Konsiderasi Pemerintah Amerika Serikat dalam

January 14, 2018 | Author: Anonymous | Category: Ilmu sosial, Ilmu politik, American Politics
Share Embed Donate


Short Description

Download Konsiderasi Pemerintah Amerika Serikat dalam...

Description

Pemberian Bantuan Amerika Serikat kepada Somalia sebagai Bentuk Pembendungan Kekuatan Cina di Afrika Isma Athriya Safitri – 071012085 Program Studi S1 Hubungan Internasional, Universitas Airlangga ABSTRACT Drought that hit Somalia invites much sympathy internationally, including from the United States. It is considered interesting since both have been involved in the Battle of Mogadishu. Currently, United States is not only providing humanitarian aid, but has become the number one donor to Somalia. It is considered more interesting that albeit the massive amount of aid from the United States, the United States faces many hurdles from the Somali rebels. Meanwhile, Somalia in 2013 was ranked first in the list of failed states. So what is the advantage for the United States? The author here considers that it is closely related to the competition between the United States and China in Africa. Geographically and politically, Somalia used as an arena to contain the strength of China in Africa. Therefore, the United States seeks to establish cooperation with Africa. Previously the United States has failed to apply the policy of 'war on terror' in Somalia, this time the United States tried a new strategy, namely by providing various kinds of assistance to Somalia. Keywords: United States, Somalia, Aid, China. Bencana kekeringan yang melanda Somalia mengundang banyak simpati dunia internasional, termasuk Amerika Serikat. Hal ini dinilai menarik mengingat keduanya pernah terlibat dalam Pertempuran Mogadishu. Bahkan Amerika Serikat tidak hanya memberikan bantuan kemanusiaan, tapi telah menjadi pendonor nomor 1 bagi Somalia. Hal ini dinilai semakin menarik, melihat besarnya dana bantuan yang diberikan Amerika Serikat, padahal untuk memberikan bantuan tersebut, Amerika Serikat menghadapi banyak hangan dan rintangan dari pemberontak bersenjata Somalia, sementara itu Somalia pada tahun 2013 menduduki peringkat pertama dalam daftar negara gagal. Lantas apa yang menjadi keuntungan Amerika Serikat? Penulis di sini menilai bahwa hal tersebut erat kaitannya dengan persaingan Amerika Serikat dan Cina di Afrika. Secara geografis dan politik, Somalia pantas untuk dijadikan sebagai area untuk membendung kekuatan Cina di Afrika, oleh karenanya Amerika Serikat berusaha untuk menjalin kerja sama dengan pihak Afrika. Sebelumnya Amerika Serikat pernah gagal mengaplikasikan kebijakan ‘war on terror’ di Somalia, kali ini Amerika Serikat mencoba strategi baru, yakni dengan memberikan berbagai macam bantuan ke Somalia. Kata-Kata Kunci: Amerika Serikat, Somalia, Bantuan, Cina.

257

Isma Athriya Safitri

Bantuan terhadap Krisis di Somalia PBB mengatakan bencana kelaparan di Somalia telah menyebabkan 260.000 orang meninggal dunia dan separuh dari jumlah tersebut merupakan anak-anak yang masih berusia di bawah lima tahun. Sekjen PBB Ban Ki-moon juga menyatakan bahwa Negara Somalia saat ini sedang mengalami bencana kekeringan terparah selama 60 tahun terakhir (BBC Indonesia, 2011). Negara yang hanya memiliki pendapatan sebesar US$ 600 pada tahun 2010 ini memiliki angka harapan hidup yang sangat kecil, 1 dari 7,4 anak-anak di sana akan meninggal sebelum mereka dapat mencapai angka 5 tahun (UNICEF, 2009). Sebanyak kurang lebih 3,2 juta jiwa di sana benar-benar membutuhkan bantuan kemanusiaan dan angka tersebut terus bertambah dari tahun ke tahun. Menanggapi bencana yang terjadi di Somalia tersebut, banyak bantuan kemanusiaan yang datang mengalir dari berbagai pihak, baik itu dari negara maupun dari badan-badan kemanusiaan internasional. Tabel 1. Daftar Negara Pendonor Somalia

(Diolah dari Global Humanitarian Assistance. “Somalia”.Global Humanitarian Assistance : A Development Initiative.(2012).pp.7)

258

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

Bantuan AS kepada Somalia sebagai Pembendungan Kekuatan Cina di Afrika

Hal yang menarik dari tabel di atas adalah negara yang menempati posisi nomor satu dalam jumlah bantuan yang diberikan adalah Amerika Serikat, Padahal Amerika Serikat merupakan mempunyai sejarah yang kelam dengan Somalia dalam Pertempuran Mogadishu yang terjadi pada tanggal 3 Oktober 1993 di wilayah Laut Hitam Mogadishu. Amerika Serikat pada saat itu berniat untuk menangkap Presiden Mohamed Farrah Aidid karena diduga sebagai pendukung dan penyokong dana bagi Al-Qaeda dan telah mempersenjata militan Somalia. Operasi penangkapan yang semula diperkirakan hanya akan memakan waktu selama 90 menit ternyata terjebak dalam kepungan milisis dan warga bersenjata Somalia selama 17 jam (Bambang, 2012). Dalam pertempuran ini pula, Amerika Serikat dapat dinilai mendapatkan kerugian besar dengan catatan 2 helikopter ditembak jatuh, 18 orang tewas dan 100 orang prajurit lainnya terluka. Jadi dapat dilihat anomali bantuan Amerika Serikat kepada Somalia terletak pada sejarah kelam di antara mereka kedua dalam Pertempuran Mogadishu tersebut. Anomali yang kedua terletak pada blokade bantuan yang dilakukan oleh pasukan militan Al-Shabab dan Al-Qaeda terhadap segala macam bantuan luar negeri, termasuk bantuan yang berasal dari Amerika Serikat. Adanya kelompok militan yang terkait Al-Qaeda dan Al-Shabab yang menguasai sebagian wilayah selatan Somalia membatasi akses upaya bantuan kemanusiaan internasional. Sebagai akibatnya, World Food Program memperkirakan sekurang-kurangnya satu juta orang di kawasan Bakool dan Shabele Bawah tidak bisa mengakses bantuan internasional(BBC Indonesia, 2011). Namun meskipun demikian, Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk memberikan bantuan kepada Somalia sampai mereka dapat keluar dari krisisnya. Komitmen Amerika Serikat untuk membantu Somalia juga disampaikan oleh Deputi Sekretaris William J. Burns dalam London Conference on Somalia pada tanggal 7 Mei 2013. Beliau mengatakan bahwa Amerika Serikat dalam waktu dekat ini akan memberikan bantuannya kembali kurang lebih sebesar US$ 40 juta. Terhitung sejak tahun 2009, sudah ada US$ 1,5 Miliar dana yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat untuk membantu Somalia, termasuk anggaran pada tahun 2012. Melalui situs di bawah ini, Amerika Serikat juga mengatakan bahwa mereka berharap dapat memberikan bantuan secara berkelanjutan ke depannya, "The US Government hopes to continue substantial financial support to Somalia in future years that will support Somalia's progress and transition to longer-term development"(US Department of State, 2013).

Anomali yang ketiga adalah pasca diberikannya bantuan kemanusiaan oleh Amerika Serikat dan pihak-pihak lainnya, situasi di Somalia tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Bahkan menurut indek internasional 2013, Somalia menempati posisi pertama sebagai negara Jurnal Analisis HI, Maret 2014

259

Isma Athriya Safitri

gagal. Artinya bantuan yang diberikan oleh Amerika Serikat sejak tahun 2009 hingga tahun 2013 tidak dapat membuat negara tersebut menjadi lebih baik. Situs resmi Pemerintah Amerika Serikat mengatakan bahwa bantuan Amerika Serikat ke Somalia bertujuan untuk (1) Membantu menstabilkan pemerintahan, (2) Memastikan Somalia tidak menjadi tempat persembunyian para teroris, (3) Mengurangi krisis kemanusiaan, (4) Memerangi perompakan, (5) Mencegah penularan ketidakstabilan regional ke dalam Somalia. Letak Geografis Somalia Salah satu alasan mengapa Amerika Serikat memiliki komitmen kuat dalam membantu Somalia, adalah karena Somalia memiliki letak geografis yang sangat strategis. , Somalia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang di Benua Afrika, yakni sepanjang 3.330 km (Security Council, 2011) yang berada berbatasan langsung dengan Teluk Aden dan Samudera Hindia, selain itu posisi Somalia yang juga berbatasan langsung dengan Semenanjung Arab ini juga merupakan pintu masuk utama menuju Laut Merah. Gambar 2. Peta Somalia

(Diolah dari GlobalSecurity.“Somalia-Maps” [online] www.globalsecurity.org/military/world/somalia/maps.htm.Diakses tanggal 06 Januari 2014).

dalam pada

Posisi geografis tersebut sangat menguntungkan bagi Somalia yang notabenenya menempati posisi teratas dalam urutan negara gagal, baik dari segi politik, hukum, pemerintahan, maupun ekonomi. Bentuk negara Somalia yang memanjang juga menjadi nilai tambah bagi negara 260

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

Bantuan AS kepada Somalia sebagai Pembendungan Kekuatan Cina di Afrika

tersebut, karena garis pantai yang dimiliki oleh Somalia terhitung sebagai garis pantai terpanjang se-Benua Afrika. Hal ini tentunya tidak hanya mencerminkan banyaknya akses dari Somalia menuju Samudera Hindia, tapi juga membuat Somalia pantas untuk menjadi containment zone bagi kekuatan Cina di Afrika. Sumber Daya Alam Somalia Selain diuntungkan dengan posisi geografisnya, Somalia juga diuntungkan dengan kekayaan sumber daya alamnya, meski tidak sebanyak negara-negara Afrika lainnya seperti Nigeria, Sudan, maupun Kenya. Sumber daya minyak dan gas alam tersebut tidak hanya tersimpan di bawah daratan Somalia saja, namun juga di bawah dasar Samudera Hindia yang menjadi batas barat Negara Somalia. Tabel 3. Daftar Sumur Minyak di Somalia

Total potensial minyak dan gas alam yang dimiliki oleh Somalia baik secara onshore maupun offshore melebihi 110 triliun barel. Wilayah yang paling kaya akan sumber daya dalam hal ini adalah Putland, tepatnya di lembah Dharoor dan lembah Nugaal (Sanders dan Moselev, 2012). Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa Somalia memilik posisi yang strategis karena berbatasan langsung dengan Teluk Aden. kawasan yang memiliki luas 26.000 km2 ini ternyata juga memiliki 3.096 sumur minyak yang mengandung kurang lebih 8 miliar barrel minyak bumi (African Oil Corp, t.t). Secara otomatis sumur-sumur minyak yang masih berada dalam wilayah laut Somalia akan menjadi hak negara tersebut, hal ini tentunya semakin menambah jumlah cadangan minyak yang dimilikinya.

Jurnal Analisis HI, Maret 2014

261

Isma Athriya Safitri

Geopolitik dan Geostrategi Amerika Serikat di Somalia Selain memiliki 2 arti strategis seperti yang telah dijelaskan di atas, ada hal lain yang membuat Amerika Serikat tertarik untuk masuk dan bekerja sama dengan Somalia, yakni ketidakstabilan politik dan minimnya keamanan yang terjadi di Somalia, hal itu terbukti dengan terjadinya Perang Sipil yang terjadi sejak tahun 1992 hingga saat ini dan menimbulkan banyak korban. Akibat lain dari ketidakstabilan politik dan keamanan di Somalia ini juga munculnya banyak gerakan-gerakan bersenjata yang pro dan kontra terhadap pemerintah. Salah satu kelompok yang paling besar dan paling mengancam adalah kelompok Al-Shabab. Hal tersebut tidak membaik dari tahun ke tahun, bahkan hingga tahun 2004, oleh karena itu agar pemerintah Somalia yang diakui secara internasional maka dibentuklah Transitional Federal Government (TFG) pada tahun 2004 sebagai, sayangnya dengan adanya berbagai gerakan-gerakan bersenjata tersebut, TFG menjadi kurang mendapatkan dukungan dari dalam negara Somalia itu sendiri (Wezeman, 2010). Hal inilah yang kemudian menjadi peluang bagi Amerika Serikat, dengan kekuataan militernya yang sangat besar, Amerika Serikat dapat menjamin keamanan di Somalia, dengan kata lain, walaupun terhitung sebagai pihak asing, namun Amerika Serikat dapat membantu untuk menjaga keamanan dalam negeri Somalia tersebut, dari peluang ini maka dapat dilihat bagaimana Amerika Serikat dapat dengan mudahnya mendapatkan kepercayaan dan jalinan kerja sama dengan Somalia, strategi inilah yang kemudian dalam teori disebut sistem intrusif regional, karena baik Somalia maupun negara-negara Afrika Timur lainnya tidak dapat menyelesaikan masalah keamanan yang terjadi di Somalia, maka Amerika Serikat yang notabenenya memiliki kekuatan yang lebih besar daripada negara-negara tersebut kemudian berusaha untuk masuk dan membantu menyelesaikan masalah keamanan di sana. Sejak Somalia menjadi negara gagal dan tidak berfungsinya pemerintah pusat yang dimiliki oleh Somalia, ditambah dengan banyaknya pemberontakan klan maupun pergerakan-pergerakan Islami, Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Bush mengatakan Somalia sebagai „haven of terrorism‟, seperti yang terjadi para kelompok di Afghanistan, Al-Qaeda berusaha untuk merekrut kelompok-kempok militant di Somalia dan menanamkan filosofi “destroy and kill‟ ke dalam pikiran mereka. “The indoctrination and manipulation of young, disenchanted Muslim men has been an effective a strategy. Peace-loving people around the world have been materially and morally robbed – too often of life itself.” (Mohamed,2009).

262

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

Bantuan AS kepada Somalia sebagai Pembendungan Kekuatan Cina di Afrika

Sejak tahun 1990an, Amerika Serikat telah mengerahkan pasukannya untuk menjaga keamanan di Somalia, khususnya untuk menghadapi ancaman para teoris, seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat dengan meluncurkan pesawat drone jenis predator untuk melakukan penyerangan terhadap sekelompok teroris, dan dilanjutkan lagi pada peluncuran drone ditahun 2011. Pada periode yang sama pula, Amerika Serikat membantu pasukan PBB dalam The United Nations Operation in Somalia (UNOSOM) untuk menjaga keamanan Somalia dan sekitarnya. Tidak hanya bantuan penjagaan kemanan, Amerika Serikat juga memberikan bantuan persenjataan yang diberikan oleh Menteri Luar Negeri, Hillary Clinton pada bulan Agustus tahun 2009, “Then, in August 2009, U.S. Secretary of State Hillary Clinton pledged military support for the TFG that included at least 40 tons of military weaponry and equipment., Arms included assault rifles, machine guns, grenades, and mortars” (Corey, 2009).

Selain itu, Amerika Serikat juga memberikan bantuan pelatihan militer kepada pasukan pertahanan keamanan Somalia. yang menghabiskan dana sekitar US$ 145 juta (Norris dan Bruton, 2011). Apa yang telah diberikan oleh Amerika Serikat baik secara ekonomi, sosial, dan militer tentu mempengaruhi eksistensi pengaruh Amerika Serikat di Somalia. Hal ini dapat dilihat melalui pemilihan Presiden Somalia Hassan Sheikh Mohamed yang dilaksanakan secara langsung, dengan begitu berarti Somalia telah melakukan nilai-nilai demokrasi dan liberalisasi yang dibawa oleh Amerika Serikat, hal ini juga membuktikan bahwa Amerika Serikat telah berhasil untuk memasukkan nilai-nilai murninya secara politik. Pergantian presiden yang dilakukan secara umum ini pula yang kemudian mengubah cara pandang Amerika Serikat terhadap Somalia, sehingga setelah 20 tahun mempunyai hubungan diplomatik yang tidak baik pasca Pertempuran Mogadishu, pada Bulan Januari tahun 2013, melalui Menteri Luar Negeri, Hillary Clinton, Amerika mengakui pemerintah Somalia di Mogadishu (Al Furqon, 2013), dengan demikian maka hubungan bilateral kedua negara tersebut menjadi lebih baik. Kondisi ekonomi dan sosial di sana membuka jalan masuk bagi Amerika Serikat. Besarnya kekuatan ekonomi Amerika Serikat membuatnya dapat membantu memperbaiki kondisi di Somalia yang memiliki tingkat kesejahteraan yang sangat minim dan tinggi angka kemiskinan di Somalia yang sangat tinggi. Selain untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan yang terjadi di Somalia, besarnya jumlah dana yang diberikan oleh Amerika Serikat ke Somalia juga bertujuan untuk mendapatkan kepercayaan dari pihak Somalia itu sendiri, “Winning hearts and minds has always been important, but it is even more so in Jurnal Analisis HI, Maret 2014

263

Isma Athriya Safitri

a global information age”(Nye, 2004). Seperti yang dikatakan oleh Nye bahwa, tidak hanya mengalahkan lawan secara fisik, tapi kini memenangkan hati dan pikiran lawan juga menjadi lebih penting, dalam hal ini, penulis mengidentifikasikan, ketika Amerika Serikat sudah berhasil mendapatkan kepercayaan dari pihak Somalia maka berarti Amerika Serikat telah berhasil memenangkan hati dan pikiran pihak Somalia. Hal ini semakin memperbesar kemungkinan keberpihakan Somalia terhadap Amerika Serikat. Jika sebelumnya Amerika Serikat cenderung terkenal dengan cara-cara keras untuk memaksa suatu negara agar tunduk pada aturan-aturannya, maka kali ini Amerika Serikat harus menggunakan cara lain, karena cara-cara kekerasan yang digunakan oleh Amerika tersebut sangat riskan untuk digunakan ke dalam Somalia dan negara-negara Afrika lainnya yang sangat rentan terhadap konflik dan memiliki trauma mendalam terhadap kolonialisasi.Selain itu,Selain itu, Amerika Serikat sebelumnya juga pernah gagal dalam „merangkul‟ pihak Somalia dalam strategi „war on terror‟. Dua alasan mengapa Amerika Serikat gagal adalah, yang pertama “U.S. policy makers in Washington never took the time to study and analyze the complex politics of the Somali tribal system in determining how and when to involve itself in Somalia”, struktur sosial masyarakat di Somalia sangat jauh berbeda dengan sistem masyarakat di Amerika serikat ataupun negara-negara lainnya. Meskipun tidak berasal dari para pendatang, namun struktur sosial masyarakat di Somalia sudah berbentuk multikulturalisme dengan adanya beragam suku bangsa di sana. Mereka berusaha untuk mengungguli satu sama lain dan mendominasi Somalia. Hal inilah yang kemudian kurang diantisipasi oleh pihak Amerika Serikat. Alasan kedua kegagalan Amerika Serikat adalah “Washington’s foreign policy, as is too often the case, focused on the current crisis without anticipating its consequences”, Amerika Serikat seringkali tidak memikirkan efek jangka panjang dari tindakan yang diberikan kepada pihak Somalia. Seperti misalnya pasca Perang Dingin, dimana terjadi vacuum of power di Somalia karena tidak berfungsinya pemerintah pusat pasca kepergian bangsa Barata termasuk Amerika Serikat, vacuum of power tersebutlah yang kemudian menimbulkan pengkotak-kotakkan Somaliaoleh bangsanya sendiri yang lantas menjadi bibit daripada Perang Sipil. Apalagi mengingat Somalia merupakan salah satu negara yang dinamika politik dan sosialnya sangat susah untuk diprediksikan, maka dari itu butuh strategi dan kehati-hatian dalam menjalin kerja sama dengan negara perompak tersebut (Mohamed, 2009). Oleh karena itu, strategi terbaru yang digunakan oleh pihak Amerika Serikat untuk dapat memenangkan hati dan pikiran Somalia adalah dengan menggunakan „smart diplomacy’, Amerika Serikat menggunakan soft powernya untuk kembali mendapatkan simpati dunia

264

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

Bantuan AS kepada Somalia sebagai Pembendungan Kekuatan Cina di Afrika

internasional. yakni melalui kekuatan ekonomi, budaya, nilai-nilai, dan kesan Amerika Serikat di mata dunia internasional, sebagai realisasinya, Amerika Serikat memberikan banyak bantuan, baik itu bantuan keuangan, bantuan militer, maupun bantuan-bantuan lainnya terhadap negara-negara yang membutuhkan. Seperti yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Somalia, selain untuk membantu Somalia agar keluar dari krisisnya, bantuan Amerika Serikat ini juga bertujuan agar Somalia dapat menjalin hubungan kerja sama yang baik dan secara berkelanjutan dengan Amerika Serikat. Namun, secara implisit pemberian bantuan tersebut bertujuan untuk menarik kembali simpati internasional dan menguatkan posisi Amerika Serikat untuk mendapatkan kepentingan nasionalnya. Strategi pemberian bantuan dalam rangka memenangkan hati dan pikiran pihak lawan untuk memenuhi kepentingannya sendiri bukan pertama kali dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Somalia, karena sebelumnya sejak tahun 2001, Amerika Serikat pernah memberikan bantuan dana kepada negara-negara di kawasan Asia Tengah, dengan rincian Kazakhstan mendapatkan dana sebesar US$ 71,5 juta, Tajikistan sebesar US$ 56,4 juta, Uzbekistan US$ 55,9 juta, Kyrgystan US$ 40,6 juta, dan Turkmenistan sebesar US$ 12,2 juta, dengan total bantuan US$ 236,6, dan angka tersebut meningkat menjadi US$ 394,1 juta pada tahun berikutnya (Sulaiman, t.t: 85). Dengan demikian, Amerika Serikat mendapatkan dukungan untuk melawan Afghanistan dalam wacana „war on terrorist‟ Bush, karena Amerika Serikat dapat menjadikan negara-negara Asia Tengah tersebut dengan bonus Amerika Serikat mendapatkan akses lebih untuk dapat mengeksplorasi kekayaan minyak yang ada di Asia Tengah. Persaingan Amerika Serikat dan Cina di Afrika Berbeda dengan scramble for Africa yang dilakukan ole Bangsa Eropa di abad ke-19, abad ke-21 ini tidak lagi terdapat pembagian-pembagian wilayah secara resmi, melainkan penanaman pengaruh dan investasilah yang menjadi parameter penguasaan wilayah di Afrika. Sebab kini Afrika tidak lagi sepenuhnya dikendalikan oleh para kolonial, tetapi para pemimpin Afrika sudah mulai memainkan perannya sebagai pembuat keputusan. Para kolonial baru ini, seperti Amerika Serikat dan Cina tidak lagi bersaing untuk menguasai Afrika secara sepihak, kali ini mereka harus berlomba untuk mendapatkan dukungan dan legalitas dari pemimpin Afrika setempat, dukugan dan legalitas tersebut didapatkan dalam bentuk kerja sama.

Jurnal Analisis HI, Maret 2014

265

Isma Athriya Safitri

Grafik 4. Perbandingan Amerika Serikat dan Cina dalam Hal Kerja Sama Perdagangan dengan Afrika

(Diolah dari Chris Vlattman. “The New Scramble for Africa : The Great Update. [onlie] dalam http://chrisblattman.com/2008/07/09/the-newscramble-for-africa-the-great-update/.2008.Diakses pada tanggal 30 Desember (2013)

Pada tahun 2002, Cina sudah mulai dapat menyaingi Amerika Serikat, meskipun posisi Amerika Serikat masih mengungguli Cina dalam hal jalinan kerja sama perdagangan dengan negara-negara di Afrika, namun bagaimanapun juga meningkatnya investasi Cina di Afrika menimbulkan kekhawatiran bagai Pemerintah Amerika Serikat, karena ditakutkan negara-negara Afrika lebih tertarik untuk menjalin kerja sama dengan Cina yang notabenenya memiliki prinsip dan ideologi yang sangat bertolak belakang dengan apa yang dianut oleh Amerika Serikat. Oleh karena itu, penting bagi Amerika Serikat untuk meningkatkan kewaspadaan di Afrika karena bukan tidak mungkin Cina akan menyalip Amerika Serikat ke depannya atau kemungkinan yang lain adalah terjadinya persaingan secara terbuka antara Amerika Serikat dan Cina di Afrika. Afrika Sebagai Sumber Energi Cina Salah satu prioritas utama dalam kebijakan politik luar negeri Cina adalah energy security and acces to resources (Cirlig, 2013 : 2), jaminan atas terpenuhinya kebutuhan energy negara dan akses untuk mendapatkan sumber-sumber energy tersebut. Salah satu kawasan yang menjadi fokus Cina dalam hal ini adalah kawasan Afrika, karena selain 266

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

Bantuan AS kepada Somalia sebagai Pembendungan Kekuatan Cina di Afrika

kawasan Timur Tengah, Afrika merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya alam terutama sumber daya minyak dan mineral. Afrika merupakan partner perdagangan terpenting Cina yang ketiga setelah Amerika Serikat dan Perancis, bahkan Afrika masih berada di atas Inggris dalam hal ini (Pan, t.t). Afrika menjadi salah satu tujuan penting bagi Cina untuk mengembangkan kekuatan ekonominya. Nilai perdagangan antara Cina dan Afrika meningkat tajam, dari US$ 9 Miliar di tahun 2000, menjadi US$ 160 Miliar di tahun 2011, FDI Cina di Afrika juga melebihi angka US$ 13 Miliar pada tahun 2010 (Pan, t.t). Grafik 5. Peningkatan FDI Cina di Afrika

(Diolah dari 2010 Statistical Bulletin of China‟s Outward Foreign Direct Investment)

Selain itu pada tahun 2004, 28,7% kebutuhan akan sumber daya minyak Cina diimpor dari negara-negara penghasil minyak Afrika (Zewig dan Jianhai, 2005 : 25-38). Pada bulan April 2006, Cina National Offshore Oil Corporation (CNOOC) menyebutkan bahwa Cina telah menghabiskan dana sebesar US$ 2,3 miliyar untuk membeli 45% saham di pertambangan minyak di Nigeria (BBC, 2006). Sebelumnya di tahun 2004, 28,7% kebutuhan akan sumber daya minyak Cina diimpor dari negara-negara penghasil minyak Afrika (Zewig dan Jianhai, 2005 : 2538). Kerja sama antara Cina dan Afrika kemudian secara resmi dibahas dalam Forum on Cina-Africa Cooperation (FOCAC) yang melahirkan Five Principles of Peaceful Coexistence, yakni (1) Mutual respect for sovereignty and territorial integrity, (2) Mutual non-aggression, (3) Non-interference in each other’s internal affairs, (4) Equality and mutual benefit, (5) Peaceful Coexistence. Inti daripada kelima poin tersebut adalah bahwa Cina menawarkan sebuah kerja sama jangka panjang yang bersifat damai dan akan memberikan keuntungan yang sama bagi kedua pihak, dengan kata lain kerja sama ini bersifat mutualisme. Cina ingin membuktikan bahwa dirinya berbeda dengan negara-negara barat yang secara sepihak menguasai dan Jurnal Analisis HI, Maret 2014

267

Isma Athriya Safitri

mengeksploitasi Afrika, karena ekplorasi sumber daya alam yang dilakukan oleh Cina ini nantinya juga akan membantu negara-negara di Afrika untuk memajukan ekonominya (FOCAC, 2009),sehingga kerja sama jangka panjang tersebut dapat terus dilaksanakan dengan baik. Tabel di bawah ini menggambarkan seberapa besar Cina dapat mempengaruhi negara-negara yang berada di kawasan Afrika untuk bekerja sama dalam bidang ekonomi, khususnya dalam bidang perdagangan. Tabel 6. Daftar 10 Negara Teratas dalam Nilai Kerja Sama dengan Cina

(Diolah dari L. Young.”China‟s Trade Ruch With Africa”.Capital Week.[online] dalam www.focac.prg/eng/zgx/t820242.htm.(2011).Diakses pada tanggal 05 Januari 2014)

Tidak hanya melakukan kerja sama ekonomi, namun Pemerintah Cina juga menanamkan ideologi-ideologi dan pengaruhnya ke Afrika, terutama dalam bentuk ideologi pemerintahan. Cina mulai mengenalkan, menyebarkan dan menanamkan sistem politik Cina yang dikenal dengan “Chinese Model” atau “Beijing Consensus”. Pemerintah Cina menyebutkan bahwa sistem ini lebih baik daripada model tradisional barat yang sebelumnya telah diterapkan oleh Bangsa Eropa, karena dengan sistem ini suatu negara dikatakan dapat lebih berkembang dan lebih mandiri dalam menentukan nasibnya sendiri tanpa adanya intervensi dari pihak lain. Sebab sistem ini juga lebih menghormati kedaulatan suatu negara, sehingga negara tersebut dapat memiliki legalitas untuk mengurus negaranya sendiri baik urusan dalam negeri maupun luar negeri. Satu hal yang membuat pemerintah Afrika lebih tertarik untuk menjalin kerja sama ke Cina adalah selain Cina menawarkan kerja sama secara damai dan keuntungan yang sama.

268

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

Bantuan AS kepada Somalia sebagai Pembendungan Kekuatan Cina di Afrika

Cina dan Afrika Timur Salah satu kawasan yang menjalin kerja sama dengan Cina adalah Afrika Timur. “East Africa is becoming an increasingly important region. Both Chinese state and non-state companies have gained a foot-hold in Uganda, Tanzania, Ethiopia and Kenya, where they are involved in both upstream and downstream activities”(Anthony, 2012:1). Sebagai bentuk realisasi kerja sama ekonominya, Cina membangun beberapa perusahaan besar di kawasan Afrika Timur, seperti misalnya Chinese National Petroleum Corporation (CNPC) yang menginvestasikan US$1,2 miliar untuk membangun pipa gas sepanjang 500km untuk mengirim gas alam Tanzania dari Mtwara ke Dar-es-Salam (Anthony, 2012:1). Tidak hanya membangun pipa gas di Tanzania, Cina juga membangun 2 pipa gas lainnya di Uganda, dan pipa gas yang melewati lembah Ogaden, Ethiopi. Cina juga mempunyai pipa gas yang menghubungkan Sudan Selatan dan Kenya. Gambar 7. Persebaran Pipa Minyak dan Gas Cina di Afrika Timur

Cina di sini berusaha untuk merangkul perusahaan-perusahaan tuan rumah bersama dengan pemerintahan negara yang bersangkutan untuk dapat mengolah dan menikmati kekayaan alam negara mereka, seperti kerja sama yang dilakukan oleh perusahaan minyak Cina dengan kilang minyak milik Uganda dan Pemerintah Uganda sendiri,

Jurnal Analisis HI, Maret 2014

269

Isma Athriya Safitri “The varied nature of such investment is giving rise to new forms of co-operation, such as the construction of the Ugandan refinery. . .in conjunction with the given African country’s stateowned oil company. This is what sets the Ugandan refinery apart: it involves a conglomerate of foreign firms rather than an exclusively Chinese-African state owned enterprise venture. . . . it is prudent to keep the multi-national joint-venture model in mind. This particular collaboration arose as the Ugandan government insisted on the construction of the refinery, which will satisfy the country’s (as well as some of its neighbours’) oil demands”(Anthony, 2012:2).

Berbicara masalah kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Afrika Timur, khususnya sumber daya minyak dan gas, tabel di bawah ini menggambarkan jumlah cadangan minyak dan gas yang dimiliki oleh Cina di Afrika Timur, Tabel 8. Daftar Persediaan Cadangan Minyak Cina di Afrika Timur

(Diolah dari Dr. Ross Anthony. “China‟s role in the East African oil and gas sector: a new model of engagement?”. Centre for Chinese Studies. Stellenbosch University.(2012).pp.2)

Bagian yang menarik di tabel tersebut adalah bahwa Somalia merupakan negara dengan cadangan minyak paling sedikit yang dimiliki oleh Cina. Tidak seperti negara-negara Afrika Timur lainnya, meskipun Somalia memiliki sumber daya minyak, namun ketidakstabilan politik dan militer menyebabkan Cina enggan untuk mengambil resiko dalam eksplorasi minyak di sana. Absennya Cina di Somalia kemudian menguatkan argumen bahwa Somalia memang berpotensi untuk

270

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

Bantuan AS kepada Somalia sebagai Pembendungan Kekuatan Cina di Afrika

dijadikan Amerika Serikat sebagai containment zone untuk menyaingi kekuatan Cina di Benua Afrika Kepentingan Amerika Serikat di Afrika Selain bagi Cina, Afrika juga merupakan partner kerja sama yang sangat penting bagi Amerika Serikat. Pada tahun 2004. Amerika Serikat telah menanamkan FDI sebesar US$ 13,5 Miliyar kepada negara-negara subsahara di Afrika dan pada tahun 2005 Amerika Serikat telah menghabiskan dana sebesar US$ 40,1 Miliyar untuk mengimport minyak dari Afrika (French, 2007: 127-132). Seperti yang dikatakan oleh Johnie Carson bahwa di masa krisis ini hubungan kerja sama perdagangan antara Amerika Serikat dan Afrika sangatlah penting bagi kedua belah pihak, di mana Amerika Serikat mendapatkan keuntungan dari akses untuk mengekporasi sumber daya minyak yang ada di Afrika. Sementara bagi pihak Afrika sendiri mendapatkan keuntungan dari bantuan-bantuan yang diberikan oleh Amerika Serikat kepada negaranegara Afrika yang membutuhkan (ORI,2009). Selain menanamkan sejumlah investasi, Amerika Serikat juga menanamkan nilai-nilai demokrasi dan hal asasi manusia sebagai bentuk kebijakan luar negerinya terhadap Afrika. Amerika Serikat juga membantu Afrika dalam urusan hubungan internasionalnya. Hal ini terlihat ketika Amerika Serikat membantu dan mendukung negaranegara Afrika dalam forum-forum PBB dan WTO, tentu hal ini tidak sulit bagi Amerika Serikat mengingat negara super power tersebut memegang jabatan penting di institusi-institusi internasional tersebut. Selain kepentingan ekonomi dan politik, Amerika Serikat juga memiliki kepentingan keamanan di Afrika. Kepentingan ini sangat erat hubungannya dengan kebijakan counter-terrorism Amerika Serikat. Kepentingan ini muncul pasca peristiwa pengeboman kedutaan Amerika Serikat di Nairobi dan Dar er Sala pada tahun 1998 dan peristiwa 9/11 (Pham, 2007:39-54). Respon Amerika Serikat terhadap Kehadiran Cina di Afrika Tidak dipungkiri bahwa kehadiran Cina du Afrika mengancam posisi Amerika Serikat di sana, “China and the U.S. are finding more common interest with regard to oil affairs in Africa, as both countries are becoming increasingly dependent on imported energy”(Hong, 2007:2),Amerika Serikat mungkin tidak sepenuhnya berhak dan mampu untuk mengusir Cina dari daratan Afrika, karena sebagian besar negaranegara di Afrika sudah menjalin hubungan kerja sama dengan Cina, dengan kata lain, Cina sudah mendapatkan tempat di Afrika, karena bisa

Jurnal Analisis HI, Maret 2014

271

Isma Athriya Safitri

saja yang terjadi akan bertolak belakang, dimana nantinya Amerika Serikat yang akan dinilai negatif di mata negara-negara Afrika. Oleh sebab itu, Amerika Serikat berusaha semaksimal mungkin untuk membatasi kekuasaan Cina di Afrika. Strategi tersebut dilakukan oleh Amerika Serikat dalam 3 dimensi, yakni (1) Dimensi ekonomi. Amerika Serikat berusaha untuk berlomba mendapatkan kepercayaan dari pihak Afrika untuk menjalin kerja sama di bidang ekonomi, khususnya perdagangan. Sebagai contoh, dalam waktu yang bersamaan dibentuknya Forum of China-Africa Cooperation, Amerika Serikat juga membuat African Growth and Opportunity Act (AGOA) untuk menguatkan kerja sama ekonomi antar Amerika Serikat dan Afrika (N.E Group, 2001). Salah satu kunci kesuksesan Amerika Serikat adalah bahwa dibalik jalinan kerja samanya tersebut, Amerika Serikat juga memberikan banyak sumbangan kepada negara-negara di Afrika sebagai komitmen untuk memberantas kemiskinan di Afrika dan membuat ekonomi Afrika menjadi lebih stabil. Komitmen ini salah satunya dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton, “We want a relationship of partnership not patronage, of sustainability, not quick fixes. We want to establish strong foundation to attract newinvestment”(Secretary of State, 2011). Kelebihan seperti inilah yang tidak dimiliki oleh pemerintah Cina. Sehingga secara tidak langsung Amerika Serikat dapat menyaingi bahkan menyerang balik pengaruh Cina di Afrika, “The U.S. wants to use this visit as a manoeuvre to limit the influence of China […] cautioning African leaders not to strike deals too easily with China”(Viano, 2012). (2) Dimensi keamanan. Tidak hanya memberikan bantuan dalam dimensi ekonomi, Amerika Serikat juga menambah bantuan dalam dimensi keamanan. Bantuan ini sangat erat tujuannya dengan kerangka war on terrorism dan untuk melindungi sumber daya alam yang dimiliki oleh Afrika (Turse, 2012). Agenda melindungi sumber daya alam di Afrika tersebut merupakan salah satu strategi jitu Amerika Serikat untuk membatasi akses-akses Cina dan negara-negara pesaing lainnya terhadap sumber daya alam itu sendiri, “Protecting access to hydrocarbons and other strategic resources…ensuring that no other interested third parties, such as China, India, Japan,or Russia, obtain monopolies or preferential treatment”(William, 1997). Hal ini membuktikan konsep Balance of Power dalam teori geopolitik dan geostrategic, dimana Amerika Serikat berusaha untuk menyelaraskan kekuatan-kekuatan asing yang ada di Afrika. (3) Dimensi politik. Melalui kaca mata kaum realis, ekspansi Cina di Afrika merupakan salah satu ancaman bagi kepemimpinan Amerika Serikat di dunia, karena ekpansi tersebut merupakan salah satu langkah

272

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

Bantuan AS kepada Somalia sebagai Pembendungan Kekuatan Cina di Afrika

Cina untuk mengembangkan kekuatannya dan menjadi salah satu manuvernya untuk menyaingi Amerika Serikat dalam tingkat global. Hal ini dapat menjadi potensi terjadinya konflik antara keduanya dalam memperebutkan posisi sebagai pemimpin dunia (Bernstein dan Munro, 1997). Oleh karena itu, agar kekuatan dan pengaruh Cina tidak semakin melebar dan menguasai seluruh Afrika dan mengeksplorasi sumber daya alam yang ada di sana, maka Amerika Serikat berusaha untuk membendung kekuatan Cina tersebut. Salah satu caranya adalah dengan menjalin kerja sama dengan Somalia. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa pemberian bantuan Amerika Serikat ke Somalia merupakan taktik Amerika Serikat untuk menjalin kerja sama dengan Somalia dalam kerangka strategi untuk membendung kekuatan Cina di Benua Afrika. Cina merupakan negara yang kekuatan ekonominya dapat dikatakan menjadi saingan terberat Amerika Serikat, dan Afrika menjadi salah satu lahan perebutan kekuasan keduanya. Faktor ancaman kehadiran Cina di Afrika tidak hanya datang dari kekuatan ekonominya saja, namun juga dari perbedaan ideologi dan prinsip antara Amerika Serikat dan Cina, yang ditakutkan adalah ketika negara-negara di Afrika ternyata lebih tertarik untuk menjalin kerja sama dengan Cina mengingat Cina di sini menawarkan kerja sama yang sifatnya mutualisme, dimana keuntungan yang didapat tidak hanya akan dirasakan oleh pihak Cina, tapi juga akan dibagi dengan pemerintah negara yang bersangkutan. Selain itu, kehadiran Cina di Afrika murni karena kepentingan ekonomi dan kebutuhan akan pencarian sumber daya minyak, jarang Cina ikut campur dalam masalah politik dan masalah-masalah internal lain pemerintah negara di Afrika. Tidak seperti Amerika Serikat yang memiliki berbagai macam kepentingan di Afrika, tidak hanya untuk mencari sumber daya minyak, tapi juga dalam kerangka „war on terrorism‟. Amerika Serikat juga berusaha untuk membuktikan bahwa ia berhasil menguasai Afrika sehingga ia masih pantas dianggap sebagai aktor hegemon global. Kepentingan-kepentingan inilah yang ditakutkan akan menimbulkan ketidaknyaman bagi pemerintah di Afrika, apalagi tidak jarang Amerika Serikat ikut campur dalam masalah-masalah domestik negara di Afrika. Oleh karenanya, untuk mensiasati ketidaknyamanan pemerintah negara-negara di Afrika akan kehadiran Amerika Serikat, Amerika Serikat kemudian mengeluarkan cara „soft‟ yakni memberikan bantuan kepada neegara-negara yang membutuhkan, seperti yang dilakukan Amerika Serikat kepada Somalia.

Jurnal Analisis HI, Maret 2014

273

Isma Athriya Safitri

Mengapa Somalia? Di sini Amerika Serikat memilih Somalia, karena beberapa alasan utama, yakni (1) Somalia merupakan negara yang sangat miskin. Banyak warganya yang menderita kelaparan dan akhirnya meninggal. Kondisi ini kemudian digunakan oleh amerika Serikat untuk memberikan bantuan berupa dana kemanusian, suplai makanan, obat-obataan dan sebagainya, dengan begitu mana Amerika Serikat akan mudah mendapatkan simpati dari pihak Somalia, (2) Somalia juga gagal dalam hal stabilitas politik dan keamanan. Kondisi ini juga digunakan oleh Amerika Serikat untuk menanamkan paham liberalis-demokartisnya ke dalam tubuh pemerintah Somalia. Agar dapat mendapatkan legitimasi dari Pemerintah Somalia, Amerika Serikat juga memberikan bantuan militer, berupa persenjataan dan pelatihan militer. (3) Somalia mempunyai posisi yang strategis di tanduk Afrika, dengan garis pantai yang terpanjang di Afrika, sehingga merupakan tempat yang tempat sebagai containment zone Amerika Serikat terhadap pengaruh Cina di Afrika. (4) Masih tentang letak Somalia yang strategis di tanduk Afrika, Somalia berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, Semenanjung Arab, dan Teluk Aden, sehingga dapat dikatakan bahwa Somalia merupakan pintu masuk utama menuju Laut Merah. (5) Somalia memiliki kekayaan minyak, gas, dan mineral. Memang sumber daya Somalia bukan yang terkaya di kawasan Afrika Timur apalagi di Benua Afrika, sehingga Cina kurang mengindahkannya. Tapi sebaliknya, Amerika Serikat menggunakan peluang tersebut untuk menjalin hubungan kerja sama dengan Somalia.

Daftar Pustaka Angelina Sanders dan Maya Moseley.”Emerging Energy Resources in East Africa”.Civil Military Fusion Centre Mediterranean Basin Team.(2012) Al Furqon.”AS Secara Resmi Akui Pemerintah Somalia Setelah 20 Tahun”[online] dalam http://www.islampos.com/as-secara-resmiakui-pemerintah-somalia-setelah-20-tahun-39088/.(2013).Diakses pada tanggal 06 Januari 2014 African Oil Corp.“World-Class East Africa Oil Exploration Play: Somalia, Ethiopia, and Kenya”. Canada. pp.3 BBC Indonesia.”Bantuan Mulai Mengalir ke Somalia”. [online] dalam http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/07/110713_somalia.sh tml.2011.Diakses pada tanggal 20 Mei 2013 UNICEF.”UNICEF Somalia Key Facts and Figures”. [online] dalam www.unicef.org/somalia/SOM_Key_Facts_and_figure28Jan09a.pd f. 2009. Diakses pada tanggal 25 Mei 2013 BBC Indonesia. "Militan Somalia Tetap Larang Badan Bantuan" [online] dalam

274

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

Bantuan AS kepada Somalia sebagai Pembendungan Kekuatan Cina di Afrika

http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/07/110722_somaliafa mine.shtml.(2011).Diakses pada tanggal 21 November 2013 BBC.“China‟s Hu Urges More Africa Ties”. [online] dalam http://news.bbc.co.uk/2/hi/africa/4949688.stm.(2006).Diakses pada tanggal 30 Desember 2013 Bernstein dan Munro. “The Coming Conflict with America”, Foreign Affairs, Vol. 76, No.2.(1997) Carmen-Cristina Cirlig.”The United State-China relationship: Implications for the European Union”. Library of European Parliament.(2013).pp.2 Charles W. Corey.”U.S Africa Command, Clinton pledges U.S support to Somali Transitional Government,” U.S Africa Command [online] dalam http://www.africom.mil/getArticle.asp?art=3270&lang=.(2009).Dia kses pada tanggal 05 Januari 2014 Chris Vlattman. “The New Scramble for Africa : The Great Update. [onlie] dalam http://chrisblattman.com/2008/07/09/the-newscramble-for-africa-the-great-update/.2008.Diakses pada tanggal 30 Desember (2013) David Zewig dan Bi Jianhai.”China‟s Global Hunt for Energy”. Foreign Affair 84,5.(2005).pp 25-38 Dr. Ross Anthony. “China‟s role in the East African oil and gas sector: a new model of engagement?”. Centre for Chinese Studies. Stellenbosch University.(2012).pp.1 E. Viano”Clinton Africa Trip Seen as Move to Counter Chinese Influence".[online] dalam http://www.voanews.com/content/clinton_trip_seen_as_counterin g_china_influence/1452168.html.(2012). Diakses pada tanggal 06 Januari 2014 E. William.”China and Congo Wars: AFRICOM. America‟s New Military Command” [online] pada http://www.globalresearch.ca/index.php?context=va&aid=11173.(20 08).Diakses pada tanggal 5 Januari 2014 Eshter Pan. “China, Africa, and Oil”. Council on Foreign Relation Home Page. [online] dalam http://www.cfr.org/publication/9557/china_africa_and_oil. Diakses pada tanggal 30 Desember 2013 FOCAC.”Charateristic of FOCAC”.Forum for China-Africa Cooperation. [online] dalam www.focac.org/eng/gylt/ltjj/t157576.htm.(2009).Diakses pada tanggal 05 Januari 2014 Global Humanitarian Assistance. “Somalia”.Global Humanitarian Assistance : A Development Initiative.2012.pp.7 GlobalSecurity.“Somalia-Maps” [online] dalam www.globalsecurity.org/military/world/somalia/maps.htm.Diakses pada tanggal 06 Januari 2014

Jurnal Analisis HI, Maret 2014

275

Isma Athriya Safitri

John Norris dan Bronwyn Bruton.”Twenty Years of Collapse and Counting : The Cost of Failure in Somalia”. Center of American Progress. One Earth Future.(2011) pp.34 Joseph S. Nye, Jr.. “Soft Power : The Means to Success in World Politics”, New York: Public Affrairs.(2004).pp. 1 L. Young.”China‟s Trade Ruch With Africa”.Capital Week.[online] dalam www.focac.prg/eng/zgx/t820242.htm.(2011).Diakses pada tanggal 05 Januari 2014 Mohamed A.Mohamed.”U.S. Strategic Interest in Somalia: From Col War Era to War on Terror”.United States: Department of American Studies. (2009) N.Turse.”America‟s Shadow Wars in Africa”.[online] dalam http://www.tomdispatch.com/post/175567/tomgram%3A_nick_tur se%2C_america%27s_shadow_wars_in_africa_?utm_source=Tom Dispatch&utm_campaign=e556c26672D_Turse7_12_2012&utm_m edium=email.(2012).Diakses pada tanggal 5 Januari 2014 Pieter D.Wezeman.”Arms Flows and The Conflict in Somalia”.Stockholm International Peace Research Institute.(2010).pp. 1 Sadia Sulaiman.“Role of Central Asia in War Against Global Terrorism,” STRATEGIC STUDIES, OP-CIT, pp.85 Sasangka, Bambang. “On This Day : Pasukan AS Terjebak Pertempuran Mogadishu” [online] dalam http://www.solopos.com/2012/10/04/on-this-day-pasukan-asterjebak-pertempuran-mogadishu-335648.(2012).Diakses pada tanggal 20 Mei 2013 Security Council.”Report of the Secretary-General on the protection of Somali natural resources and waters”.United Nation. (2011) Secretary of State.”Clinton Remarks at Lauch of US-Zambia Chamber of Commerse”[online] dalam http://iipdigital.usembassy.gov/st/english/texttrans/2011/06/20110 611133817su0.8429616.html#axzz23ciwHIkQ.(2011).Diakses pada tanggal 05 Januari 2014 2010 Statistical Bulletin of China‟s Outward Foreign Direct Investment US Department of State. “US Assistance in Somalia”, Office of The Spokerperson. Washington DC.(2013)

276

Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

View more...

Comments

Copyright � 2017 NANOPDF Inc.
SUPPORT NANOPDF