Gambaran Laki-Laki dalam Iklan Televisi Sunblock

January 14, 2018 | Author: Anonymous | Category: Seni & Humaniora, Communications, Iklan
Share Embed Donate


Short Description

Download Gambaran Laki-Laki dalam Iklan Televisi Sunblock...

Description

Gambaran Laki-Laki dalam Iklan Televisi Sunblock It’s Skin 2PM Oleh: Vinny Dwi Octaviani (071115015) – C Email: [email protected] ABSTRAK Fokus penelitian ini adalah menganalisis bagaimana laki-laki digambarkan dalam iklan televisi Sunblock It’s Skin 2PM. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap dan memaknai konsep laki-laki dalam iklan televisi Sunblock It’s Skin 2PM. Dalam riset ini, peneliti akan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes yaitu analisis tentang hubungan tanda. Menggunakan tinjuan pustaka melalui iklan sebagai media representasi, perspektif media massa terhadap gender, gambaran laki-laki di media massa (dalam iklan), dan teori analisis semiotika Roland Barthes. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan bersifat deskriptif. Melalui penelitian ini ditemukan bahwa gambaran laki-laki dalam iklan televisi Sunblock It’s Skin 2PM ialah, laki-laki digambarkan sebagai perpaduan maskulin dan feminin. Ada yang digambarkan dengan kegiatan merawat kulit wajah dan tubuh dengan menggunakan sunblock sampai melakukan kegiatan menari dengan gerakan gemulai.

Kata Kunci: Representasi, Laki-laki, Semiotika, Roland Barthes, Iklan

PENDAHULUAN Penelitian ini menganalisa gambaran laki-laki dalam iklan televisi Sunblock It’s Skin 2PM. Penelitian ini juga akan menganalisa apakah terdapat mitos laki-laki tertentu yang diangkat oleh pembuat iklan pada iklan televisi Sunblock It’s Skin 2PM. Jenis iklan yang akan dianalisa adalah jenis iklan televisi (TVC) dari produk sunblock untuk perempuan. Peneliti akan menganalisa satu iklan televisi produk sunblock yaitu Sunblock It’s Skin 2PM. Penelitian ini menarik diteliti karena brand yang iklan televisi yang akan diteliti sebelumnya merupakan brand yang menjual produk kecantikan untuk wanita dan mempunyai target market wanita tetapi menggunakan laki-laki sebagai model dari iklan produknya. Iklan televisi tersebut juga menarik diteliti karena di dalam iklan tersebut menggambarkan budaya maskulin yang tentunya direkonstruksi ulang menggunakan sudut pandang pembuatnya. Di dalam iklan televisi tersebut juga secara empiris memperlihatkan laki-laki yang ditampilkan suka merawat wajah dan tubuhnya. Hal

inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengeksplorasi gambaran laki-laki pada iklan televisi Sunblock It’s Skin 2PM. Peneliti memilih iklan sunblock It’s Skin 2PM karena brand tersebut merupakan brand yang sudah memiliki konsumen tetap terutama di kalangan perempuan karena brand tersebut merupakan brand yang terkenal dengan produk kecantikan wanita. Dalam penelitian sebelumnya, mengenai gambaran laki-laki dalam iklan produk perawatan laki-laki guna menjelaskan mengenai gambaran laki-laki yang ada di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Farida Retnowulan pada tahun 2010, gambaran laki-laki dalam iklan Lifebuoy Men Bodywash versi Superdad dalam skripsinya. Peneliti merujuk pada penelitian ini dikarenakan konsep maskulinitas yang mengacu pada peran Bapak lebih sering beraktivitas di ruang publik daripada ranah domestik berdasar pada kegiatan sehari-hari. Disini peneliti menggunakan konsep analisis John Fiske dalam mengkaji mengenai maskulinitas. Metode yang ia gunakan analisis semiotika. Menggunakan tipe penelitian deskriptif, kemudian unit analisis latar, pengambilan gambar / teknik kamera, gesture, kostum, tagline dan logo, dan musik. Kemudian penelitian berikutnya mengenai gambaran laki-laki dalam program reality show Be a Man episode 5 Global TV tahun 2009 oleh Annisa Pratiwi. Menyatakan bahwa nilai-nilai maskulinitas seperti gemar bertarung, berkompetisi, dan pemberani semakin diperkuat dan dikonstruksikan ulang melalui tayangan tersebut. Peneliti disini menggunakan metode analisis semiotika. Menggunakan tipe penelitian deskriptif dan mengkaji unit analisis semiotika yang berada pada cuplikan adegan berupa gambar, suara, tulisan, dan sebagainya. Yang membedakan penelitian ini dengan dua penelitian sebelumnya yang sudah disebutkan di atas adalah, penelitian ini meneliti tentang gambaran laki-laki dalam iklan televisi produk perawatan kulit perempuan dimana model/tokoh utamanya adalah laki-laki. Selain itu penelitian ini menggunakan konsep analisis Roland Barthes. Representasi

adalah

“salah

satu

praktek

penting

yang

memproduksi

kebudayaan” (Hall, 2002: 15). Kebudayaan adalah konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ‘pengalaman berbagi’. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama bila manusia-manusia yang ada di dalamnya membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara

menggunakan ‘bahasa’ yang sama, serta saling berbagi tentang konsep-konsep yang sama. Kemunculan iklan televisi Sunblock It’s Skin 2PM merupakan fenomena berbeda di dunia periklanan dunia. Namun fenomena ini bukan hal yang baru bagi sebagian negara Asia Timur seperti Jepang dan Korea. Laki-laki yang bersikap lembut dengan kulit cerah (putih) dan sikap feminin adalah citra laki-laki yang mulai digemari oleh kaum perempuan di negara-negara tersebut. Survey yang digelar oleh salah satu perusahaan komunikasi di Korea Selatan menunjukkan, dengan terbukanya lapangan pekerjaan untuk perempuan, tingginya penghasilan dan kemandirian perempuan, mereka lebih memilih laki-laki yang ’cantik’ dan memperhatikan penampilan. Karena itulah muncul kecenderungan pemilihan aktor laki-laki sebagai juru bicara produk kosmetik perempuan (walaupun lebih mengarah kepada kesukaan terhadap aktornya). (Fowler, 2005). Peneliti mengamati bahwa terdapat beberapa iklan di media massa Indonesia, khususnya dalam iklan produk yang ditujukan untuk perempuan, jarang ada yang menjadikan laki-laki sebagai tokoh alias model iklannya. Hal ini dapat dilihat pada iklan Pond’s White Beauty (produk perawatan kulit untuk perempuan), Garnier Pure Active (sabun cuci muka untuk perempuan), Nivea Extra Whitening Deodorant (deodoran untuk perempuan), dan iklan produk untuk perempuan lainnya. Umumnya dalam iklaniklan tersebut tokoh utamanya adalah perempuan, jika tidak bersama laki-laki namun hanya menjadi figuran dan tidak menjadi tokoh utama dalam iklan. Peneliti tertarik meneliti tentang representasi laki-laki yang ada dalam iklan It’s Skin 2PM ini dengan alasan bahwa iklan serupa, yang menjadikan laki-laki sebagai model produk perawatan kulit dan kosmetik khusus perempuan (dianggap begitu karena tidak dicantumkan kata ”Men” dalam merek It’s Skin 2PM yang diiklankan), belum ditemukan di media di Indonesia. Produk perawatan kulit khusus untuk laki-laki, biasanya dicantumkan kata ”Men” misalnya Nivea Men, Vaseline Men, Pond’s Men dan lain sebagainya. Dan dalam iklan-iklan yang baru saja disebutkan, wajar digunakan model laki-laki dalam iklannya, karena produknya memang ditujukan untuk digunakan laki-laki.

Gambar 1. Iklan Televisi Sunblock It’s Skin 2PM Sumber : www.youtube.com

Di dalam iklan ini tokoh utama laki-laki digambarkan sebagai sosok yang peduli pada kesehatan dan penampilan kulit serta tubuhnya. Seringkali dalam iklan yang menampilkan laki-laki, adalah iklan dari produk perawatan kulit khusus untuk laki-laki. Tampilnya laki-laki sebagai model utama dalam iklan produk perawatan kulit untuk perempuan bukanlah hal yang umum, karena biasanya yang dijadikan model iklan utamanya adalah perempuan. Karena produk tersebut ditujukan untuk perempuan, bukan untuk laki-laki. Sehingga menarik bagi peneliti untuk mengetahui bagaimana gambaran laki-laki dalam iklan televisi Sunblock It’s Skin 2PM ini. Penelitian ini dilakukan untuk mencoba mengungkap gambaran laki-laki dalam iklan televisi produk perawatan kulit perempuan, yaitu pada iklan Sunblock It’s Skin 2PM. Iklan tersebut memiliki subtitle berbahasa Inggris dalam tayangan Youtube-nya, sehingga dapat memudahkan peneliti melakukan penelitian. Karena biasanya iklan versi original yang diunggah ke Youtube tidak terdapat subtitle berbahasa Inggris. Berbicara tentang gender, tentunya tidak terlepas dari unsur femininitas dan maskulinitas, dimana feminin dikonstruksikan pada sifat perempuan dan maskulin dikonstruksikan pada sifat laki-laki. Menurut Muthali’in (2001: 29) femininitas dan maskulinitas merupakan konstruksi dikotomi sifat yang dilekatkan pada perempuan dan laki-laki sebagai akibat dari organ fisik masing-masing jenis kelamin. Hal ini ditegaskan pula oleh Dzuhayatin (1998: 12) dalam Muthali’in (2001: 29) yang mengemukakan

bahwa feminin meliputi sifat emosional, lemah lembut, tidak mandiri, dan pasif, sedangkan maskulin mencakup sifat yang rasional, agresif, mandiri, dan eksploratif. Konsep maskulin dan patriarki ditampilkan sebagian besar pada iklan produk kecantikan bagi pria, iklan rokok, dan iklan minuman energi. Pria digambarkan sebagai maskulin dengan tubuh yang proporsional, memiliki kekuatan dan jiwa petualangan yang kemampuannya lebih tinggi dari wanita. Pria digambarkan sebagai sosok yang kokoh. Hal ini biasa ditonjolkan melalui model dan latar dalam iklan yang biasanya di daerah pengunungan, gedung tinggi kokoh dan menjulang, menggunakan motor dan mobil ‘gede’. Contoh iklan tersebut seperti iklan rokok (Djarum, Gudang Garam, dll), AXE, dan Extra Joss. Sesuai apa yang dikatakan oleh Wood (2007: 23) bahwa gender itu dipelajari. Hal ini menyatakan bahwa gender tidaklah bersifat mutlak melainkan melalui proses pembelajaran, salah satunya melalui media massa. Iklan ditampilkan dalam media massa agar bisa diterima oleh khalayak melalui media elektronik (televisi dan radio); media cetak (koran, majalah, tabloid dan sebagainya); dan media alternatif (internet). Yang dimaksud dengan iklan adalah suatu bentuk proses penyampaian pesan atau informasi kepada sebagian atau seluruh khalayak mengenai penawaran suatu produk atau jasa dengan menggunakan media. Menurut Wahyu Wibowo (2003: 5) iklan atau periklanan didefinisikan sebagai kegiatan berpromosi barang atau jasa melalui media massa. Perkembangan iklan atau periklanan (advertising) di masyarakat beberapa tahun terakhir memunculkan berbagai persoalan sosial kultural menyangkut tanda (sign) yang digunakan, citra (image) yang ditampilkan, informasi (pesan) yang disampaikan, makna yang diperoleh, serta bagaimana pengaruhnya terhadap persepsi, pemahaman, dan tingkah laku masyarakat. Selain itu, iklan dalam masyarakat industri dapat membentuk selera serta kecenderungan masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga dapat membentuk kesadaran masyarakat dengan cara menanamkan keinginan masyarakat atas kebutuhan- kebutuhan palsu. Secara tidak langsung iklan memasuki industri gaya hidup. Iklan menjadi saluran hasrat (channel of desire) manusia sekaligus saluran wacana (channel of discourse) mengenai konsumsi dan gaya hidup. Industri gaya hidup sebagian besar merupakan industri penampilan.

Liestianingsih D. (2002: 30) melakukan penelitian terhadap iklan televisi produk perawatan kulit dan kosmetik perempuan di televisi pada tahun 2002. Hasil temuannya yaitu sebagian besar dari iklan televisi produk perawatan kulit dan kosmetik perempuan menyoroti wajah yang bersih, putih, dan bertipe wajah Barat; postur model tinggi dan kurus; rambut hitam, lurus, dan mengkilap; kulit model putih dan halus. Iklan-iklan tersebut semuanya dibintangi oleh model-model perempuan. Kalaupun terdapat laki-laki, hanya digunakan sebagai figuran. Aktor laki-laki yang berperan dalam iklan, hampir semuanya diperlihatkan sebagai pengagum model yang menggunakan produk yang diiklankan, atau sebagai alasan bagi model perempuan untuk menggunakan produk. Sebagai contoh, iklan-iklan produk kecantikan yang menggunakan model perempuan adalah iklan penghilang bulu Veet, pelembab wajah Citra, sabun pembersih muka Garnier, lotion Nivea dan banyak lagi. Iklan tak hanya sekadar menjual produk tetapi juga citra. Sejak tahun 1960 pengiklan menganggap iklan merupakan suatu karya seni. Pada saat itu, iklan mengalami revolusi dari sekadar hardsell (teknik mempromosikan produk secara langsung dengan menyebut permasalahan dan produk untuk mengatasinya). Thomas Frank berpendapat bahwa iklan sejak tahun 1960 menyesuaikan diri dengan bahasa yang berlawanan dengan budaya dan memberikan signifikansi tren pada produk yang dipromosikan (Sturken & Cartwright, 2004: 198-199). Stereotipe-stereotipe gender mengenai maskulinitas dan feminitas seperti yang dijelaskan di atas juga nampak pada media iklan, tak terkecuali pada iklan televisi Sunblock It’s Skin 2PM. Namun menurut Harding (1968) dan Siva (1989), feminitas dan maskulinitas sebagai sebuah konsep nilai yang kontradiktif pada dasarnya dapat saling dipertukarkan, yang artinya, feminitas tidak mesti hanya dimiliki oleh kaum perempuan dan juga maskulinitas tidak sertamerta hanya dimiliki oleh laki-laki (Fakih, 2001: 101). pandangan mengenai maskulinitas dan feminitas kini tidak lagi hanya berdasarkan nilai-nilai tradisional seperti yang dijelaskan di atas. Maskulinitas menurut Pilcher dan Whelehan (2004: 83) adalah sebuah aturan dalam praktik sosial dan representasi budaya yang diasosiasikan menjadi seorang lakilaki. Sehingga untuk menjadi seorang laki-laki pada dasarnya merupakan representasi budaya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa maskulinitas sebagai

produk budaya yang dibentuk oleh lingkungan yang diharapkan ada dalam diri laki-laki dan juga untuk membedakan dengan perempuan yang pada dasarnya bersifat feminim. Laki-laki biasanya digambarkan dalam iklan sebagai sosok yang kuat, tangguh, maskulin, mandiri, menaklukkan alam, memiliki badan yang kekar serta tidak menampilkan terlalu banyak emosi (tidak ekspresif). Contohnya ada pada iklan Dji Sam Soe 234 Versi Menguasai Badai. Namun berbeda dengan iklan-iklan yang akan diteliti oleh peneliti. Iklan tersebut menggambarkan laki-laki (para personil boyband) dalam bentuk penampilan yang stylish, ceria, murah senyum, peduli akan penampilan dan berdampingan dengan alam. Selain itu, dalam iklan tersebut, para laki-laki yang merupakan personil boyband berperan menampilkan dan menggunakan produk perawatan kulit untuk perempuan. Peneliti akan membaca penggambaran laki-laki di dalam iklan televisi Sunblock It’s Skin 2PM ini dengan menggunakan metode penelitian kualitatif interpretatif berdasarkan model semiotik dari Roland Barthes. Data dikumpulkan dengan cara mengamati beberapa adegan dalam rekaman video iklan televisi yang berasal dari Youtube dan mengambil beberapa adegan yang dianggap mampu menggambarkan lakilaki. Unsur-unsur dari video iklan televisi akan dimaknai oleh peneliti selaku interpretan, berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari interaksi sosial sebagai anggota masyarakat maupun budaya tertentu. Peneliti akan menganalisis gambaran laki-laki yang digambarkan melalui tanda-tanda yang ada pada iklan tersebut. Yang menjadi komponen penelitian antara lain adalah pakaian, aksesoris, haircut, bentuk tubuh, dan ekspresi laki-laki yang ada dalam iklan ini, teknik kamera dan gesture tokoh dalam iklan. PEMBAHASAN Di dalam sebuah konsep maskulinitas, laki-laki ditampilkan sebagai objek seksual. Tubuh laki-laki dijadikan sesuatu/objek yang dinikmati oleh perempuan dan oleh laki-laki itu sendiri. Itulah sebabnya konsep maskulinitas menjadi daya pikat yang menarik untuk diangkat dan dikemas secara apik dalam sebuah iklan. Maskulinitas dikonstruksikan ke dalam beberapa pencitraan. Maskulinitas terbagi atas dua tipe, antara lain maskulinitas dalam bentuk fisik dan verbal. Hal ini diperkuat oleh (Heggie, 2004:

11) bahwa “Knightly masculinity is typically proved through physical and verbal aggresion, the silencing of others.” Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa secara kuat maskulinitas diterima melalui fisik dan verbal (bahasa). Maskulinitas dalam bentuk fisik meliputi bentuk tubuh dan penampilan. Sedangkan dalam bentuk verbal dapat dilihat melalui bagaimana cara seseorang tersebut berbicara. Maskulinitas dalam bentuk tubuh, dikonstruksikan melalui ciri-ciri fisik pada tubuh seorang laki-laki. Seperti berbadan besar, berotot, berdada bidang, dan sebagainya. Pada maskulinitas dalam bentuk penampilan dikonstruksikan melalui tampilan luar seorang laki-laki, seperti cara berpakaian, gestur, kerapian tubuh, aroma tubuh dan sebagainya. Logika yang menarik jika tubuh laki-laki yang ideal seperti dapat memunculkan daya tarik tersendiri khususnya bagi seorang perempuan. Karena laki-laki dengan konsep tubuh ideal cenderung lebih memikat dan menarik perempuan. Dan dalam iklan ini, produk yang diiklankan adalah produk yang menyasar pada segmen perempuan karena pada produk ini tidak mencantumkan kata “Men”. Oleh karena itu model yang digunakan adalah laki-laki yang memiliki bentuk tubuh ideal yang dapat menarik perhatian dan minat dari perempuan. Dalam iklan terdapat scene-scene yang menampilkan tubuh yang ideal menurut iklan tersebut. Diperlihatkan dengan tampilan tubuh yang berotot, perut sixpack, dan lebih mencirikan kepada sosok laki-laki atletis atau metroseksual yang peduli dengan tubuh serta tampilan tubuh yang sesuai dengan tinggi badan. Hal yang sama juga digambarkan dalam scene iklan televisi Sunblock It’s Skin 2PM mengenai sosok perempuan yang hadir dalam salah satu adegan iklan sebagai subyek penikmat dari maskulinitas tubuh seorang laki-laki. Konotasi dalam potongan scene dalam iklan menampilkan sosok mereka sebagai laki-laki yang maskulin. Konotasi identik dengan ideologi yang dimiliki oleh pengguna, atau operasi ideologi yang disebut “mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam periode tertentu (Budiman: 2001). Tinggi dan berat badan mereka 185 cm/ 76 kg dapat dikategorikan sebagai laki-laki dengan tubuh tinggi. Bentuk dada yang bidang menunjukkan bahwa mereka mengalami pertumbuhan seksual sebagai lakilaki dewasa. Bentuk tubuh mereka merupakan penanda. Menurut Barthes, semiotika bekerja dengan cara “Bagaimana makna masuk ke dalam sebuah citra/ image” (Barthes,

1984: 32). Berdasarkan analisis bentuk tubuh, semuanya mengacu pada gambaran lakilaki. Penanda-penanda tersebut menghasilkan petanda yaitu bentuk fisik laki-laki dewasa. Perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, yaitu tubuh maskulin, dan tubuh feminin hadir sebagai pembenaran kodrat atas perbedaan yang dikonstruksikan secara sosial antar gender (Bourdieu, 2001: 15). Tampilan kostum mereka merupakan tanda-tanda yang juga menunjukkan ciri khas laki-laki. Denotasi pada kostum yang dikenakan mereka adalah: celana pendek, ditambah aksesoris seperti gelang, antinganting. Celana pendek merupakan pakaian santai yang biasa digunakan laki-laki dalam acara santai misalnya di pantai, rumah, tepi kolam renang. Aksesoris yang digunakan laki-laki pada umumnya adalah gelang agar tangan tidak ‘kosong’. Anting-anting emas adalah aksesoris yang biasa digunakan oleh perempuan namun digunakan oleh laki-laki dalam iklan ini. Gestur maskulin dalam iklan kebanyakan ditunjukkan dengan memberi tahu tentang kekuatan yang dimiliki oleh laki-laki dan menunjukkan otot-otot yang mereka miliki. Mereka tidak menunjukkan gestur yang feminin seperti gerakan yang lemah, lembut, ceria dan lain sebagainya. Kebanyakan laki-laki menunjukkan gestur dalam iklan dengan tidak banyak berbicara, banyak bertindak, beraktivitas outdoor, melakukan kegiatan yang menantang adrenalin yang menunjukkan keberanian dan kekuatan. Namun dalam iklan televisi Sunblock It’s Skin 2PM berbeda. Dalam iklan tersebut ada beberapa adegan yang menampilkan gestur laki-laki yang berbeda. Pada scene permulaan, model melakukan dialog dengan menghadap kamera. Wajah dan postur model dikesankan melakukan kegiatan merawat kulit wajah sebagai kegiatan yang perlu dilakukan oleh laki-laki. Model juga tampak terampil dan dikesankan terbiasa. Terdapat gerakan menggunakan produk tabir surya ke wajahnya dengan ekspresi wajah yang takut dan khawatir Dalam penggambaran gestur, figur laki-laki dalam iklan ini sudah digambarkan dengan cukup baik walau tidak dapat diterima oleh semua orang karena gesturnya menunjukkan perilaku yang lembut, telaten, teliti, detail, penggambaran ekspresi wajah yang takut, rileks, lalu penggambaran figur laki-laki dengan kemaskulinannya dan dengan keindahan tubuhnya. Aspek-aspek itu telah mengangkat kelebihan yang positif

dalam sosok laki-laki tersebut, namun hal tersebut masih belum umum di mata masyarakat Indonesia karena laki-laki yang maskulin di Indonesia jarang ada yang memerhatikan kesehatan dan penampilan dari kulit tubuh dan wajah mereka. Karena pada umumnya yang melakukan hal tersebut adalah perempuan dan bila laki-laki melakukan hal tersebut maka akan dianggap kurang maskulin dan bersifat keperempuanan. Konstruksi sosial budaya patriarki melahirkan sebuah norma yang akhirnya melabelkan sebuah stereotype bahwa berdandan atau memakai make up adalah sebuah usaha mempercantik diri. Sedangkan cantik adalah sebuah ciri yang melekat pada seorang perempuan dan menjadi cantik adalah suatu hal yang biasa dilakukan oleh seorang perempuan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjadi cantik adalah dengan menjaga penampilan, salah satunya dengan berdandan. Oleh karena itu laki-laki tidak boleh melakukan aktivitas seperti seorang perempuan, don’t be female (Wood, 2005: 160). Rangkaian tanda-tanda berupa dialog dan cuplikan gambar dalam iklan ini membentuk konotasi yang akhirnya melahirkan denotasi bahwa laki-laki boleh berdandan layaknya seorang perempuan, dalam hal ini dalam menggunakan produk tabir surya untuk perempuan. Hal ini tidak sesuai dengan konstruksi sosial budaya patriarki yang dekat dengan maskulinitas dimana konsep maskulinitas menunjukkan bahwa seorang laki-laki tidak boleh berdandan dan yang pantas berdandan adalah wanita. Mitos yang lahir dari cuplikan gambar dalam iklan ini tidak membenarkan stereotype tentang maskulinitas yang selama ini dianut oleh masyarakat. Berdandan bukan merupakan sebuah kodrat, yang dikekalkan kepada perempuan. Tidak ada hal yang melanggar hukum bila seorang perempuan menolak berdandan begitu pula dengan laki-laki. Berdandan bagi laki-laki bukanlah sebuah hal yang melanggar hukum, tetapi kecantikan dan berdandan adalah sebuah norma yang telah disepakati di dalam konstruksi sosial masyarakat. Bila cantik dilabelkan pada laki-laki maka akan timbul persoalan karena pemberian label itu akan mengesankan sifat banci (waria/shemale), warga Negara yang gagal menyesuaikan identitas nasional laki-laki atau perempuan distigmakan sebagai banci (Alimi, 2004: 86).

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data yang telah dilakukan oleh peneliti. Ditemukan bagaimana penggambaran laki-laki dalam iklan televisi Sunblock It’s Skin 2PM. Para laki-laki yang ada dalam iklan tersebut memiliki ciri-ciri dan karakter yang menggambarkan maskulinitas sekaligus feminitas. Pada adegan-adegan yang ada di dalam iklan tersebut menunjukkan sosok lakilaki maskulin dengan bentuk tubuh yang ideal, memiliki otot, kekar, serta berperut sixpack. Namun sekaligus laki-laki digambarkan sebagai sosok yang feminin yaitu terlihat pada gestur tarian yang melambai/gemulai saat adegan penutup iklan tersebut. Gerakan yang mereka lakukan adalah gerakan yang pada umumnya dilakukan oleh perempuan. Dengan demikian iklan tersebut menegaskan stereotype perpaduan antara maskulin dan feminin. Mereka menggambarkan penampilan yang merupakan gabungan dari maskulinitas dan feminitas. Para laki-laki tersebut merupakan laki-laki yang peduli akan penampilannya, fashionable, serta melakukan perawatan tubuh dan wajah mereka. Pemilihan fashion dan penampilan mereka dilakukan untuk membuat ciri khas serta menjadi pembeda antara laki-laki modern Korea dengan laki-laki modern lainnya. Hal tersebut menjadi tren busana dan penampilan yang sudah biasa digunakan alias dijadikan standar oleh para boyband yang ada di Korea. Tren penampilannya berfokus kepada total look dari member boyband tersebut yang kemudian menghasilkan tampilan yang menonjolkan sisi maskulin mereka, dipadu dengan feminin. Tampilan maskulinitas yang terlalu “garang” dan terlalu macho terlihat membosankan karena sudah umum dan kurang seimbang bila tidak dipadukan dengan feminitas. Tampilan feminin tersebut dapat menonjolkan sensualitas alias sisi sensual dari seorang laki-laki. Tampilan yang maskulin sekaligus feminin itu disajikan dalam iklan televisi untuk memberi tampilan yang lebih atraktif dan menggoda. Tak dapat dipungkiri bahwa saat itu tampilan jenis itulah yang sedang menjadi tren, mendapat respon dan apresiasi yang baik dari para audiens. Dengan demikian hal itu menjadi pembuktian bahwa makna pada gambar pakaian, haircut, aksesoris, bentuk tubuh dan ekspresi dalam iklan televisi tersebut dapat menjadi gambaran laki-laki yang bukan hanya sekadar tren saja, namun juga

sebagai ciri khas para member boyband Korea selaku entertainer di industri musik Korea. Daftar Pustaka Alimi, M.Y. 2004. Dekonstruksi Seksualitas Poskolinial, Dari Wacana Bangsa Hingga Wacana Agama, LKIS, Yogyakarta. Barthes, Roland. 2004. Mitologi, (Terj. Nurhadi & Sihabul Millah), Kreasi Wacana, Yogyakarta. Budiman, K. 2001. Kosa Semiotika. Yogyakarta: LKis. Bonnie Millar-Heggie. 2004. The Performance of Masculinity and Feminity – Gender Transgression in The Sowdone of Babylone. Mirator Lokakuu. Bourdieu, Pierre. 2001. Masculine Domination. Britain, Stanford University. Fowler, Martin. 2005. UML Distilled Edisi 3, Yogyakarta: Andi. Hall, Stuart. 2002. Representation: Cultural Representations and Signifying Practices. London : Sage Publications. Liestianingsih, Dwi, 2002. Ideologi Gender dalam Iklan televisi produk perawatan kulit dan kosmetik wanita di Televisi. Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Pilcher, Jane and Whelehan, Imelda. 2004. 50 key consepts in gender studies. Great Britain : The Cromwell Press,Ltd. Pullen. Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. 2011. Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media. Wood, Julia T. 2007. Communication, Gender & Culture Seventh Edition. Belmont, CA: Thomson Wadsworth.

View more...

Comments

Copyright � 2017 NANOPDF Inc.
SUPPORT NANOPDF