TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAMIE I.PENDAHULUAN 1.1

January 8, 2018 | Author: Anonymous | Category: Ilmu, Biologi, Mikrobiologi
Share Embed Donate


Short Description

Download TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAMIE I.PENDAHULUAN 1.1...

Description

TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAMIE

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan udang asli perairan Amerika Latin. Udang ini dibudidayakan mulai dari pantai barat Meksiko ke arah selatan hingga daerah Peru. Beberapa petambak di Indonesia mulai mencoba membudidayakan udang vannamei, karena hasil yang dicapai sangat luar biasa. Apalagi produksi udang windu yang saat ini sedang mengalami penurunan karena serangan penyakit, terutama penyakit bercak putih (white spot syndrome virus) (Haliman R.W dan Adijaya D. S, 2005). Menurut Haliman R.W dan Adijaya D.S, (2005), Kehadiran udang vannamei diakui sebagai penyelamat dunia pertambakan udang Indonesia. Petambak mulai bergairah kembali,begitu pula para operator pembenihan udang. Operator mulai membenikan udang vannamei untuk memenuhi kebutuhan petambak. Awal mula pembudidayaan udang vannamei dilakukan di Jawa Timur. Petambak di Jawa Timur sangat antusias terhadap udang vannamei, bahkan 90% petambak mengganti komuditas budidaya dari udang windu menjadi udang vannamei. Dengan semakin banyaknya petambak udang vannamei maka diperlukan prosedur budidaya yang benar. Dengan demikian prokdukvitas udang vannamei dapat ditingkatkan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menggambil judul Teknik Pembesaran Udang Vannamei.

1.2. Maksud dan Tujuan 1.2.1 Maksud Adapun maksud dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang II ini adalah ikut serta dalam aktifitas budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei) di Dusun Rejodadi Desa Campurejo Kecamatan Pancenng Kabupaten Gresik Jawa Timur. 1.2.2 Tujuan Adapun tujuan dari PKL II ini adalah memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang teknik pembesaran udang vannamei di tambak yang meliputi : Persiapan lahan, Persiapan sarana tambak, Penebaran benur, Monitoring kualitas air, Manajement pakan, Pengendalian hama dan penyakit, Monitoring pertumbuhan, Panen.

II. TUJUAN PUSTAKA 2. 1. Biologi Udang Vannamie 2.1.1. Morfologi Menurut Haliman R.W dan Adijaya D.S (2005), morfologi tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. a. Kepala (thorax) Kepala udang vannamei terdiri atas antenula, antena, madibula dan 2 pasang maxillae. Kepala udang vanname juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda). b. Perut (abdomen) Abdomen terdiri dari dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson. Vannamei memiliki tubuh yanng berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskelaton secara priodik (moulting). Haliman R.W dan Adijaya D.S (2005).



2.1.2. Taksonomi Menurut Haliman R.W dan Adijaya D.S (2005), klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Artrhopoda Subfilum : Crustacea Kelas : Malascostraca Subkelas : Eumalacostraca Superordo : Eucarida Ordo : Decapoda Subordo : Dendrobrachiata Famili : Penaeidae Genus : Litopenaeus Spesies : Litopenaeus vannamei 2.1.3. Tingkah Laku Dalam budidaya udang vannamei dan windu kita harus mengenal sifat-sifat (fisiologi) dari udang windu dan vannamei tersebut beberapa sifat udang Vannamei dan Windu yang perlu diketahui antara lain : Nocturnal yaitu secara alami udang merupakan hewan nocturnal yang aktif pada malam hari untuk mencari makan, sedangkan pada siang hari sebagian dari mereka







bersembunyi di dalam substrat atau lumpur. Namun di tambak budidaya dapat dilakukan feeding dengan frekuensi yang lebih banyak untuk memacu pertumbuhannya. Kanibalisme, Udang windu suka menyerang sesamanya, udang sehat akan menyerang udang yang lemah terutama pada saat molting atau udang sakit. Sifat kanibal akan muncul terutama bila udang tersebut dalam keadaan kurang pakan dan padat tebar tinggi. Pakan dan kebiasaan makan (Feeding behaviour), Udang vannmie hidup dan mencari makan di dasar perairan (benthic). Udang vannamie merupakan hewan pemakan lambat dan terus-menerus dan digolongkan ke dalam hewan pemakan segala macam bangkai (omnivorous scavenger) atau pemakan detritus dan karnivora yang memakan krustacea kecil, amphipoda dan polychaeta. Molting, Udang vannamie melakukan ganti kulit (molting) secara berkala. Frekuensi molting menurun seiring dengan makin besarnya ukuran udang. Pada stadium larva terjadi molting setiap 30-40 jam pada suhu 280 C. Sedangkan juvenile dengan ABW 1-5 gram mengalami molting setiap 4-6 hari, selanjutnya pada ABW 15 gram periode molting terjadi sekitar 2 minggu sekali. Kondisi lingkungan dan makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi frekuensi molting. Sebagai contoh, suhu yang tinggi dapat meningkatkan frekuensi molting. Penyerapan oksigen oleh udang kurang efisien selam molting, akibatnya selama proses ini beberapa udang mengalami kematian akibat hypoxia atau kekurangan oksigen dalam tubuh. (Suyanto .S.R. dan Ahmad. M, 1999). 2.2. Persiapan Pemeliharaan 2.2.1. Pengolahan, Pengangatan, dan Pengeringan Lahan Baik tambak lama maupun tambak baru perlu dilakukan pengolahan tanah untuk memastikan bahwa tana tidak lagi menyimpan organisme penyakit. Pengolahan tana meliputi perbaikan pematang dan saluran serta pendalaman dan perataan dasar tambak. Hal ini dimaksudkan agar pematang dapat menahan air dengan baik (tidak rembes dan bocor), saluran air berfungsi baik untuk memasukan dan mengeluarkan air, sedangka pelataran tambak sebagai subsrat untuk tempat tumbuhnya makanan alami. (Kordi, M.G. H, 2007). Pengangkatan lumpur (kedok-teplok) sebanyak 5-10 cm sebaiknya dilakukan pada saat lumpur tambak dalam kondisi lembab, karena dengan cara ini lumpur dapat diangkat secara sempurna. Pengagkatan lumpur pada saat dasar tambak berair dapat berakibat senyawa-senyawa beracun dan mikroba patogen akan jatuh kembali ke dalam tabak. (Kordi, M.G.H, 2007). Pengeringan dilakukan setelah tambak dalam keadaan bersih. Pengeringan dilakukan dengan bantuan sinar matahari . sinar matahari dapat dijadikan juga desinfektan, membantu proses oksidasi yang dapat menetralkan keasaman tanah dan menghilangkan gas-gas beracun. Dan membantu membunuh telur-telur hama yang

tertinggal. Proses pengeringan tambak dilakukan selama 3-4 hari. Pengeringan dihentikan apabila dasar tambak sudah kering, tetapi tidak retak agar bakteri pengurai tetap mampu menjalankan fungsinya (Haliman R.W dan Adijaya D.S, 2005). 2.2.2. Pengapuran Kapur berfungsi untuk meningkatkan kapasitas penyangga air dan menaikkan pH. Beberapa jenis kapur yang biasa digunakan yaitu batu kapur (Crushed line, CaCO3) kapur mati (slaked lime, Ca(OH2), dolomite (dolomite lime, CaMg(CO). Dosis penggunaan masing-masing pupuk berturut-turut yaitu 100-300 kg/ha, 50-100 kg/ha, dan 200-300 kg/ha, (Haliman R.W dan Adijaya D.S (2005). 2.2.3. Pemupukan Menurut Kordi, M.G.H ( 2007), pupuk ditujukan untuk memesok unsur hara yang sangat diperlukan seperti nitrogen, fosfor dan kalium untuk pertumbuhan fitoplankton yang terkait dengan produksi oksigen dadn pakan alami. Pupuk yang digunakan dengan yang digunakan untuk usaha pertanian berbeda. Secara garis besar pupuk yang digunakan dalam usaha budi daya pertanian terbagi atas pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik seperti hijauan, pupuk kandang, dan sisa rumah tangga. Pupuk anorganik seperti urea, TSG, KCI dan NPK. 2.2.4. Penyediaan Air Menurut Haliman R.W dan Adijaya D.S (2005), kualitas air tambak sangat erat hubungannya dengan kondisi kesehatan udang. Kualitas air yang baik mampu mendukung pertumbuhan secara optimal. Beberapa parameter kualitas air yang harus selalu dipantau antara lain: a. Parameter fisika. b. Parameter kimia c. Parameter biologi (jumlah Vibrio patogen). 2.3. Kualitas dan Penebaran Benur 2.3.1. Kualitas Benur Kualitas benur memang berperan penting pada keberhasilan budi daya udanng vannamei karena akan menentukan kualitas setelah dipanen. Bila kualitas benurnya bagus kemungkinan hasil panennya juga bagus. (Haliman R.W dan Adijaya D.S (2005). Menurut Haliman R.W dan Adijaya D.S (2005), Benur vannamei untuk dibudidayakan harus dipilih yang terlihat sehat. Kriteria benur sehat dapat diketahui dengan melakukan observasi berdasarkan pengujian visual mikroskopik dan ketahanan benur. Hal tersebut dapat dilihat dari warna ,ukuran panjang dan bobot sesuai umur PL. Kulit dan tubuh bersih dari organisme parasit dan patogen, tidak cacat tubuh tidak pucat, gesit, merespon cahaya, bergerak aktif, dan menyebar didalam wadah. a. Pengujian visual Pengujian visual (kasat mata) benur meliputi aktivitas, kondisi sirip dan ekor, kecepatan pertumbuhan serta keseragaman. Benur yang baik berwarna benig memanjag

kecoklatan, benur yang tidak sehat diciriakan dengan warna putih coklat, hitam dan kemerahan pada bagian tertentu. b. Pengujian mikroskopis Secara mikroskopis benur berkualitas baik pada seluruh permukaan kulitnya terlihat bersih. Hal tersebut menunjukan bahwa benur mengalami moulting secara periodik. Benur yang berkualitas jelek terlihat lemah dan pada permukaan kulitnya berwarna coklat keputihan. Hal tersebut disebabkan infeksi jamur yang menempel pada permukaan kulit benur vannamei. 2.3.2. Penebaran Menurut Haliman R.W dan Adijaya D.S (2005), Sebelum benur ditebar kedalam tambak perlu dilakukan aklimitisasi (adaptasi) terhadap lingkungan baru. Secara umum ada 2 aklimitasi yanng bisa dilakukan yaitu : a. Aklimatisasi suhu Aklimatisasi suhu air petakan udang vannamei dilakukan dengan cara meletakan plastik pengemas yang berisi benur ke dalam tambak. Tindakan tersebut dilakukan hingga suhu air dalam kemasan plastik mendekati atau sama dengan suhu air petakan yang dicirikan dengan munculnya embum di dalam plastik. b. Aklimatisasi salinitas Aklimatisasi salinitas air petakan tambak dilakukan setelah aklimatisasi suhu selsai. Aklimatisasi salinitas dilakukan dengan cara air tambak dimasukan kedalam sebanyak 1-2 liter kedalam kemasan plastik benur udang vannamei. Aktivitas tersebut dihentikan hingga salinitas air dalam kemasan plastik mendekati sama dengan salinitas air di petakan. 2.4. Pengelolaan Pakan 2.4.1. Kebutuhan Nutrisi Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan nutrisi udang vanname. Nutrisi yang dibutuhkan udang vanname antara lain protein , lemak, vitamin, asam amino esensial. Nutrisi tersebut digunakan aktivitas pertumbuhan dan reproduksi udang. (Haliman R.W dan Adijaya D.S, 2005). Lemak dan karbohidrat merupakan sumber energy. Mineral dan vitamin berfungsi memperlancar proses metabolisme didalam tubuh udang. Secara khusus, mineral membantu transportasi energy, menjaga keseimbangan osmosis, serta membantu menyusun enzim dan hormon serta membantu menyusun ekoskeleton. (Haliman R.W dan Adijaya D.S, 2005). 2.4.2. Waktu dan Cara Pemberian Pakan Pemberian pakan buatan berbentuk pelet dapat dilakukan sejak benur ditebar hingga udang siap panen. Namun ukuran dan jumlah pakan harus diperhatikan secara cermat dan tepat sehingga udang tidak kekurangan pakan (underfeeding) atau kelebihan pakan (overfeding). (Haliman R.W dan Adijaya D.S, 2005).

Seperti udanng pada umumnya vannamei bersifat noktural atau aktif pada malam hari. Frekuensi pemberian pakan dapat diperhitungkan dengan adanya sifat tersebut untuk mendapat nilai FCR atau nilai konversi yang ideal. Saat pemberian pakan sebaiknya kincir dimatikan untuk menghindari terbawanya pakan oleh arus air. Namun demekian oleh karena kincir air berfungsi membantu ketersediaan oksigen terlarut maka saat mematikanya perlu pertimbangan waktu. Pakan sebaiknya diberikan di daerah pakan. Dengan adanya daerah pakan, udang akan muda menemukan pakan yang disebar. Area daerah pakan berkisar 4-6 m dari tepi tambak. (Haliman R.W dan Adijaya D.S, 2005). 2.5. Pengelolaan Kualitas Air 2.5.1. Parameter Kualitas Air Menurut Haliman R.W dan Adijaya D.S (2005), Parameter-parameter kualitas air akan mempengaruhi proses metabolisme tubuh udang, seperti keaktifan mencari pakan, proses pencernaan, dan pertumbuhan udang. Kisaran parameter kualitas air untuk pertumbuhan udang adalah seperti pada Tabel 2. Parameter Metode atau Alat Waktu Angka Refrensi Uji Pengujian Fisik 1. Suhu 2. pH 3. Salinitas 4. DO 5. Kecerahan

1. Nitrit 2. Fosfat

3. Alkalinitas 4. Bbesi (Fe) 5. H2S

Pagi dan Sore 26-300 C Hari pH meter, Kertas Pagi dan Sore 7,5-8,5 Ph Hari Refraktometer Pagi dan Sore 15-30 ppt Hari DO meter 02.00-05.00 > 3 ppt Seicchi disk Siang atau > 30 cm Sore Kecerahan Test kit Siang atau sore < 0,1 ppm 2-3 x sehari Test kit Siang atau 1-3 ppm sore, seminggu sekali Tistra sam- basa Sianng atau > 150 ppm sore Test kit 2-3 Hari sekali < 7 ppt Spektrofotometer Berkalah < 7 ppb seminggu sekali Termometer

Jumlah Fabrio Patogen

Biologi Hitung Cawan 2-3 hari sekali

< 1.000 cfu/ml

a. Suhu air Suhu optimal pertumbuhan udang antara 26-320 C. Jika suhu lebih dari angka optimum maka metabolisme dalam tubuh udang akan berlangsung cepat. Imbasnya pada pada kebutuhan oksigen terlarut menigkat. b. Salinitas dan pH air Salinitas merupakan salah satu aspek kualitas air yang memegang peranan penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang. Udang yang ber umur 1-2 bulan memerlukan kadar garam 15-25 ppt agar pertumbuhan dapat optimal. Setelah umur lebih dari 2 bulan pertumbuhan relatif baik dan kisaran salinitas yang dibutuhkan 5-30 ppt. Pada musim kemarau kadar garam bisa mencapai 40 ppt. pH merupakan merupan parameter air untuk mengetahui derajat keasaman. Air tambak memiliki pH ideal antara 7,5-8,5. Umumnya perubahan pH air dipengaruhi oleh siffat tanahnya. c. Kandungan oksigen terlarut (DO) Kandungan (dissolved oxigen, DO) sangat mempengaruhi metabolisme tubuh udang. Kadar oksigen terlarut yang baik berkisar antara 4-6 ppm. Pada siang hari tambak akan memiliki angka DO yang cendrung tinggi karena ada fotosintesis plankton yang menghasilkan oksigen keadaan sebaliknya terjadi pada malam hari namun demikian DO pada malam hari dianjurkan tidak kurang dari 3 ppm. d. Amonia Ammonia merupakan senyawa beracun hasil ekskresi atau pengeluaran kotoran yang berbentuk gas. Selain itu amonia bisa berasal dari pakan yang tidak dimakan oleh udang sehingga larut dalam air. Amonia akan mengalami proses nitrifikasi dan dinitrifikasi sesuai siklus nitrogen dalam air ssehingga menjadi nitrit (NO 2) dan nitrat (NO3). Dalam proses nitrifikasi dan denitrifikasi dapat berjalan lancar bila tersedia bakteri Nitrobacter dan Nitrosomonas dalam jumlah yang cukup. Nitrobacter berperan mengubah amonia menjadi nitrit, sedangkan Nitrosomonas mengubah nitrit menjadi nitrat. Untuk mengatasi kandungan amonia yang terlalu tinggi adalah dengan cara sebagai berikut : a) Dengan pergantian air secara bertahap dari petak reservoir. b) Dengan menggunakan plankton yang baik seperti Chlorella. c) Aplikasi probiotik seperti Nitrosomonas, Nitrobacter, Rhodopsomonas, Chromatium dan lain lain. Adapun reaksi akibat aktivitas bakteri . d) Aplikasi bahan yang dapat digunakan untuk mengabsorsi amonia seperti Zeolit, Arang atau karbon, Formaline, Yucca Ekstract.

   

2.6. Hama dan Penyakit 2.6.1. Hama Menurut Kordi, M.G.H ( 2007), hama adalah segala hewan (organisme) yang ada di dalam tambak selain yang dibudidayakan dan dianggap merugikan. Hama dalam budidaya udang digolongkan menjadi 4 yaitu : Predator : ikan, ular air, burung, kepiting Kompetitor : cacing, siput, serangga, udang-udangan Perusak sarana: kepiting Pencuri : manusia

2.6.2. Penyakit Menurut haliman R.W dan Adijaya D.S, (2005), penyakit dapat muncul dan menyerang udang vannamei. Beberapa penyakit yang menyerang disebabkan oleh predator, parasit, bakteri, jamur dan virus. A. Predator Predator adalah segala jenis hewan yang dapat memangsa udang vannamei yang dipelihara dalam petakan tambak. Beberapa jenis predator udang vannamei yaitu ikan seperti kakap,dan ikan kerong-kerong. Jenis crustase, seperti kepiting dan jenis reptil seperti ular. Selain itu jaga udang liar laut jaga menjadi kompetitor dalam mencari pakan sehingga udang vannamei akan kekurangan pakan. B. Parasit parasit mudah menyerang udang vannamei jika kualitas air tambak kurang baik terutama pada kondisi kandungan bahan organik yang tinggi. Parasit akan menempel pada ingsang, kaki renang dan kaki jalan. Pada kondisi yang parah parasit bisa menempel pada tubuh udang. Parasit akan terlepas pada tubuh vannamei jika udang mengalami ganti kulit (moulting). C. Bakteri dan Jamur Bakteri dan jamur tumbuh optimal di perairan yang mengandung bahan organik tinggi (sekitar 50 ppm). Oleh karenanya sebaiknya kandungan bahan organik di air tambak tidak melebihi 50 ppm. Bakteri yang perlu diwaspadai yaitu bakteri vebrio bakteri ini menyebabkan penyakit vibriosis yaitu inveksi pada ingsang pada saat inag lemah. D. Virus Sala satu virus spesifik yang menyerang udang adalah Taura SyndromVirus (TSV), White Spot Syndrome Virus (WSSV), Infectionus Hypodermal Haematopoetic Necrosis Virus (IHHNV), 2.7. Panen Panen merupakan suatu periode budidaya udang vanname yang ditunggutunggu oleh petambak. Udang vanname dapat dipanen setelah umur sekitar 120 hari

dengan berat tubuh berkisar antara 16-20 gr/ekor (Haliman R. W dan Adijaya,D. S , 2005). Pada umumnya panen bisa dilakukan kapan saja, tetapi kebanyakan petambak memanennya pada malam hari. Selain juga untuk menghiondari terik mata hari pemanenan pada malam hari juga bertujuan menguranggi resiko udang ganti kulit selama panen akibat stres. Udanng yanng ganti kulit saat panen akan menurunkan harga jual. (Haliman R. W dan Adijaya,D. S , 2005).

View more...

Comments

Copyright � 2017 NANOPDF Inc.
SUPPORT NANOPDF