbook mengacu dari aspek pengembangan yang ditulis oleh Wahono (dalam Anshori, 2013). Lembar validasi materi terdiri dari 3 aspek yakni Aspek Umum, Pembelajaran, dan Substansi Materi dengan 12 kriteria. Lembar validasi media terdiri dari 4 aspek yakni Aspek Umum, Rekayasa Lunak, Komunikasi Visual, dan Komunikasi Audio dengan 14 kriteria. Penilaian dilakukan dengan skala Likert yaitu Sangat Baik (SB) bernilai 4, Baik (B) bernilai 3, Kurang Baik (KB) bernilai 2, dan Tidak Baik (TB) bernilai 1.

35

e. Analisis Data Hasil Validasi Media Flash Flipbook Hasil validasi dianalisis menggunakan analisis Content Validity Ratio (CVR) menurut Lawshe (1975) dengan rumus sebagai berikut: CVR =

𝑛𝑒− 𝑁 2

𝑁 2

Keterangan: ne = jumlah ahli yang menyatakan setuju dan sangat setuju atau memberi skor 3 atau 4 N = jumlah anggota validator atau tim ahli Dalam hal menghitung nilai CVR, skor yang akan dianalisis dalam perhitungan adalah skor masing-masing aspek. Maka akan diambil rata-rata dari setiap aspek penilaian. Ketentuan tentang indeks CVR menurut Lawshe (1975) sebagai berikut: 1) Saat jumlah responden yang menyatakan setuju atau sangat setuju kurang dari ½ total responden maka nilai CVR = -. 2) Saat jumlah responden yang menyatakan setuju atau sangat setuju ½ dari total responden maka nilai CVR = 0. 3) Saat seluruh responden menyatakan setuju atau sangat setuju maka nilai CVR = 1 (hal ini diatur menjadi 0,99 disesuaikan dengan jumlah responden). Karena jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini ada 5 orang maka nilai kritis CVR = 0,99. 4) Saat jumlah responden yang menyatakan setuju atau sangat setuju lebih dari ½ total responen maka nilai CVR = 0 – 0,99. Setelah dihitung nilai CVR setiap kriteria kemudian dihitung nilai CVI (Content Validity Index) atau nilai rata-rata CVR secara keseluruhan dan nilai rata-rata CVI untuk setiap aspek. CVI = 1975).

𝐶𝑉𝑅 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑢𝑏 𝑘𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎

(Lawshe,

36

DAFTAR PUSTAKA Afifah, Wulan Nur. 2015. Kelayakan Media Film Dokumenter Inventarisasi Tumbuhan Obat Di Desa Bange Pada Submateri Manfaat Keanekaragaman Hayati Kelas X SMA. (Skripsi). Pontianak: Universitas Tanjungpura Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan. Anshori, Muhammad Singgih Zulfikar. (2013). Rancang Bangun Virtual Laboratory Experimentation Fisika dalam Pokok Bahasan Induksi Magnet Dan Elektromagnet. (Online). (http://www.repository.upi.edu /4373/1/S_KOM_0805423_Title.pdf, diakses pada 19 Januari 2016). Arsyad, Azhar. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. BPOM RI. (2006). Pokok Pemikiran Menuju Integrasi Obat Asli/Obat Bahan Alam Indonesia ke Dalam Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Budiarto. 2014. Keanekaragaman Hayati Belum Dikelola Maksimal. Harian Umum Pelita. (Online). (http://www.pelita.or.id/baca. php?id= 33839: diakses 5 Januari 2016). Daryanto. (2010). Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media. Due, Rufina. (2013). Etnobotani Tumbuhan Obat Suku Dayak Pesaguan Dan Implementasinya Dalam Pembuatan Flash Card Biodiversitas. (Skripsi). Pontianak: Universitas Tanjungpura Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan. Gunadarma, Ananda. (2011). Pengembangan Modul Elektronik Sebagai Sumber Belajar Untuk Mata Kuliah Multimedia Design. (Online). (http://www.slideshare.net/anandagunadharma1215051060/pdf, diakses 19 Januari 2016). Hamidu, Herna. (2009). Kajian Etnobotani Suku Buton (Kasus Masyarakat Sekitar Hutan Lambusango Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara). (Online). (http://www.repository.ipb.ac.id/bitstream/E09hha. pdf, diakses 5 Januari 2016). Hayati, Sri. (2015). Pengembangan Media Pembelajaran Flipbook Fisika Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik. Seminar Nasional Fisika 2015 Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta. Lawshe, Charles Hubert. (1975). A Quantitative Approach to Content Validity. Personnel Psychology Journal. (28): 563-575. Muhlisah, Fauziyah. (2008). Tanaman Obat Keluarga (Toga). Jakarta: Penebar Swadaya.

37

Munadi, Yudhi. (2008). Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: GP Press. Mursito, Bambang. (2007). Sehat Di Usia Lanjut Dengan Ramuan Tradisional. Jakarta: Penebar Swadaya. Okakinanti, Esti Ariesta. (2014). Etnobotani Tumbuhan Obat di Menyuke dan Implimentasinya Dalam Pembuatan Buklet Manfaat Keanekaragaman Hayati. (Skripsi). Pontianak: Universitas Tanjungpura Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan. Onrizal. (2005). Teknik Pembuatan Herbarium. repository.usu.ac.id, diakses 6 Januari 2016).

(Online).

(http://

Pasetriyani. (2013). Pengembangan Budidaya Dan Pemanfataan Tanaman Obat Pada Taman Tanaman Obat Keluarga (TOGA). (Online). (http://www.agriculturelibrary.com, diakses pada 19 Januari 2016). Pemerintah Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia. Pratiwi , Maryati, Srikini, Suharno, & Bambang. (2006). Biologi Untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga. Poerwadarminta. (2007). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ramdania, Diena Randa. (2013). Penggunaan Media Flash Flip Book Dalam Pembelajaran Teknologi Informasi Dan Komunikasi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. (Online). (http://www. cs.upi.edu/uploads/paper_skripsi_dik.ac.id, diakses 19 Januari 2016). Sadiman, Rahardjo, Haryono, & Rahardjito. (2011). Media Pendidikan: Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sandjaja dan Heriyanto. (2006). Panduan Penelitian. Jakarta: Prestasi Putrakaraya. Sugianto, Dony. (2013). Modul Virtual: Multimedia Flipbook Dasar Teknik Digital. Jurnal Invotec. 9 (2): 101-116. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Supriadi, dkk. (2001). Tumbuhan Obat Indonesia Penggunaan dan Khasiatnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Suryadarma. (2008). Diktat Kuliah Etnobotani. Yogyakarta: UNY FMIPA.

38

Suryana. (2009). Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku Terestrial dan Epifit di Kawasan PLTP Kamjang Kabupaten Garut Jawa Barat. Jurnal Biotika. 7 (1) : 20-26. Susilana, Rudi dan Cepi Riyana. (2009). Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian. Bandung: Wacana Prima. Tim RISTOJA. (2012). Eksplorasi Pengetahuan Etnomedisin dan Tumbuhan Obat Indonesia Berbasis Komunitas (Riset Tumbuhan Obat dan Jamu/RISTOJA). Tawangmagu: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI. Tjitrosoepomo, Gembong. (1998). Taksonomi Tumbuhan. Yogjakarta: Gadja Mada University Press. Wijayakusuma, Hembing. (2000). Potensi Tumbuhan Obat Asli Indonesia Sebagai Produk Kesehatan. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelilian dan Pengembangan Teknologi Isolop dan Radiasi. (Online). (http://www.digilib.batan.go.id.pdf, diakses pada 19 Januari 2016). Zuhud, Ervizal.A.M. (2009). Potensi Hutan Tropika Indonesia sebagai Penyangga Bahan Obat Alam untuk Kesehatan Bangsa. Jurnal Bahan Alam Indonesia. 6 (6): 227-232.

View more...

Comments

Copyright � 2017 NANOPDF Inc.
SUPPORT NANOPDF