makalah kolokium

January 8, 2018 | Author: Anonymous | Category: Seni & Humaniora, Communications
Share Embed Donate


Short Description

Download makalah kolokium...

Description

1

Nama Pemrasaran/NIM

:

MAKALAH KOLOKIUM Nazar Kusumawijaya S/I3400098

Departemen

:

Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pembahas

:

Rizky Anggara/I34100075

Dosen Pembimbing/NIP

:

Ir. Sutisna Riyanto, MS./19620115 198803 1 004

Judul Rencana Penelitian

:

Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pertanian di Kelompoktani

Tanggal dan Waktu

:

17 Maret 2014, 10.30-11.30 WIB

1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar wilayahnya digunakan untuk sektor pertanian serta mayoritas masyaraktnya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani sehingga pertanian merupakan sektor penting dalam meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat Indonesia. Data dari situs resmi BPS 1mencatat sampai pada bulan Februari 2013 mencatat sebanyak 39.959.073 jiwa memiliki pekerjaan dalam sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan. Jumlah produksi padi Indonesia pada tahun 2010 menurut BPS sebesar 66.469.394 ton dengan rata-rata produktivitas mencapai 50,15 Kw / Ha dan luas lahan panen mencapai 13.253.450 ha. Data tersebut menunjukan bahwa sektor pertanian masih memiliki peranan yang penting dalam pembangunan. Sumidingrat (2001) dalam Hafsah (2009) menyebutkan bahwa pembangunan pertanian memilki tiga aspek yaitu mikro,makro, dan global. Aspek mikro pembangunan pertanian diharapkan sebagai proses mewujudkan kesejahteraan masyarakat tani, melalui pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahataninya. Aspek makro diharapkan dapat menyediakan pangan bagi masyarakat dan menyediakan input bagi bagi kegiatan sosial ekonomi masyarakat secara berkesiambungan. Sedangkan aspek global diharapkan dapat menghasilkan devisa negara dengan tetap menjaga stabilitas pangan dan kebutuhan produk pertanian lain di dalam negara tanpa harus mengurangi kesejahteeraan riil masyarakat tani. Hal tersebut menegaskan bahwa dalam pembangunan pertanian tidak hanya menekankan pada peningkatan produksi namun juga peningkatan kesejahteraan petani. Upaya pembangunan pertanian berhubungan erat dengan pengembangan sumber daya manusia terutama petani sebagai pelaku utama pertanian. Para petani harus mampu untuk beradaptasi dengan adanya perubahan seperti pengetahuan, keterampilan dan teknologi yang dapat mendorong petani menjadi mandiri. Petani mandiri menurut Sumardjo (1999) merupakan petani yang dalam upayanya meningkatkan kualitas hidup (kesejahteraan keluarga dan masyarakatnya) tidak hanya bersandar pada petunjuk dari penyuluh atau aparat lain tetapi lebih bersandar pada kemampuan mengambil keputusan sendiri secara tepat dan kekuatan sendiri yang didorong oleh motivasi sendiri untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk mencapai hal tersebut maka dilakukan kegiatan penyuluhan pertanian. Menurut Maunder (1972) dalam Mugniesyah (2006) penyuluhan adalah perpanjangan pelayanan yang menyebarluaskan keunggulan hasil dari suatu institusi pendidikan kepada orangorang yang tidak dapat mengikuti kegiatan pendidikan tersebut dengan cara yang reguler. Hal tersebut menegaskan bahwa bentuk dari penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan. Teko Sumodiwiryo dalam Mugniesyah (2006) menyebutkan bahwa penyuluhan pertanian adalah pendidikan yang memberi arah dan bimbingan dengan bujukan dan kesepakatan untuk memberi 1

http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=06¬ab=2

2 semangat kepada penduduk supaya bertindak sendiri dengan menghindarkan paksaan. Dalam penyebaran informasi pada kegiatan penyuluhan pertanian dilakukan langsung bersama para petani. Penyuluh petanian tidak hanya diamanatkan untuk mampu menyebarluaskan informasi saja, namun juga membantu petani dalam menganalisis situasi yang sedang dihadapi, meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah, membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat mereka sudah optimal, meningkatkan motivasi kepada petani untuk menerapkan pilihannya, dan membantu petani untuk mampu mengevaluasi serta meningkatkan keterampilan mereka dalam membentuk pendapat dan pengambilan keputusan. Hafsah (2009) menyebutkan bahwa tujuan dari penyuluhan pertanian ialah mempengaruhi para petani dan keluarganya agar merubah perilakunya sesuai dengan yang diinginkan yang akan menyebabkan perbaikan mutu para keluarga tani. Peraturan sistem penyuluhan di Indonesia tertuang dalam Undang-undang nomor 16 tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K). Pada Bab I pasal 1 disebutkan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian selain ditujukan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan juga menekankan pada peningkatan kesejahteraan, serta kesadaran dalam pelestarian lingkunga hidup. Penyuluh pertanian di Indonesia telah ada sejak awal abad 20 pada masa penjajahan Belanda. Kegiatan penyuluhan pertanian pada saat itu menekankan pada peningkatan hasil pertanian untuk kepentingan penjajah dan kebutuhan pribumi serta meganggap bahwa peningkatan produksi pertanian akan terjadi jika para petani menerapkan teknologi yang ditemukan oleh para ahli (Sadono, 2009). Selanjutnya dibentuklah Dinas Penyuluhan (Landbouw Voorlichting Dients) di bawah Departemen Pertanian yang mengatur sistem penyuluhan pertanian di Indonesia. Pada masa penjajahan Jepang, kegiatan penyuluhan pertanian sempat terhenti karena para petani ditekan memproduksi bahan makanan untuk kepentingan peperangan. Setelah merdeka, Kementerian Pertanian mulai mendirikan Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) dan terus mengembangkan usaha penyuluhan pertanian. Pada masa orde baru, dilakukan β€œrevolusi hijau”dimana hal tersebut memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan pertanian di Indonesia dan mempengaruhi dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan (Mugniesyah, 2006). Namun pada zaman sekarang, sektor pertanian tidak dianggap sebagai bidang yang mampu membawa kemajuan bagi bangsa terutama setelah tahun 1999 dan menganggap bahwa bidang industri manufaktur yang mampu meningkatkan perekonomian Indonesia (Husodo et al, 2009). Hal tersebut mendorong sektor pertanian untuk terus berkembangkan dalam tingginya perbedaan arah pembangunan. Perkembangan penyuluhan pertanian di Indonesia tidak hanya berfokus pada sistem dan pola penyuluhan tatapi juga metode yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan. Sadono (2009) dalam tulisannya menerangkan bahwa pada tahun 1960 penyuluhan pertanian di Indonesia menerapkan model SMCR searah dimana yang menjadi sumber yaitu pihak pemerintah yang diwakili oleh para peneliti untuk menyampaikan pesan inovasi teknologi melalui petugas penyuluh lapangan yang ditujukan kepada para petani. Model ini diterapkan pada sistem penyuluhan Panca Usaha Tani tahun 1963/1964, dalam program Demonstrasi Masal Swa Sembada Bahan Makanan, Bimbingan Masal, Intensifikasi Khusus, dan Supra Insus. Namun model ini dianggap gagal karena transfer teknologi tidak sampai pada lapisan akar rumput serta cenderung bersifat instruksional. Pada tahun 1976 mulai dikembangkan model hirarkis dua arah yang memungkinkan terjadinya umpan balik. Model ini diterapkan dalam sistem Latihan dan Kunjungan (LAKU). Sistem ini dilakukan setiap dua minggu sekali dengan mengunjungi para petani dimana sebelum suatu inovasi dari peneliti diperkenalkan kepada petani, inovasi tersebut diujicoba dengan melibatkan penyuluh lapangan. Pada tahap ini terjadi komunikasi dua arah antara peneliti dan penyuluh. Selanjutnya hasil ujicoba tersebut disebarluaskan oleh penyuluh kepada petani. Pada saat tersebut terjadi komunikasi dua arah antara penyuluh dan petani yang diukur dari jumlah orang yang mengadopsi inovasi yang disebarkan penyuluh. Model lain yang pernah diterapkan dalam sistem penyuluhan di Indonesia yaitu model komunikasi forum media yang diterapkan pada tahun 1980. Forum media adalah kelompok kecil yang terorganisir dengan dilakukannya pertemuan secara teratur untuk menerima program siaran dari media masa dan diskusi. Model tersebut didasarkan pada model komunikasi dua tahap. Pada tahap pertama, informasi dari media massa disampaikan kepada opinion leader. Pada tahap kedua

3 informasi dari opinion leader kepada khalayak. Sistem ini melahirkan kelompok pendengar, pembaca, dan prisawan. Namun dengan bertambahnya kepemilikian media komunikasi seperti televisi mengakibatkan menurunnya kelompok pencapir. Selanjutnya dilaksanakan model komunikasi jejaring yang dapat dilihat dari dilaksanakannya program research-extension-farmers linkage (REFL) atau Farming System Research and Development (FSRD) pada tahun 1990. Pada model ini, penyuluh bersama peneliti mengidentifikasi secara bersama kebutuhan atau permasalahan petani. Petani menerapkan hasil yang didapat dari identifikasi dengan bimbingan dari peneliti dan penyuluh. Model yang dilaksanakan selanjutnya adalah model silkus pengalaman belajar yang diterapkan pada program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) dan Sekolah Lapang Usahatani Berbasis Agribisnis (SL-UBA). Dalam model ini terdapat empat tahap yaitu mendapat atau menggali pengalaman, mempertukarkan pengalaman, menarik kesimpulan, dan menerapkannya. Organisasi penyuluhan pertanian dijelaskan Sihana (1999) diatur dalam Surat Keputusan Mendagri nomor 35 tahun 1996 tentang Pedoman Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian (BIPP). BIPP sebagai koordinator penyuluhan pertanian di tingkat kabupaten dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tingkat kecamatan. Seiring dengan berubahnya sistem pemerintahan menjadi sistem otonomi daerah melalui Undang-Undang No.22 tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No.32 tahun 2004 memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah khususnya kabupaten dan kota untuk mengatur dan mengurus kepentingan daerah setempat agar tercapainya efektivitas dan efisiensi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan diharapkan menumbuhkan kemandirian daerah (Hafsah, 2009). Setiap daerah berhak untuk mengatur mengelola urusan daerahnya masing-masing termasuk dalam sistem penyuluhan pertanian. Pemerintah sangat berperan dalam mengatur sistem penyuluhan pertanian pada masa sebelum otonomi daerah. Tujuan penyuluhan pada masa sebelum otonomi daerah yaitu lebih menekankan pada peningkatan produksi dimana penyuluh berperan sebagai pengajar kepada para petani dalam menggunakan teknologi yang direkomendasikan oleh pemerintah. Selain itu, kegiatan penyuluhan tidak berorientasi pada sumberdaya dan budaya lokal sehingga terkadang penyuluhan bertolak belakang dengan kearifan lokal lokasi penyuluhan tersebut. Tabel 1. Perubahan Kecenderungan dalam Penyuluhan No. Unsur Penyuluhan Masa Lalu2 1 Tujuan Memaksimalkan Produksi 2 Metodologi Teknologi Umum 3

Sistem Penyuluhan

Menyampaikan Rekomendasi dan Mengadopsi Teknologi Umum Seragam

4

Pola Penyuluhan

5

Sumber Informasi

Lembaga Penelitian Lembaga Pendidikan

6 7

Peran Penyuluh Kedudukan Petani

8

Materi Penyuluhan

Pengajar Penerima Pesan dan Pengguna Teknologi Paket Teknologi Rekomendasi Pemerintah

Penyuluhan masa Depan3 Meningkatkan Pendapatan Teknologi Spesifik Lokasi Interaktif Pemberdayaan Petani Petani yang Memilih yang Terbaik Berorientasi Sumberdaya dan Sistem Sosial Budaya Lokal Petani Sektor Wisata Lembaga Pendidikan Lembaga Penelitian Media Informasi Pemandu dan Pendamping Mitra yang aktif dalam Penyuluhan dan Pengkajian Teknologi Prinsip-prinsip Metode Informasi

Sumber : DAFEP4 2

Sebelum otonomi daerah Sesudah otonomi daerah 4 Mohammad Jafar Hafsah (2009) dalam Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi Daerah 3

4 Kegiatan penyuluhan seharusnya mampu untuk meningkatkan kemandirian petani. Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumardjo (1999) menerangkan bahwa petani di Jawa Barat terutama di zona selatan dan tengah memiliki tingkat kemandirian yang rendah terutama pada sikap dan keterampilan petani. Selain itu, Siregar dan Saridewi (2010) dalam tulisannya menyebutkan bahwa kinerja penyuluh pertanian mulai menurun sejak berlakunya otonomi daerah dimana beberapa daerah menganggap bahwa penyuluh pertanian tidak penting karena anggapan tidak berpengaruh langsung terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Perubahan pada sistem penyuluhan pertanian mempengaruhi bentuk komunikasi yang diterapkan dalam kegiatan penyuluhan karena komunikasi merupakan ujung tombak dari kegiatan penyuluhan pertanian. Komunikasi memegang kunci penting karena kegiatan penyuluhan pertanian itu sendiri merupakan kegiatan komunikasi. Komunikasi dapat menentukan efektivitas kegiatan penyuluhan pertanian. Komunikasi merupakan suatu alat yang digunakan dalam proses kegiatan penyuluhan. Penelitian yang dilakukan oleh Murdiyanto (2010) menerangkan bahwa adanya perbedaan hasil antara kegiatan penyuluhan yang menggunakan metode komunikasi kelompok dengan gabungan metode komunikasi kelompok dan komunikasi antar pribadi. Pada penyuluhan dengan menggunakan metode komunikasi kelompok menyebabkan adanya beberapa petani yang tertinggal atau ditinggalkan dalam transformasi teknologi pertanian karena karakter pribadi petani sendiri yang menyebabkan petani merasa terpinggirkan. Sedangkan pada metode penyuluhan pertanian yang menggabungkan antara metode komunikasi kelompok dan komunikasi antar pribadi yaitu adanya orang perantara dari kelompok yang menghubungkan antara penyuluh dan petani sehingga proses komunikasi berjalan baik dan petani tidak merasa terpinggirkan. Salah satu daerah yang termasuk dalam zona selatan Jawa Barat yaitu Kabupaten Tasikmalaya khususnya desa Manonjaya. Hal tersebut mendasari penelitian ini untuk melihat efektivitas komunikasi pada kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan di Desa Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa Barat. 1.2. MASALAH PENELITIAN Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana partisipasi petani dan penyuluh dalam kegiatan penyuluhan pertanian di kelomok tani ? 2. Bagaimana efektivitas komunikasi kegiatan penyuluhan pertanian kelompok tani? 3. Faktor apa saja yang menentukan efektivitas komunikasi penyuluhan pertanian? 1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengetahui partisipasi petani dan penyuluh dalam kegiatan penyuluhan pertanian di kelompok tani 2. Mengetahui efektivitas komunikasi penyuluhan pertanian di tingkat kelomopk tani 3. Mengetahui faktor-faktor yang menentukan efektivitas komunikasi penyuluhan pertanian 1.4. KEGUNAAN PENELITIAN

1.

2.

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: Akademisi Hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai efektivitas koomunikasi terutama dalam kegiatan penyuluhan pertanian serta menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu menambah ilmu pengetahuan mengenai efektivitas komunikasi dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Lembaga penyuluhan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan para pelaku kegiatan penyuluhan terutama lembaga penyuluhan dalam menentukan strategi komunikasi yang dilakukan dalam kegiatan penyuluhan sehingga kegiatan penyuluhan dapat berjalan dengan efektif.

5 3.

Masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu manambah pengetahuan dan wawasan bagi masyarakat mengenai komunikasi yang terjadi dalam kegiatan penyuluhan pertanian.

2. PENDEKATAN TEORETIS 2.1.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. KONSEP KOMUNIKASI Manusia tidak bisa dipisahkan dengan kegiatan komunikasi karena sebagian besar waktu manusia digunakan untuk berkomunikasi. Bentuk komunikasi suatu masyarakat dapat berbeda tergantung pada lingkungan dan budaya yang dimilikinya. Bahkan Schramn (1982) yang dikutip oleh Cangara (2006) menerangkan bahwa komunikasi dan masyarakat merupakan dua kata yang tidak bsa dipisahkan karena tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk dan sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi. Komunikasi mampu untuk membangun kontak antar manusia yang menunjukan keberadaan dirinya dan berusaha memahami kehendak, sikap dan perilaku orang lain. Pada ruang lingkup yang lebih rinci, komunikasi menggambarkan bagaimana seseorang menyampaikan sesuatu lewat bahasa atau simbol-simbol tertentu kepada orang lain. Proses komunikasi tidak selamanya terjadi antar manusia. Menurut Effendy (2002) komunikasi dapat dilihat menjadi komunikasi manusia atau komunikasi sosial, komunikasi hewan, komunikasi transendal, dan komunikasi fisik. Sebagaian besar kegiatan penyuluhan adalah proses komunikasi yaitu komunikasi manusia sehingga komunikasi menjadi kunci penting dalam kegiatan penyuluhan. Pada kegiatan penyuluhan, penyuluh menyampaiakan informasi yang berkaitan dengan pengembangan usahatan baik melalui tatap muka, diskusi kelompok ataupun melalui saluran radio dengan harapan informasi tersebut mampu untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani. Komunikasi berasal dari kata communicatio, dari kata dasar communis yang memiliki arti kesamaan dalam suatu hal. Terdapat perbedaan pandangan mengenai definisi mengenai komunikasi diantaranya Blackdan Bryant (1992)5 mendefinisikan komunikasi sebagai : 1. proses dimana orang-orang berbagi makna 2. proses dimana seseorang (komunikator) mengirim rangsang untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan) 3. terjadi ketika informasi melintas dari satu tempat ke tempat lain 4. pengalihan pesan sehingga orang saling mempengaruhi 5. terjadi bila si A menyampaikan pesan kepada si B melalui saluran C kepada si D dengan akibat E Sedangkan Effendy (2002) menerangakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung malalui media. Selain itu, Cangara (2006) mengutip Book (1980) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu interaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antar sesama manusia, melalui pertukaran informasi, untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu. Beberapa definisi tersebut memiliki kesamaan yang menunjukan bahwa komunikasi berhubungan dengan proses dan informasi. Kedua kata tersebut merupakan kunci dalam komunikasi. Kincaid (1976) dalam Lubis et al (2010) menjelaskan mengenai komunikasi yaitu : 1. Tidak semua komunikasi adalah komunikasi antar manusia 2. Tidak semua peserta komunikasi harus hadir pada saat yang sama 3. Informasi dapat diciptakan, disimpan, diproses, diinterpretasikan, diambil kembali, sehingga komunikasi dapat berlangsung melampaui batasan ruang dan waktu 5

Lubis DP et al (2010) dalam Dasar-dasar Komunikasi

6 4. 5. 6.

Tidak semua komunikasi berlangsung dengan kata Komunikasi tidak selalu memerlukan dua orang atau lebih partisipan Berfikir adalah salahsatu bentuk komunikasi karena berfikir adalah berbicara dengan diri sendiri

Dari penjelasan mengenai definisi komunikasi tersebut terlihat bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator atau sumber kepada komunikan atau penerima melalui suatu saluran dan menciptaan suatu pengertian atau kesamaan makna anatra komunikator dan komunikan serta menimbulkan suatu akibat dari hasil proses komunikasi tersebut dimana peserta komunikasi tidak selalu memerlukan dua orang atau lebih dan harus hadir pada saat yang sama. Beberapa definisi komunikasi tersebut terlihat bahwa komunikasi memiliki beberapa unsur yang terdapat dalam proses komunikasi itu sendiri. Berlo (1960) seperti yang dikutip Lubis et al (2010) menjelaskan bahwa unsur komunikasi adalah sumber, penerima, pesan, saluran, akibat, umpanbalik. Sumber yaitu orang atau sekelompok orang yang sengaja dan bertujuan untuk berkomunikasi. Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat pesan atau informasi. Pada komunikasi antarmanusia, sumber terdiri dari satu orang atau juga dalam bentuk kelompok mapupun organisasi. Sedangkan penerima yaitu orang atau sekelompok orang pada sisi lain proses komunikasi dimana penerima merupakan sasaran dari komunikasi. Penerima merupakan pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber dimana penerima terdiri satu orang atau lebih. Keberadaan penerima adalah akibat dari adanya sumber sehingga tidak akan ada penerima jika tidak ada sumber. Pesan adalah sesuatu yang dikirimkan sumber kepada penerima. Sesuatu tersebut disalurkan dalam bentuk pesan. Pesan dapat berupa ide atau tujuan yang dikemukakan dalam bentuk kode atau kumpulan simbol yang tersusun secara sistematis. Pesan dapat disampaikan melalui cara tatap muka atau melalui media komunikasi lainnya. Isi pesan dapat berupa hiburan, informasi, pengetahuan dan lainnya. Saluran komunikasi merupakan moda membuat kode dan menerjemahakan kode dari pesan, kendaraan pesan dan pembawa pesan. Saluran meruapakan alat alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Bentuk dari saluran komunikasi dapat berbedabeda seperti dalam komunikasi antarpribadi pancaindera manusia dianggap sebagai media saluran komunikasi. Pada komunikasi massa, saluran komunikasi yaitu alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka dimana setiap orang dapat melihat, membaca dan mendengarnya. Cangara (2006) menjelaskan bahwa saluran pada komunikasi massa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu saluran media cetak dan elektronik. Saluran media cetak yaitu koran, majalah, buku leaflet dan lainnya. Sedangkan saluran media elektronik yaitu radio, televisi, komputer dan lainnya. Akibat adalah hasil dari komunikasi atau respon dari penerima terhadap pesan yang disampaikan oleh sumber. Perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sesudah menerima pesan. Menurut De Fleur (1982) yang dikutip oleh Cangara (2006) menerangkan bahwa akibat dari proses komunikasi terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang sehingga akibat dapat diartikan sebagai perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat dari penrimaan pesan atau informasi. Sedangan umpan-balik yaitu respon penerima yang diterima oleh sumber. Dengan adanya penjelasan mengenai unsur-unsur komunikasi tersebut menegaskan bahwa komunikasi merupakan suatu proses dimana terdapat serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama lain dalam kurun waktu tertentu ( Riswandi, 2009). Komunikasi tergantung pada tujuan yang akan dicapai pada proses kegiatan tersebut. Terdapat perbedaan pandangan mengenai tujuan dari komunikasi menurut Lubis et al (2010) diantaranya menurut Berlo (1960), DeVio (2001) dan Tubbs dan Moss(1973). Berlo menjelaskan bahwa terdapat tiga tujuan dari komunikasi yaitu memberitahu, membujuk dan menghiibur. Memberitahu yaitu komunikasi ditujukan untuk menyampaiakan suatu hal (gagasan, pemikiran dan perasaan). Membujuk yaitu komunikasi digunakan untuk mengubah perasaan. Pada hal ini komunikasi tidak hanya menekankan untuk mempengaruhi pikiran namun juga emosi seseorang dan menghibur yaitu komunikasi digunakan untuk menyenangkan orang lain. Sedangkan DeVito (2001) menjelaskan bahwa komunikasi memiliki empat tujuan diataranya adalah penemuan diri, memulai dan

7 memelihara hubungan dengan orang lain, mengubah perilaku, dan bermain dan menghibur diri. Tujuan komunikasi lainnya yaitu menurut Tubbs dan Moss (1973) yaitu agar komunikan memperoleh pemahaman yang tepat terhadap pesan yang disampaiakan oleh komunikator, menyenangkan pelaku-pelaku komunikasi, mempengaruhi sikap komunikan, memperbaiki hubungan antar manusia, mempengaruhi tindakan komunikan ke arah yang diharapkan oleh komunikator. Riswandi (2009) mengatakan bahwa model adalah suatu gambaran yang sistematis dan abstrak yang menggambarkan potensi-potensi tertentu yang berkaitan dengan berbagai aspek dalam suatu proses. Model merupakan representasi suatu fenomena baik nyata maupun abstrak dengan menonjolkan unsur terpenting pada fenomena tersebut dan dapat dikatakan sempurna jika mampu untuk memperlihatkan semua aspek yang mendukung terjadinya suatu proses. Model dalam komunikasi merupakan alat untuk mempermudah penjelasan mengenai kounikasi. Riswandi (2009) menyebutkan bahwa model merupakan gambaran informal untuk menjelaskan atau menerapkan teori dengan kata lain teori yang disederhanakan. Lubis et al (2010) menerangkan terdapat tiga tipologi model komunikasi menurut Tubbs dan Moss (1983) serta DeVito (1996) yaitu model transaksasional, interaksional dan linear. Pada tipologi model interaksional, pembicara dan pendengar berbicara dan mendengar secara bergantian. Ketika sumber berbicara dan penerima mendengarkannya. Ketika penerima kemudian berbicara maka giliran pembicara yang mendengarkannya sehingga komunikasi berlangsung dua arah. Model komunikasi pada komunikasi interaksional yaitu model Schramn dan model Watzlawick,Beavin dan Jackson. Riswandi (2009) mengatakan bahwa model komunikasi Schramn terdiri dari tiga unsur komunikasi yaitu sumber, pesan dan sasaran. Sumber dapat berupa individu atau organisasi. Pada model Schramn memisahkan antara source dan encoder maupun decoder dan destination. Pada model Watzlawick, Beavin, dan Jackson menerangkan bahwa peserta komunikasi befungsi menjadi sumber dan penerima secara bergantian. Komunikasi pada model ini yaitu suatu proses yang melakukan kegiatan memberi dan menerima pesan. Sedangkan pada model transaksasional berlangsung jika komunikasi dipandang dalam konteks hubungan antara dua orang atau lebih dan berlangsung secara simultan selama pihak-pihak terlibat berkomunikasi. Tipologi model transaksasional, setiap orang berperan sebagai pembicara dan pendengaryang berlangsung secara simultan ketika mereka berkomunikasi. Model komunikasi pada tipologi ini yaitu model Schramn dan model Konvergensi Kincaid. Model Schramn melihat bahwa proses komunikasi tidak memiliki ujungpangkal serta peserta dalam proses komunikasi memiliki kedudukan yang sederajat yaitu sebagai interpreter, decoder dan encoder serta mengirim pesan yang saling mempengaruhi. Model Konvergensi Kincaid adalah suatu kecenderungan bagi dua orang atau lebih untuk bergerak menuju satu titik dengan tujuan untuk menyatukan minat besama sehingga muncul pemahaman besama. Pada komunikasi linear, proses komunikasi dimulai dari sumber menciptakan pesan yang dikirim agar menimbulkan pengaruh kepada penerima sehingga komunikasi berlangsung searah dan sumber kepada penerima. Komunikasi linier terbagi menjadi beberapa model komunikasi yaitu model Aristoteles, model Lasswell, model Shanon dan Weaver, Model Katz dan Lazarfeld, model Berlo, dan model Rogers dan Shoemaker. Pada model Aristoteles terdiri dari tiga unsur komunikasi yaitu pembicara, pesan, dan pendengar. Sumber merupakan orang yang melakukan atau menyampaikan pesan atau informasi dan penerima merupakan orang yang menerima pesan sedangkan pesan adalah sesuatu yang disampaikan sumber kepada penerima. Model Aristotele tidak terdapat unsur media karena pada masa tersebut media komunikasi belum tersedia. Pada model ini, komunikasi merupakan aktivitas verbal dimana pembicara berusaha membujuk pendengarnya agar tujuannya tercapai yang dilakukan melalui keterampilan dalam menyampaikan pendapat atau argumen kepada khalayak. Model komunikasi aristotele menekan bahawa komunikas merupakan aktivitas verbal dengan tujuan agar para pendengar dapat terbujuk dengan argumen yang disampaiakan oleh pembicara. Model Lasswell memiliki pandangan lain dalam melihat proses komunikasi. Unsur komunikasi pada model Laswell terdiri dari who, what, channel, whom dan effect. Unsur komunikasi who merupakan sumber yang mampu untuk mengendalikan pesan berasal. Unsur what merupakan pesan dimana pesan tersebut akan disalurkan melalui unsur channel yang merupakan saluran komunikasi dan akan diterima oleh unsur whom yaitu penerima pesan. Sedangkan unsur effect merupakan hasil

8 atau pengaruh yang ditimbulkan dari komunikasi. Pada model ini, arus pesan terjadi searah dari sumber atau who menuju penerima atau whom dan melihat bagaimana akibat atau efek yang ditimbulkan setelah menerima pesan dari sumber tanpa melihat bagaimana timbalbalik dari akibat tersebut terhadap sumber pesan. Riswandi (2009) menyatakan bahwa model komunikasi Lasswell lebih menekankan bagaimana melihat pengaruh terhadap khalayak dan mengabaikan faktor umpan balik. Model komunikasi Lasswell lebih banyak diterapkan dalam komunikasi massa. Selain itu, model komunikasi Sahanon dan Weaver memandang bahwa dalam proses komunikasi terdapat noise atau gangguan. Proses komunikasi menurut model ini yaitu sumber informasi (information source) memilih sebuah pesan dan dikirim melalui alat pengirim atau transmiter . Transmiter tersebut mmengubah pesan menjadi sinyal dan masuk ke dalam saluran yang sesuai dengan sinyal. Pada unsur saluran atau channel ini terdapat gangguan atau noise yang dapat mengganggu bentuk pesan. Gangguan atau noise menurut Riswandi (2009) adalah setiap stimulus tambahan dan tidak dikehendaki yang dapat menganggu kecermatan pesan. Proses selanjutnya yaitu saluran atau channel tersebut mengubah kembali menjadi sinyal yang akan sampai kepada penerima dalam bentuk pesan dan menyalurkannya ke tujuan (destination). Dalam model Shannon dan Weaver setiap informasi atau pesan yang disampaikan tujuan seperti untuk menambah pengetahuan, mengubah sikap, dan perilaku. Model komunikasi linear lainnya yaitu model Katz dan Lazarsfeld yang lebih dikenal dengan model komunikasi dua tahap. Pada tahap pertama informasi atau pesan dikirim dari sumber kepada pemuka pendapat melalui media massa dan pada tahap kedua pesan akan dikirim dari pemuka pendapat kepada khalayak atau anggota masyarakat yang menjadi anggota masyarakat dari pemuka pendapat tersebut. Model komunikasi selanjutnya yaitu model Berlo yang dikenal dengan model SMCR (Source, Message, Channel, Receiver). Pada model ini menganggap bahwa sumber yaitu pihak yang memproduksi pesan maupun penerima sebagai penerjemah pesan merupakan satu kesatuan. Proses komunikasi pada model ini yaitu sumber akan menyandikan menjadi sebuah pesan dan pesan tersebut dikirim melalui suatu saluran selanjutnya pesan tersebut akan diterjemahkan oleh penerima. Selanjutnya Rogers dan Shoemaker mengungkapkan bahwa proses komunikasi memiliki unsur SMCRE (Source, Message, Channel, Receiver, Effect) dimana alur pada model komunikasi ini tidak berbeda jauh dengan model komunikasi Berlo. Namun pada model SMCRE terdapat efek atau pengaruh pada penerima yang ditimbulkan dari proses komunikasi. Pada model komunikasi SMCRE banyak digunakan dalam kegiatan penyuluhan pertanian karena dianggap relevan dengan adopsi inovasi. 2.1.2. EFEKTIVITAS KOMUNIKASI Efektivitas komunikasi dapat menentukan keberhasilan dalam kegiatan penyuluhan. Komunikasi dapat dikatakan efektif jika dapat menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Tubbs dan Moss (1996) sepertiyang dikutip Ropiah (2010) menyatakan bahwa komunikasi efektif adalah komunikasi dimana makna yang distimulasikan serupa atau sama dengan yang dimaksudkan komunikator. Bila S adalah pengirim dan R adalah penerima pesan, maka komunikasi dikatakan efektif jika responyang diinginkan S dan R sama. 𝑅 π‘€π‘Žπ‘˜π‘›π‘Ž π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘›π‘”π‘˜π‘Žπ‘ π‘π‘’π‘›π‘’π‘Ÿπ‘–π‘šπ‘Ž = =1 𝑆 π‘€π‘Žπ‘˜π‘›π‘Ž π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘šπ‘Žπ‘˜π‘ π‘’π‘‘ π‘π‘’π‘›π‘”π‘–π‘Ÿπ‘–π‘š Schramn dan Forter (1973) yang dikutip Purwatiningsih (2013) menyebutkan bahwa efektivitas komunikasi ditujukan oleh kondisi saling melengkapi antara komunikan secara umum dengan penggunaan media komunikasi dalam mengantarkan suatu perubahan. Effendy (2007) menerangkan dalam efektivitas komunikasi terdapat kesamaan makna antara pengirim dan penerima mengenai pesan dan menimbulkan tiga dampak yaitu kognitif, afektif dan behavioral. Dampak kognitif merupakan adanya peningkatan pengetahuan bagi penerima yang diakibatkan oleh pesan yang diterimanya. Pengetahuan akan mempengaruhi seseorang dalam membentuk sikap. Mantra (1984) seperti yang dikutip Syadzali (2007) mengungkapkan bahwa pengetahuan seseorang akan

9 menentukan sikap menerima atau menolak kemudian akan berperilaku mengenai sesuatu yang dianggap positif baginya. Adanya dampak afektif menyebabkan terjadinya perubahan sikap pada diri penerima yang diakibatkan pesan yang diterima. Sikap menggambarkan respon seseorang terhadap suatu stimulus yang diterimanya. Zenden (1984) dalam tulisan Syadzali 2007) menyebutkan sikap merupakan penilaian atau perasaan seseorang terhadap orang lain, peristiwa, kegiatan dan pendapat orang lain dan lain-lain. Sedangkan dampak behavioral yaitu adanya perubahan tindakan yang terjadi pada penerima. Berlo (1960) seperti yang dikutip Purwatiningsih (2013) mengemukakan bahwa komunikasi akan berjalan efektif apabila ketepatan dapat ditingkatkan dan gangguannya (noise) dapat diperkecil. Hal tersebut dapat terjadi jika : 1. Seorang komunikator harus memiliki keterampilan berkomunikasi, ersikap positif terhadap komunikan dan pesan yang disampaikan serta mapu menyesuaikan diri dengan sistem sosial budaya. 2. Seorang komunikan harus memiliki kemampuan berkomunikasi, bersikap positif terhadap komunikator dan pesan yang disampaikan, memahami isi pesan yang disampaikan serta perilaku kebiasaan dalam menerima dan menafsirkan pesan. 3. Pesan yang disampaikan harus memenuhi persyaratan kode atau bahasa pesan, kesesuaian isi pesan dengan tujuan komunikasi serta pemilihan dan pengetahuan bahasa dan isi pesan. 4. Media komunikasi harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, sesuai dengan isi pesan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat serta efisien dalam memilih media. Prinsip penggunaan media harus dapat dilihat, didengar, disentuh, dicium, dan dirasakan. Selain itu, komunikasi akan berjalan efektif jika komunikator menyesuaikan komunikasinya dengan komunikan yaitu memahami kepentingan komunikator, kebutuhan, pengalaman, kesulitan dan kecakapannya. Tubbs dan Moss (1974) dalam Rahkmat (2001) mengemukakan bahwa komunikasi yang efektif memiliki lima tanda yaitu : 1. Pengertian yaitu penerimaan yang cermat dari isi pesan yang disampaikan komunikator sehingga tidak terjadi kesalah penafsiran pesan oleh komunikan. 2. Kesenangan yaitu suasana yang menjadikan hubungan menjadi hangat, akrab dan menyenangkan. Tingkat kesenangan dalam berkomunikasi berkaitan erat dengan perasaan terhadap orang yang berinteraksi. 3. Mempengaruhi sikap, yaitu kemampuan persuasif komunikator dalam menyampaikan pesan yang menimbulkan efek pada diri komunikan. 4. Hubungan sosial yang baik yaitu tumbuhnya perasaan ingin bergabung dengan orang lain, ingin mengendalikan dan dikendalikan. 5. Tindakan yaitu tindakan nyata yang dilakukan komunikan setelah terjadi pengertian, pembentukan dan perubahan sikap serta tumbuhnya hubungan yang baik. Efektivitas kegiatan penyuluhan menurut penelitian yang dilakukan oleh Ridwan dan Amji Jahi (2002) dapat dilihat melalui pencapaian tujuan dari kegiatan yang dilakukan dalam penyuluhan tersebut sehingga tidak hanya berpatokan pada indikator yang ditetapkan pemerntah. Indikator keberhasilan kegiatan penyuluhan telah diatur dalam pertauran pemerintah. Terdapat 9 indikator keberhasilan PPL yang tercantum dalam SK Menteri Pertanian No. 671 yaitu : 1. Penyebarluasan informasi yaitu tugas seorang penyuluh untuk menyampaikan informasi tentang teknologi maupun kebijakan pemerintah di bidang pembangunan pertanian. 2. Memfasilitasi penumbuhkan dan pengembangkan kelompok/Gapoktan adalah tugas penyuluh untuk memfasilitasi penumbuhan dan pengembangan kelompok dan gabungan kelompoktani. 3. Memotivasi petani/kelompoktani adalah tugas penyuluh untuk selalu membangkitkan semangat petani/kelompoktani untuk mengembangkan komoditas usahatani yang ditekuni. 4. Bimbingan pemecahan masalah adalah tugas penyuluh untuk membina dan memfasilitasi pemecahan masalah yang tidak bisa dilakukan oleh petani/kelompoktani. 5. Menginventarisasi/mengidentifikasi adalah tugas penyuluh untuk menginventarisasi/ mengidentifikasi monografi dan potensi dan agroekosistem.

10 6. 7. 8. 9.

Memfasilitasi forum penyuluhan adalah tugas penyuluh untuk memfasilitasi proses pembelajaran petani dan keluarganya. Pengembangan swadaya dan swakarsa adalah tugas penyuluh untuk mengarahkan sasaran menuju swadaya dan swakarsa dalam melaksanakan kegiatannya. Kelengkapan administrasi adalah tugas penyuluh untuk selalu membuat laporan dan mencatat permasalahan dan upaya pemecahan masalah petani/ kelompoktani. Bimbingan penerapan teknologi adalah tugas penyuluh untuk selalu membantu petani dalam meningkatkan pendapatan.

2.1.3. KOMUNIKASI PENYULUHAN PERTANIAN Kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia telah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda yang ditujukan meningkatkan produksi hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan penjajah dan pribumi. Kegiatan penyuluhan pertanian terus dilakukan hingga zaman sekarang, terutama untuk mendorong pembangunan pertanian tidak hanya dalam peningkatan produksi hasil pertanian saja, namun juga pengembangan sumberdaya manusia yang terkait pada sektor pertanian. Ban (1999) menerangkan bahwa kegiatan penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya dalam memeberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Menurut Maunder (1972) dalam Mugniesyah (2006) penyuluhan adalah perpanjangan dari pelayanan yang menyebarluaskan keunggulan hasil suatu institusi pendidikan kepada orang-orang yang tidak dapat mengikuti kegiatan pendidikan tersebut dengan cara yang reguler. Wiriaatmadja (1973) mengungkapkan bahwa definisi penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah untuk keluarga-keluarga tani di pedesaan, dimana mereka belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tahu dan bisa menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadapainya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Hal tersebut menjelaskan bahwa tugas utama penyuluh yaitu membantu petani dalam pengambilan keputusan. Penyuluhan pertanian merupakan suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan, dan sarananya disesuaikan dengan keadaan, kebutuhan dan kepentingan sasaran sehingga penyuluhan dapat disebut dengan pendidikan nonformal. Kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia berada dalam suatu organisasi yang dikelola di bawah departemen pertanian. Peraturan sistem penyuluhan di Indonesia tertuang dalam Undang-undang nomor 16 tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K). Pada Bab I pasal 1 menyebutkan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian selain ditujukan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan juga menekankan pada peningkatan kesejahteraan, serta kesadaran dalam pelestarian lingkunga hidup. Penjelasan tersebut menegaskan kegiatan penyuluhan pertanian merupakan suatu bentuk pendidikan nonformal bagi keluarga petani di pedesaan tidak hanya untuk meningkatkan produksi hasil pertanian pada usahataninya namun juga peningkatan kesejahteraan dimana penyuluh memiliki tugas utama agar para petani memiliki kemampuan dalam memilih keputusan dan menyelesaikan sendiri terhadap maslah-masalah yang dihadapinya. Metode penyuluhan digunakan untuk membantu petani dalam membentuk pendapat dan mengambil keputusan. Pemilihan penyuluh dalam mengambil satu metode penyuluhan tergantung pada situasi kerjanya. Wiriaatmadja (1973) menjelaskan bahwa penggunaan metoda penyuluhan harus didasarkan pada beberapa persyaratan yaitu sesuai dengan keadaan sasaran, cukup dalam jumlah dan mutu, tepat mengenai sasaran dan pada waktunya, amanat harus mudah diterima dan dimengerti, serta pembiayaan murah. Ban (1999) membagi metode penyuluhan menjadi tiga yaitu metode kelompok, penyuluhan individu dan media massa. Metode penyuluhan berpengaruh terhadap komunikasi yang diguakan pada metode tersebut. Wiriaatmadja (1973) mnerangkan bahwa terdapat hubungan antara metode penyuluhan dengan tahap komunikasi yang digunakan. Pada metode dengan menggunakan media massa atau penyuluhan massal tahap komunikasi yang terjadi yaitu untuk menggugah hati dan menarik perhatian sasaran. Tahapan komunikasi pada metode penyuluhan kelompok yaitu meyakinkan dan membangkitkan keinginan sedangkan pada penyuluhan individu, tahapan komunikasi yang terjadi adalah menggerakan usaha.

11 Media menurut Ruben (1992) adalah alat-alat teknologi yang meningkatkan kemampuan alamiah manusia untuk menciptakan, mentransmisikan, menerima, serta memproses pesan komunikasi baik secara visual, terdengar, tercium, terperaga, terasa atau tersentuh. Penggunaan media massa seperti radio, majalah, leaflet, dan surat kabar pada kegiatan penyuluhan dinilai efektif karena menjangkau khalayak luas namun penggunaan media massa memberikan sedikit kesempatan bagi petani untuk berinteraksi atau memberikan umpan balik dengan penyuluh. Penggunaan media massa mampu untuk menarik perhatian atau menyadarkan adanya informasi atau pesan terkait usatani kepada para petani. Ban (1999) menjelaskan bahwa penggunaan media massa efektif untuk menyadarkan para petani tentang informasi inovasi pertanian namun meida kurang berpengaruh ketika pada tahap pengambilan keputusan. Hal tersebut diakibatkan karena pengirim dan penerima pesan cenderung menggunakan proses-proses selektif saat menggunakan media massa sehingga pesan mengalami distorsi. Proses tersebut meliputi publikas selektif, perhatian selektif, persepsi selektif, daya ingat selektif, penerimaan selektif, dan diskusi selektif. Selain itu, cara penyampaian pesan melalui media massa mempengaruhi terhadap keefektifan penyuluhan. Pesan yang disampaikan harus mudah untuk dimengerti sehingga petani paham dengan mudah mengenai informasi yang diberikan. Terdapat empat faktor menurut Ban (1999) agar pesan atau informasi mudah untuk dimengerti yaitu bahasa yang digunakan sederhana dimana pada penggunaan istilah-istilah teknis diterangkan dengan menggunakan kalimat-kalimat yang singkat dan jelas, menggunakan kata-kata sehari-hari, susun dan rangkaikan perbedaan pendapat dengan jelas dimana gagasan disajikan dengan menonjolkan tema utama, nyatakan hal-hal pokok dengan singkat, jadikan tulisan menarik untuk dibaca dengan menggunakan gaya penulisan yang menarik, memberi inspirasi untuk mempertahankan minat pembaca. Penentuan jumlah sasaran penyuluhan mempengaruhi dalam pemilihan saluran atau media massa yang digunakan. Ban (1999) mengemukakan bahwa terdapat tiga pola dalam perkembangan teknik komunikasi massa yaitu penambahan skala, pengurangan skala, dan sentuhan pribadi. Penambahan skala yaitu media yang digunakan bertujuan untuk menambah jumlah orang seperti contoh dengan menggunakan media televisi. Pengurangan skala yaitu menggunakan media atau alat komunikasi yang disesuaikan dengan kelompok kecil. Sedangkan sentuhan pribadi yaitu penyebaran informas yang dapat menyebar dengan luas dan cepat sehingga orang dapat memilih informasi teknis secara spesifik da umum sesuai dengan keinginan masing-masing. Tabel 2. Perbedaan antara media massa dan komunikasi interpersonal No Karakteristik Saluran Interpersonal 1 Arus pesan Cencerung dua arah 2 Konteks komunikasi Saling berhadapan 3 Kecepatan penyampaian pesan Relatif lambat 4 Biaya per orang yang bisa dijangkau Tinggi 5 Kemungkinan diabaikan oleh Rendah pembaca/pemirsa 6 Kemungkinan untuk menyesuaikan pesan Tinggi dengan pembaca/pemirsa Sumber : Diadaptasi dari Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F.19716

Saluran Media Massa Cenderung searah dDitempatkan Relatif cepat Rendah Tinggi Rendah

Metode penyuluhan kelompok seperti ceramah, demonstrasi dan diskusi kelompok memungkinkan adanya umpan balik sehingga mengurangi salah pengertian dalam menerima pesan atau informasi dari penyuluh. Dari hal tersebut terlihat bahwa metode penyuluhan kelompok lebih menguntungkan jika dibanding dengan menggunakan media massa karena kemungkinan petani mengerti akan pesa atau informasi lebih besar. Penyuluhan kelompok mampu untuk memberikan ruang bagi peserta untuk berinteraksi sehingga terjadi pertukaran pengalaman yang mungkin dapat bermanfaat bagi kegiatan usahatani. Menurut Ban (1999) dalam tulisannya mengungkapkan bahwa 6

AW. Van Den Ban dan H.S Hawkins (1998) dalam Penyuluhan Pertanian

12 metode kelompok sering mencapai kelompok sasaran karena hanya petani yang betul-betul berminat pada penyuluhan yang hadir dalam pertemuan. Salah satu metode penyuluhan indivisu yang paling penting yaitu dialog karena pada metode ini penyuluh dan petani dapat berinteraksi sehingga terjadi umpan-balik dari petani ke penyuluh sehingga pola kounikasi menjadi komvergen. Terdapat beberapa kekurangan dan kelebihan mengani penggunaan metode penyuluhan individu menurut Ban (1999) yaitu : Tabel 3. Keuntungan dan kekurangan metode penyuluhan individu No. Keuntungan Kekurangan 1 Memberikan informasi yang diperlukan Membutuhkan biaya besar dalam bentuk curahan untuk memecahkan masalah khusus waktu 2 Memberikan kesempatan kepada Keterbatasan penyuluh untuk menunjungi petani penyuluh untuk mengetahui kondisi sehingga tidak semua petani dapat mengiuti petani dengan baik terutama ketika penyuluhan melakukan kunjungan rumah 3 Penyuluh dapat memberitahu petani Petani tidak akan meminta bantuan kepada untuk menjernihkan pikirannya dan penyuluh jika tidak tumbuh kepercayaan antara memilih beberapa tujuan yang masih keduanya simpangsiur 4 petanidapat meningkatkan kepercayaan Konsultasi seringkali diprakarsai oleh petani yang terhadap penyuluh menghadapi masalah berat dan menimbulkan kesulitan dalam pemecahan masalah Sumber : Van Den Ban dan Hawkins (1999) 2.1.4. FAKTOR PENENTU EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PENYULUHAN PERTANIAN Komunikasi yang efektif yaitu terjadnya kesamaan makna antara komunikan dengan komunikator sehingga menciptakan kesamaan makna. Dalam mencapai komunikasi yang efektif tersebut terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi. Effendy (2003) menerangkan bahwa komunikasi efektif dipengaruhi oleh dua faktor yang faktor komunikan dan faktor komunikator. Komunikan adalah orang ang menerima pesan atau informasi. Seorang komunikan atau penerima akan dapat menerima sebuah pesan jika terdapat empat kondisi yaitu : 1. Komunikan benar-benar mengerti pesan komunikasi. 2. Pada saat mengambil keputusan, komunikan sadar bahwa keputusannya sesuai dengan tujuan 3. Pada saat mengambil keputusan, komunikan sadar bahwa keputusan yang diambil bersangkutan dengan kepentingan pribadinya 4. Komunikan mampu untuk menepatinya baik secara mental maupun secara fisik Komunikator atau sumber adalah orang atau sumber yang mengirim pesan. Terdapat dua foktor penting pada diri komunikator yang mempengaruhi efektivitas komunikasi yaitu kredibilitas dan daya tarik komunikator. Kredibilitas menurut Riswandi (2009) yaitu seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-sifat komunikator. Kredibilitas tersebut terdiri dari dua komponen yaitu kepercayaan dan keahlian. Kepercayaan yaitu kesan komunikan tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Keahlian yaitu kesan yang dibentuk komunikan tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibacakan. Kepercayaan yang besar terhadap komunikator dapat meningkatkan daya perubahan sikap. Kepercayaan kepada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang diterima oleh komunikan dianggap benar. Pesan yang dikirimkan kepada komunikan memiliki pengaruh yang besar jika komunikator dianggap sebagai seorang ahli. Faktor daya tarik menurut Lubis et al (2010) yaitu kekuatan yang mampu menarik orang untuk bersama-sama atau berhubungan satu sama lain. Daya tarik komunikator akan memberikan rasa kepuasan pada komunikan sehingga komunikan

13 bersedia untuk tunduk kepada pesan yang dikirimkan oleh komunikator. Komunikan akan menyenangi komunikator jika adanya kesamaan antara komunikan dan komunikator. Hasil penelitian Erwan Andawan (2007) menunjukan bahwa terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan tingkat kepuasan terhadap bimbingan penyuluhan dimana kepuasan tersebut menggambarkan efektivitas dari kegiatan penyuluhan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sihana (2003) menunjukan bahwa terdapat pengaruh dari komunikasi terhadap efektivitas penyuluhan. Jika komunikasi tidak lancar maka 50 persen penyuluh pertanian tersebut bekerja tidak efektif. Namun jika komunikasi lancar maka 60 persen penyuluh pertanian bekerja efektif. Hal tersebut menggambarkan bahwa komunikasi sangat berpengaruh terhadap efektivitas penyuluhan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas penyuluhan pada penelitian yang dilakukan oleh Sihana (2003) yaitu faktor sikap dan komunikasi. Faktor sikap dilihat melalui keyakinan metode yang dilaksanakan, manfaat metode yang digunakan di lapangan, lingkungan kerja penyuluh, dan penerapan etika penyuluh. Faktor komunikasi diukur dari penggunaan alat peraga, bahasa yang mudah dimengerti, terjadinya dialog pada pertemuan kelompok tani, kehadiran anggota kelompok dalam pertemuan, kemampuan anggota kelompok dalam menyerap teknologi, kesesuaian materi terhadap kebutuhan petani, dan kesesuaian jadwal pertemuan. Pada faktor motivasi diukur melalui harapan mendapatkan perlengkapan kerja, harapan mendapatkan sarana dan prasarana, pengakuan terhadap keberhasilan kerja, dan pengakuan sebagai tenaga profesional. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Hubeis (2007) menyatakan bahwa faktor yang mampu mempengaruhi motivasi dalam bekerja yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik berupa prestasi, pengakuan, pekerjaan, dan tanggungjawab. Sedangkan yang termasuk dalam faktor ekstrinsik yaitu administrasi dan kebijakan, supervisi, gaji dan imbalan, hubungan interpersonal, kondisi kerja dan status. Selain itu, karakteristik penyuluh dan petani mempengaruhi dalam efektivitas penyuluhan. Karakteristik penyuluh terbagi menjadi karakteristik internal dan eksternal. Karakteristik internal penyuluh pertanian terdri dari umur penyuluh pertanian, pendidikan formal penyuluh pertanian, dan motivasi. Sedangkan karakteristik eksternal penyuluh pertanian terdiri dari ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, dan kebijakan pemerintah. Karakteristik petani meliputi umur, pendidikan formal, pengalaman berusahatani, luas lahan, interaksi dengan penyuluh, konsumsi media, akses kredit, pelatihan yang telah diikuti, dan kekosmopolitan. Sedangkan indikator kualitas petani dilihat dari petani sudah merasa rasional dalam mengambil keputusan usahatani, keterbukaan sikap petani terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, dan petani mencari informasi pendukung dalam pengambilan keputusan usahatani. Terdapat faktor yang mempengaruhi kemandirian petani yan terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal tersebut yaitu ciri-ciri komunikasi, kualitas kepribadian, status sosial, ekonomi, motivasi ekstrinsik dan intrinsik. Sedangkan faktor eksternal antara lain yaitu kebijakan, pengaruh pasar, desakan non farm, pengaruh produk lain, sarana penunjang pertanian, sumberdaya informasi, lingkungan fisik, dan kualitas penyuluhan. Komunikasi merupakan penyampaian pesan dari sumber ke penerima melalui suatu saluran. Komunikasi yang dilakukan diharapkan dapat berjalan secara efektif namun terdapat banyak hambatan yang mampu merusak komunikasi sehingga komunikasi tidak berjalan lancar. Menurut Effendy (2003) terdapat beberapa hambatan dalam melakukan komunikasi efektif yaitu : 1. Gangguan Terdapat dua jenis gangguan yang diklasifikasikan menjadi gangguan mekanik dan gangguan semantik. Gangguan mekanik yaitu gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. Gangguan semantik yaitu gangguan yang berkaitan dengan pesan komunikasi sehingga pengertiannya menjadi rusak. Gangguan semantik terjadi ketika terjadi salah pengertian antara pengirim dan penerima. 2. Kepentingan Kepentigan akan membuat orang menjadi selektif dalam menanggapi suatu pesan. Orang akan memperhatikan stimulus yang berhubungan dengan kepentingannya. 3. Motivasi terpendam Motivasi akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang maka semakin besar

14 kemungkinan komunikasi dapat diterima. Namun terkadang terjadi tanggapan semu yang diterima oleh komunikator dari komunikan.Tanggapan semu adalah tanggapan komunikan yang seolaholah tamoak khusu (attentive) di depan komunikator. Tanggapan semu tersebut disebabkan karena komunikan memiliki motivasi terpendam. 4. Prasangka Prasangka merupakan salah satu hambatan dalam komunikasi karena pihak yang memiliki prasangka akan memiliki sikap curiga dan menentang komunikator yang akan melakukan komunikasi. Dalam prasangka emosi memaksa menarik kesimpulan tanpa menggunakan pikiran yang rasional. Kegiatan penyuluhan pertanian merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan pembangunan pertanian di Indonesia. Diantaranya adalah dengan mengembangkan sumberdaya manusia yang terlibat dalam sektor pertanian yaitu petani. Ban (1999) menerangkan bahwa dalam kegiatan penyuluhan pertanian terdapat hambatan pada petani yang mampu mempengaruhi kegiatan penyuluhan pertanian diantaranya adalah : 1. Sebagian petani tidak memiliki pengetahuan serta wawasan yag cukup untuk memahami permasalah yang sedang dihadapi mereka, memikirkan pemecahan masalahan, atau memilih pemecahan masalah yang tepat untuk mencapai tujuan mereka. Tugas penyuluh adalah menyediakan informasi dan memberikan pandangan mengenai masalah yang dihadapi petani. 2. Petani kurang memiliki motivasi untuk mengubah perilaku yang disebabkan perubahan yang diharapkan berbenturan dengan motivasi lain. 3. Petani tidak memiliki wawasan terhadap hubungan kekuasaan dalam masyarakat tentang sumberdaya kekuasaan bagi mereka dan menggunakannya untuk menciptakan berubahan 2.1.5. KONSEP PARTISIPASI Partisipasi menurut Slamet (2003) seperti yang dikutip dalam Sadono (2012) menyebutkan bahwa partisipasi adalah ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan pembangunan, ikut dalam memanfaatkan dan menikmati hasil pembangunan. Definisi tersebut menegaskan bahwa partisipasi merupakan salah satu kunci penting dalam kegiatan pembangunan termasuk dalam kegiatan pembangunan pertanian. Carry (1995) dalam Hasyim dan Remiswal (2009) menyebutkan bahwa pertisipasi masyarakat adalah adanya kebersamaan atau saling memberikan sumbangan untuk kepentingan dan masalah-masalah bersama yang tumbuh dari kepentingan dan perhatian individu masyarakat itu sendiri. Terdapat definisi lain mengenai partisipasi seperti yang dikemukakan oleh Taliziduhu (1990) dalam Hasyim dan Remiswal (2009) bahwa partisipasi adalah kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan diri sendiri. Soetrisno (1995) mendefinisikan partisipasi kedalam dua pengertian yatitu partisipasi merupakan dukungan rakyat terhadap rencana atau proyek pembangunan yang dirancang dan tujuannya ditentukan oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi masyarakat diukur melalui kemauan masyarakat untuk ikut menanggung biaya pembangunan baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan program. Definisi kedua menurut Soetrisno yaitu partisipasi merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan yang sudah dicapai. Ukuran yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya partisipasi masyarakat adalah kemauan masyarakat untuk menanggung biaya pembangunan, adanya hak masyarakat untuk menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dilaksanakan, dan adanya kemauan masyarakat untuk secara mandiri melaksanakan serta mengembangkan program pembangunan. Slamet (1985) dalam Soebiyanto (1993) menyatakan partisipasi memerlukan tiga syarat yaitu adanya kemampuan, kesempatan dan kemauan untuk berpartisipasi. Partisipasi dapat dibedakan menjadi beberapa tipologi seperti yang diungkapkan oleh Pretty (1995) dalam Sadono (2012) yang membagi partisipasi menjadi tujuh tipologi yaitu :

15 1.

Partisipasi pasif atau manipulatif yaitu pelibatan masyarakat dengan cara memberitahu apa yang sedang terjadi. Pengumuman dilaksanakan sepihak oleh pihak yang memiliki proyek dan tidan menjadikan masyarakat sebagai sasaran dari kegiatan tersebut serta informasi hanya dimiliki oleh kalangan profesional di luar kelompok sasaran. 2. Partisipasi informatif yaitu masyarakat hanya dilibatkan dalam menjawab pertanyaan dari pihak yang memiliki proyek dan tidak memiliki kesempatan dalam mempengaruhi keputusan. 3. Partisipasi konsultatif yaitu masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi sedangkan tenaga ahli dari luar mendengarkan dan menganalisa masalah dan pemecahannya. 4. Pertisipasi insentif yaitu bentuk partisipasi masyarakat dengan cara memberikan sumberdaya tetapi masyarakat tidak memiliki pengaruh untuk melanjutkan kegiatan jika insentif dihentikan. 5. Partisipasi fungsional yaitu masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok sebagai bagian dari proyek. Pada tahap awal masyarakat akan tergantung dengan pihak luar namun secara bertahap masyarakat akan mandiri. 6. Partisipasi interaktif yaitu masyarakat berperan dalam proses analisis perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan. Selain itu, masyarakat memiliki kontrol dari pelaksanaan keputusan mereka sehingga masyarakat memiliki pengaruh dalam proses kegiatan. 7. Mandiri yaitu masyarakat memiliki inisiatif secara besan tanpa dipengaruhi oleh pihak luar sehingga masyarakat bebas dalam mengubah sistem atau nilai yang mereka anut. Partisipasi menunjukan bagaimana bentuk keterlibatan masyarakat dalam suatu kegiatan Daniel (2008) menjelaskan terdapat empat bentuk dari pertisipasi yaitu inisiatif, fasilitasi, induksi, koptasi, dan dipaksa. Bentuk partisipasi inisiatif yaitu masyarakat secara spontan melakukan aksi bersama tanpa ada pengaruh dari pihak luar dalam membentuk aksi yang dilakukan masyarakat. Bentuk partisipasi faslitasi adaah partispasi masyarakat disengaja, dirancang, dan didorong sebagai proses belajar dan berbuat oleh masyarakat untuk membantu menyelesaikan masalah mereka. Bentuk induksi yaitu masyarakat dibujuk untuk berpartisipasi melalui propaganda. Koptasi yaitu masyarakat dimotivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan karena masyarakat akan menerima keuntungan-keuntungan materi. Bentuk partipasi dipaksan yaitu masyarakat berpartisipasi dibawah tekanan atau sanksi yang dapat diberikan penguasa. Madri (1986) dalam Soebiyanto (1993) menerangkan terdapat faktor yang mempengaruhi terhadap tingkat partisipasi seseorang yaitu tingkat pendidikan, umur, kekosmopolitan, dan kesesuaian kegiatan dengan kebutuhan. 2.2.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kegiatan pembangunan erat hubungannya dengan partisipasi karena partisipasi merupakan bentuk keterlibatan masyarakat agar menerima manfaat dari pembangunan tersebut Kegiatan penyuluhan pertanian merupakan salah satu cara dalam mewujudkan pembangunan pertanian di Indonesia. Penyuluh pertanian memiliki peran dalam menyebarkan maupun mambantu para petani dalam menjalankan usahatanya agar lebih baik. Penyuluh dan petani merupakan aktor dalam pembangunan pertanian yang berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan pertanian. Sebagian besar kegiatan penyuluhan merupakan proses komunikasi dimana penyuluh menyampaikan informasi pertanian kepada para petani sehingga diharapkan terjadinya komunikasi yang efektif. Berikut kerangka pemikiran disajikan pada gambar di bawah ini :

16

Karakteristik Petani ο‚· Jenis Kelamin ο‚· Umur ο‚· Tingkat pendidikan formal ο‚· Luas lahan ο‚· Pengalaman usahatani ο‚· Status kepemilikan lahan ο‚· Hasil panen permusim ο‚· Interaksi dengan penyuluh ο‚· Pengalaman organisasi ο‚· Konsumsi Media

Karakteristik Penyuluh Pertanian ο‚· Kredibilitas ο‚· Sikap ο‚· Keterampilan komunikasi ο‚· Pengetahuan ο‚·

Partisipasi Penyuluhan ο‚· Perencanaan ο‚· Pelaksanaan

Efektivitas Komunikasi ο‚· Kognitif ο‚· Afektif ο‚· Behavioral

Gambar 1. Kerangka Analisis Keterangan = menyebabkan

2.3.

HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis penelitian yang didapatkan yaitu :

1. Terdapat hubungan antara karakteristik petani dengan partisipasi penyuluhan 2. Terdapat hubungan antara karakteristik penyuluh dengan efektivitas komunikasi 3. Terdapat hubungan antara partisipasi penyuluhan dengan efektifitas komunikasi

17 3.4. DEFINISI OPERASIONAL Tabel 4. Definisi Operasinal Penyuluh Pertanian No. Variabel Definisi Operasional Indikator 1 Kredibilitas Tingkatan sampai sejauh a. Sangat mana penyuluh dipercaya percaya dan dihargai oleh petani b. Percaya c. Kurang percaya d. Tidak percaya 2 Sikap Kepercayaan diri penyuluh a. Sangat untuk menyampaikan percaya materi yang disampaikan b. Percaya dalam kegiatan penyuluhan c. Kurang percaya d. Tidak percaya 3 Keterampilan Tingkatan kemampuan a. Sangat komunikasi berbicara dan menulis menguasai penyuluh b. Menguasai c. Kurang menguasai d. Tidak menguasai 4 Pengetahuan Tingkatan seberapa banyak a. Sangat paham materi penyuluhan yang b. Paham akan disampaikan kepada c. Kurang paham petani d. Tidak paham

Tabel 5. Definisi Operasional Petani No. Variabel Definisi Operasional 1 Jenis Kelamin Perbedaan status bioligis responden 2 Umur Lamanya hidup responden yang dinyatakan dalam tahun, yang dihitung sejak yang bersangkutan lahir sampai ke ulang tahun terdekat. 3

Tingkat Pendidikan Formal

Indikator a. Laki-laki b. Perempuan a. Usia Remaja (16-21 tahun) b. Usia Dewasa Muda (22-39 tahun) c. Usia Menengah (40-63 tahun) d. Usia Tua (64-78 tahun) Lamanya responden a. Tingkat pendidikan menempuh rendah (tidak pendidikan formal tamat SD - tamat yang pernah diikuti SD) b. Tingkat pendidikan sedang (Tamat SMP) c. Tingkat pendidikan tinggi (Tamat SMA-Sarjana)

Jenis Data Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Jenis Data Nominal Ordinal

Ordinal

18 4

Pengalaman Usahatani

5

Luas Lahan

6

7

8

9

Lamanya petani a. Tinggi melakukan (β‰₯ 11 tahun) kegiatan usahatani b. Sedang yang dinyatakan (7-10 tahun) dalam tahun, dihitung c. Rendah sejak petani pertama (≀ 6 tahun) kali melakukan usahatani sampai saat penelitian.

Besaran lahan sawah milik petani sendiri ataupun milik orang lain yang dikelola untuk usahatani, yang dinyatakan dalam satuan hektar (ha) Status Informasi yang kepemilikan menggambarkan lahan kepemilikan lahan pada kegiatan usahatani Hasil panen Hasil panen rata-rata permusim yang diperoleh dalam satu musim Interaksi Frekuensi interaksi dengan petani dengan penyuluh penyuluh dalam satu minggu Konsumsi Media

a. Sempit (≀ 0,25 ha) b. Sedang (0, 26 – 0,5 ha) c. Luas (>0,5 ha)

Ordinal

a. Pemilik b. Bukan pemilik

Ordinal

a. b. c. a. b. c. d. a.

Jumlah jam petani yang digunakan untuk mengonsumsi media b. massa cetak dan elektronik dalam satu c. minggu terakhir. .

Tinggi ( β‰₯ 6 ton) Ordinal Sedang (3 – 5 ton) Rendah (≀ 4 ton) Sering (β‰₯6 kai) Ordinal Cukup sering (35 kali) Jarang (1–2 kali) Tidak pernah Tinggi Ordinal (4 – 13 jam) Sedang (2.50 – 3.75 jam) Rendah (0.5 – 2.25 jam)

Tabel 6. Definisi Operasional Partisipasi No. Variabel Definisi Operasional 1 Perencanaan Usaha yang dilakukan secara sadar oleh petani dan penyuluh untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu 2

Pelaksanaan

Ordinal

Indikator Jenis Data a. Sering (> 20 Ordinal kali) b. Cukup sering (11- 20 kali ) c. Jarang (1-10 kali) d. Tidak pernah Frekuensi kehadiran petani a. Sering (> 20 Ordinal dalam kegiatan penyuluhan kali) pertanian b. Cukup sering

19 (11- 20 kali ) c. Jarang (1-10 kali) d. Tidak pernah Tabel 7. Definisi Operasional Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pertanian No. Variabel Definisi Operasional Indikator 1 Tingkat Peningkatan pengetahuan a. Sangat paham perubahan bagi petani yang diperoleh b. Paham kognitif dari kegiatan penyuluhan c. Kurang paham d. Tidak paham 2 Tingkat Perubahan sikap pada diri a. Sangat perubahan petani yang diakibatkan mendukung afektif pesan yang diterima dalam b. Mendukung kegiatan penyuluhan c. Kurang mendukung d. Tidak mendukung 3 Tingkat Adanya perubahan tindakan a. Menerapkan perubahan yang terjadi pada petani materi behavioral setelah mengikuti penyuluhan penyuluhan dalam usaha tani b. Tidak menerapkan materi penyuluhan dalam usahatani

4. 3.1.

Jenis Data Ordinal

Ordinal

Ordinal

PENDEKATAN LAPANG

LOKASI DAN WAKTU PENELTIAN Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Jembar Karya yang termasuk ke dalam wilayah binaan BP3K Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumardjo (1999) menyimpulkan bahwa petani di Jawa Barat terutama di zona selatan memiliki tingkat kemandirian yang rendah dimana Kabupaten Tasikmalaya termasuk dalam zona selatan Jawa Barat. Selain itu, Siregar dan Saridewi menyebutkan dalam tulisannya bahwa kinerja penyuluh pertanian menurun dalam kinerjanya terutama sejak berlakunya otonomi daerah. Tasikmalaya merupakan salah satu kota yang menerapkan sistem otonomi daerah. Dari 12 desa di Kecamatan Manonjaya kemudian dipilih satu desa secara acak (random). Setelah dipilih satu desa tersebut kemudian dipilih satu kelompok tani yang akan digunakan sebagai populasi dimana pemilihan tersebut dilakukan secara acak.

20

Tabel 8 Pelaksanaan Penelitian Tahun 2014 Kegiatan Penyusunan proposal skripsi

Februari

Maret

April

Mei

Keterangan

Kolokium Perbaikan proposal penelitian Pengambilan data lapangan Pengolahan data dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi

Perbaikan skripsi 3.2.

TEKNIK PENGAMBILAN INFORMAN DAN RESPONDEN Responden dan informan merupakan sumber data dari penelitian ini. Informan merupakan orang yang memberikan keterangan mengenai informasi ataupun data yang berkaitan dengan penelitian. Informan pada penelitian ini yaitu penyuluh pertanian dari BP3K Manonjaya. Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang termasuk sebagai anggota kelompok tani Jembar Karya. Pemilihan responden dilakukan secara acak untuk semua anggota kelompoktani. Teknik penarikan sampel menggunakan simple random sampling. Unit analisis pada penelitian ini adalah individu yang mengikuti kegiatan penyuluhan pertanian yang diselenggarakan oleh BP3K Manonjaya. Jumlah sampel yang diambil pada kelompok tani adalah 40 responden.

3.3.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil pengambilan data langsung di lapangan melalui kuisioner, pengamatan berperanserta dan wawancara mendalam kepada responden dan informan. Data sekunder diperoleh dari dokumen BP3K Manonjaya, kantor desa maupun kelompok tani mengenai jumlah kelompok tani, jumlah anggota kelompok tani, jumlah penyuluh pertanian BP3K Manonjaya, jadwal kegiatan penyluhan, materi kegiatan penyuluhan dan sebagainya. Data sekunder juga diperoleh melalui berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu buku, laporan hasil penelitian, artikel, dan sebagainya

3.4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Alat ukur yang digunakan dalam mengumpulkan data kuantitatif adalah kuesioner. Data yang telah

dikumpulkan menggunakan kuisioner akan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows versi 19.0. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal. Data kualitatif yang diambil menggunakan pengamatan berperan serta dan wawancara mendalam ditulis dalam catatan harian dengan bentuk uraian rinci dan kutipan langsung.

21 DAFTAR PUSTAKA Ban, A.W. Van Den dan Hawkins, H.S.1998. Penyuluhan Pertanian.Yogyakarta [ID].Kanisius Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. [ID]. Rajagrafindo Persada Effendy, Onong Uchjana. 2002. Dinamika Komunikasi. Bandung [ID]. Remaja Rosdakarya ___________________. 2003. Ilmu, toeri, dan filsafat komunikasi.Bandung [ID].Citra aditya bakti ___________________. 2002. Ilmu komunikasi teori dan praktek. Bandung [ID]. Remaja Rosdakarya Erwan A. 2007. Hubungan karakteristik petani kedelai dengan kepuasan mereka pada bimbingan penyuluhan pertanian di Kabupaten Lahat Sumatera Selatan. [disertasi].[Internet].[dikutip 6 November 2013].Bogor [ID]: Instutut Pertanian Bogor.142 hal. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9063/2007ean.pdf?. Hafsah, Mohammad Jafar.2009. Penyuluhan pertanian di era otonomi daerah. Jakarta [ID]. Pustaka sinar harapan. Hasim dan Remiswal. 2009. Community development berbasis ekosistem. Jakarta [ID]. Diadit Media Hubies AVS. 2007. Motivasi, kepuasan kerja, dan produktivitas penyuluh pertanian lapangan : kasus Kabupaten Sukabumi. Jurnal Penyuluhan. [Internet]. [dikutip 8 Desember 2013]. Vol.3. No.2. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/43059. Husodo SY, Saragih B, Dillon HS, Nasution M, Sa’id EG et al. 2009. Pertanian Mandiri. Bogor [ID]. Penebar Swadaya Jahi A, Kurniawan R. 2005. Kompetensi penyuluh pertanian di tujuh kecamatan di Kabupaten Bekasi, Jawa barat. Jurnal Penyuluhan. [internet].[dikutip 7 Desember 2013]. Vol. 1. No. 1. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/42815. Lubis DP, Musniesyah SS, Purnaningsih N, Riyanto S, Kusumastuti YI, Hadiyanto, Saleh A, Sumardjo, Agung SS et al. 2010. Dasar-dasar komunikasi. Hubeis AVS, editor. Bogor [ID]. Sains KPM IPB Press. Mugniesyah, Siti Sugiah. 2006. Ilmu Penyuluhan. Bogor [ID]. Departemen komunikasi dan pengembangan masyarakat. Fakultas ekologi manusia. Intsitut pertanian bogor. Murdiyanto, eko. 2010. Strategi komunikasi dalam penyuluhan pertanian dengan vendor (suatu pendekatan komunikasi kelompok dan interpersonal). Jurnal sosial ekonomi pertanian dan agribisnis. [internet]. [dikutip 26 oktober 2013]. Vol 6 No.2. dapat diunduh dari http://repository.upnyk.ac.id/3240/1/SEPA_Vol_6_No_2_2010%2DEko_Murdiyanto.pdf Purwatiningsih, Sri Desti.2013. Efektivitas komunikasi pembangunan pada masyarakat sekitar hutan konservasi taman nasional gunung halimun salak. .[disertasi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. Rachmat, Jalaluddin. 2001.psikologi komunikasi.Jakarta [ID]. Remaja Rosdakarya Riswandi. 2009. Ilmu komunikasi.Jakarta [ID]. Graha ilmu

22 Ropiah, Aliyatur. 2010. Efektivitas komunikasi dalam pembentukan opini publik tentang PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. Sadono, Dwi. 2009. Perkembangan pola komunikasi dalam penyuluhan pertanian Indonesia. Jurnal Komunikasi Pembangunan. [Internet]. [dikutip 16 Oktober 2013]. Vol. 7. No.2. Dapat diunduh dari : http://journal.ipb.ac.id/index.php/ jurnalkmp/article/viewFile/5687/4315. __________. 2012. Model pemberdayaan petani dalam pengelolaan usahatani padi di kabupaten Karawang dan Cianjur, Provinsi Jawa Barat [disertasi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. Sihana. 2003. Efektivitas penyuluh pertanian lapang di dinas pertanian Kabupaten Jepara. [tesis]. [Internet].[dikutip 26 Oktober 2013]. Semarang [ID] : Universi -tas Diponegoro. 172 hal. Dapat diunduh dari : http://eprints.undip.ac.id/1480 4/1/img-517110610.pdf. Siregar AN, Saridewi TR. 2010. Hubungan antara motivasi dan budaya kerja dengan kinerja penyuluhan pertanian di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan Pertanian. [internet].[dikutip 26 oktober 2013]. Vol. 5 No.1. dapat diunduh dari : http://stppbogor.ac.id/userfiles/file/03-Amelia%20edited.pdf Sumardjo.1999. Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani. [Internet]. [dikutip 29 November 2013]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 317 hal. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb. ac.id/bitstream/handle/123456789/1746/1999sum.pdf?sequence=4. Wiriaatmadja.1973. Pokok-pokok penyuluhan pertanian. Jakarta [ID]. Yasaguna.

23 LAMPIRAN KUESIONER Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pertanian di Tingkat Kelompok Tani

Kuesioner ini merupakan alat untuk mengumpulkan data dalam rangka memenuhi tugas penyusunan skripsi. Penelitian ini dilakukan oleh: Nama NRP Departemen Fakultas Universitas

: Nazar Kusumawijaya S : I34100098 : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat : Fakultas Ekologi Manusia : Institut Pertanian Bogor

Peneliti berharap kesediaan anda untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur , lengkap, jelas, dan benar. Terimakasih atas bantuan dan kesediaannya untuk mengisi kuesioner ini.

A. Karakteristik Individu No 1 2 3 4 5 6

7

8 9

10

11

Karakteristik Individu Responden ……………………………………………………………………………….. [ ] Laki-laki [ ] Perempuan [ ] 16-21 tahun [ ] 40-63 tahun [ ] 22-39 tahun [ ] 64-78 tahun Alamat ……………………………………………………………………………...... No. HP/Telp ………………………………………………………………………………... Tingkat Pendidikan [ ] Tidak tamat SD - tamat SD [ ] Tamat SMP [ ] Tamat SMA – Sarjana Sudah berapa lama [ ] β‰₯ 11 tahun anda bekerja sebagai [ ] 7-10 tahun petani? [ ] ≀ 6 tahun Berapa total luas lahan [ ] Sempit (≀ 0,25 ha) yang Anda kelola? [ ] Sedang (0, 26 – 0,5 ha) [ ] Luas (>0,5 ha) Nama Jenis Kelamin Usia

Status kepemilikan lahan Berapa hasil panen Anda permusim

[ [ [ [ [ [ [ [ [

] Pemilik ] Bukan pemilik ] Tinggi ( β‰₯ 6 ton) ] Sedang (3 – 5 ton) ] Rendah (≀ 4 ton) ] Sering ] Cukup sering ] Jarang ] Tidak pernah

Dalam seminggu, seberapa sering Anda bertemu dengan penyuluh untuk berbicara tentang masalah usahatani Media informasi apa [ ] Radio yang Anda miliki [ ] Televisi [ ] Koran

24 12

13

14

Berapa lama Anda menonton televisi setiap hari dengan jenis acara pertanian Berapa lama Anda mendengarkan radio setiap hari dengan jenis acara pertanian Berapa lama Anda membaca koran setiap hari dengan jenis informasi pertanian

[ ] β‰₯ 6 jam [ ] 2 jam – 5 jam [ ] < 5 jam [ ] β‰₯ 6 jam [ ] 2 jam – 5 jam [ ] < 5 jam [ ] β‰₯ 6 jam [ ] 2 jam – 5 jam [ ] < 5 jam

B. Efektivitas Komunikasi Penyuluhan Pertanian No Pertanyaan Kognitif 1 2 3 4 5 6

7 8

Pertanyaan Afektif

1

Apakah materi penyuluhan membantu dalam kegiatan pertanian? Apakah materi yang disampaikan mendukung kegiatan pertanian yang sedang dilaksanakan? Apakah penyuluh menyampaikan materi yang mendukung dalam kegiatan pertanian yang sedang dilaksanakan? Apakah penyuluh mendukung permohonan materi yang kelompok Anda ajukan untuk disampaikan dalam kegiatan penyuluhan? Apakah sarana dan prasarana yang digunakan saat penyuluhan sudah

3

4

5

Paham

Kurang paham

Tidak paham

Apakah penggunaan bahasa dari materi penyuluhan tersebut bisa dimengerti oleh Anda Apakah materi penyuluhan dapat dimengerti oleh Anda Apakah Anda paham mengenai cara pengendalian hama Bagaimana tingkat pemahaman Anda terhadap materi penyuluhan? Apakah Anda paham mengenai tata cara pengolahan lahan pasca panen? Apakah Anda paham tata cara mengembalikan tanah yang sudah terkontaminasi menjadi tanah yang nertal kembali? Apakah cara penyampaian materi penyuluhan penyuluh mudah dipahami? Apakah kegiatan praktik materi peyuluhan dapat Anda pahami

No

2

Sangat paham

Sangat Mendukung Kurang Tidak mendukung mendukung mendukung

25

7

mendukung? Apakah kegiatan praktik lapangan materi yang disampaikan mendukung pemahaman Anda terhadap materi yang disampaikan? Dengan keterbatasan alat yang dimiliki, apakah dapat mendukung untuk melakukan kegiatan usaha tani seperti yang disampaikan dalam materi penyuluhan karena penyuluh menawarkan opsi yang disarankan?

No

Pertanyaan behavioral

1

Apakah tindakan yang Anda lakukan setelah mendapatkan materi penyuluhan? Dalam mengantisipasi wabah penyakit pada tanaman, apa yang Anda lakukan? Dalam kegiatan pemupukan apakah Anda mebuat pupuk organik sendir seperti yang diusulkan penyuluh dalam materi penyuluhan? Untuk memberantas hama, apakah Anda menggunakan vestisida nabati seperti yang disarankan dalam materi penyuluhan? Untuk menanggulangi air kotor apakah Anda menggunakan metode yang dijelaskan dalam materi penyuluhan? Apakah Anda menerapkan seluruh materi penyuluhan yang disampaikan dalam kegiatan usaha tani? bagaimana perbandingan hasil panen usaha tani Anda apakah lebih baik dengan menerapkan materi penyuluhan yang disampaikan?

6

2 3

4

5

6

7

Menerapkan materi penyuluhan

C. Tingkat Partisipasi Petani dalam Kegiatan Penyuluhan No Pertanyaan keterlibatan petani dalam perencanaan Sering 1

2 3 4 5 6 7

Apakah dalam kegiatan penyuluhan sering diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat Apakah Anda sering menggunakan kesempatan mengemukakan pendapat tersebut Apakah sering Anda diberikan kesempatan untuk memberikan usulan penentuan jadwal penyuluhan Apakah sering Anda diberikan kesempatan untuk memberikan usulan penentuan materi penyuluhan Apakah Anda sering diberikan kesempatan untuk memberikan usulan penentuan lokasi pertemuan Apakah pendapat Anda sering diterima Apakah sering usulan Anda diterima tentang penentuan jadwal penyuluhan

Cukup sering

Tidak menerapkan materi penyuluhan

Jarang

Tidak pernah

26 8 9 10 11 12 13

Apakah sering usulan Anda diterima tentang penentuan materi penyuluhan Apakah sering usulan Anda diterima tentang penentuan lokasi penyuluhan Apakah Anda sering diundang untuk menilai hasil penyuluhan Apakah Anda sering menerima informasi mengenai hasil penyuluhan Apakah sering materi penyuluhan membantu dalam meningkatkan hasil produksi pertanian Anda Apakah Anda diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat dari kegiatan penyuluhan

No

Pertanyaan keterlibatan petani dalam pelaksanaan

1

Apakah Anda sering diundang untuk pelaksanaan kegiatan penyuluhan Seberapa sering Anda mengikuti kegiatan penyuluhan Seberapa sering kegiatan penyuluh pertanian dilaksanakan dalam satu bulan dalam rangka pembinaan kelompok disini Bagaimana jumlah kehadiran petani pengurus kelompok tani (Ketua, Sekertaris, Bendahara) setiap kali kegiatan penyuluh pertanian Bagaimana jumlah kehadiran anggota kelompok tani setiap kali kegiatan penyuluh pertanian Bagaimana jumlah kehadiran seluruh anggota kelomok tani setiap kali kegiatan penyuluh pertanian Apakah penyuluh sering memberikan materi penyuluhan Apakah pengurus kelompoktani (Ketua, Sekertaris, Bendahara) sering menjadi pembicara Apakah anggota sering menjadi pembicara Apakah Anda sering menerima bantuan sarana produksi pertanian dari kegiatan penyuluhan Apakah materi yang disampaikan penyuluh pertanian sering sesuai dengan kebutuhan kelompoktani saat itu Apakah materi penyuluhan yang disampaikan penyuluh pertanian dapat membantu sering mengatasi masalah-masalah usahatani Anda Apakah bantuan sarana produksi pertanian sering sesuai dengan kebutuhan yang Anda rasakan Apakah materi penyuluhan sering sesuai dengan kebutuhan Anda

2 3

4

5 6

7 8 9 10 11

12

13 14

Sering

Cukup sering

Jarang

Tidak pernah

27 Lampiran. 2 PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PENYULUHAN PERTANIAN DI TINGKAT DESA Informan: Pihak penyuluh pertanian BP3K Manonjaya Hari/ Tanggal wawancara Lokasi Wawancara Nama Informan Umur Jabatan

: : : : :

Pertanyaan penelitian : 1. Bagaimana sejarah terbentuknya BP3K Manonjaya? 2. Apakah ada penyuluh pertanian dari perusahaan seperti penyuluh dari perusahaan pupuk, pestisida atau benih? 3. Apakah ada program pemerintah yang menjadi materi utama penyuluhan? 4. Apakah ketika program pemerintah yang menjadi materi utama penyuluhan sesuai dengan kebutuhan petani? 5. Apa saja kendala yang dihadapi oleh penyuluh ketika menyampaikan informasi kepada petani? 6. Ada berapa jumlah penyuluh pertanian yang bekerja dalam satu desa? 7. Bagaimana penyuluh mengetahui bahwa kegiatan penyuluhannya telah berhasil? 8. Apakah terdapat jadwal rutin dari penyuluh untuk mengambil data kondisi pertanian di lapangan? 9. Bagaimana cara penyuluh melihat peningkatan kemampuan dari kelompoktani? 10. Bagaimana struktur organisasi BP3K Manonjaya? 11. Apakah terdapat pelatihan untuk meningkatkan kemampuan penyuluh? 12. Dari manakah penyuluh mendapat materi yang akan disampaikan kepada para petani? 13. Apakah terdapat jadwal evaluasi bagi penyuluh sendiri?

28

Lampiran 3. RANCANGAN SKRIPSI

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Masalah Penelitian 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Kegunaan Penelitian 2. PENDEKATAN TEORETIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.2. Kerangka Pemikiran 2.3. Hipotesis 2.4. Definisi Operasional 3. PENDEKATAN LAPANGAN 3.1. Lokasi dan Waktu 3.2. Teknik Pengumpulan Data 3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 4. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis 4.2. Kondisi Ekonomi 4.3. Kondisi Sosial 5. HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN PARTISIPASI PENYULUHAN 5.1. Karakeristik Penyuluh 5.1.1. Kredibilitas 5.1.2. Sikap 5.1.3. Keterampilan Komunikasi 5.1.4. Pengetahuan 5.2. Karakteristik Petani 5.2.1. Jenis Kelamin 5.2.2. Umur 5.2.3. Tingkat pendidikan formal 5.2.4. Luas lahan 5.2.5. Pengalaman usahatani 5.2.6. Status kepemilikan lahan 5.2.7. Hasil panen permusim 5.2.8. Interaksi dengan penyuluh 5.2.9. Pengalaman organisasi 5.2.10. Konsumsi Media 6. HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENYULUHAN DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI 6.1. Perencanaan Penyuluhan 6.2. Pelaksanaan Penyuluhan 7. PENUTUP 7.1. Kesimpulan 7.2. Saran

View more...

Comments

Copyright οΏ½ 2017 NANOPDF Inc.
SUPPORT NANOPDF