respons emosi musikal dalam gamelan jawa

January 17, 2018 | Author: Anonymous | Category: Seni & Humaniora, Musik, Teori musik
Share Embed Donate


Short Description

Download respons emosi musikal dalam gamelan jawa...

Description

Djohan Salim Gamelan Jawa

Respons Emosi Musikal dalam

RESPONS EMOSI MUSIKAL DALAM GAMELAN JAWA Djohan Salim Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta

Intisari Penelitian dasar ini merupakan hasil eksperimen yang menggunakan teknik pengukuran continuous response yang menguji pengaruh stimulasi elemen tempo dan timbre gamelan Jawa terhadap respon emosi musikal pendengar. Subjek yang terdiri dari musisi (N=16) dan non-musisi (N=16) mendengarkan setiap gendhing sebanyak empat kali melalui pemutar CD baik dalam tempo asli dengan timbre besi maupun perunggu, dan dalam tempo modifikasi dengan timbre besi dan perunggu pula. Saat mendengarkan gendhing, subjek diminta untuk menekan tombol pada papan kibor komputer bila gendhing yang didengar terasa janggal atau berbeda dari biasa. Kemudian mereka diminta mengisi skala laporan diri tentang Respons Emosi Musikal di akhir gendhing. Penandaan akan terekam secara langsung di monitor komputer melalui piranti lunak Sound Forge 6.0. Hasil analisis statistik dan diskusi kelompok terpadu secara signifikan menunjukkan pengaruh dan perbedaan respons emosi musikal antara musisi dan non-musisi. Secara keseluruhan hasil penelitian ini melengkapi penelitian terdahulu pada musik Barat yang menunjukkan bahwa elemen tempo lebih penting dari elemen timbre. Hal tersebut terbukti bahwa respons emosi musikal pendengar gamelan Jawa secara signifikan lebih dipengaruhi oleh elemen tempo dari pada timbre. Kata Kunci: tempo, timbre, gamelan, respons emosi musikal Abstract This basic research reports the results of an experiment using continuous response measurement tehnique that tested the effects of tempo and timbre stimuli in Javanese gamelan music on the musical emotional responses of listeners. Musicians (N=16) and non-musicians (N=16) listened to each song four times through CD’s player which are in original tempo with bronze’s and iron’s and then in modified tempo with bronze’s and iron’s too. Listeners were asked to push the button on the computer keyboard in real time when they feel that the song they hear is somehow strange and different from what they use to hear. Thereafter, the listeners will be asked to fill out the self report scale on Musical Emotional Responses at the end of each song. Marking will directly recorded at the computer through the Sound Forge 6.0 software. A statistical analysis and the result of focus group discussion showed that there were significant effects and differences on musical emotional responses between musicians and nonmusicians. This entire experiment adjoin previous studies on Western music that tempo is a more important musical element than timbre. It was shown by evidence that musical emotional responses of the Javanese gamelan listener are significantly more affected by the tempo element compared to the timbre element. Key words: tempo, timbre, gamelan, musical emotional responses

63

PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005

Ketika mendengarkan sebuah musik, biasanya tidak pernah menjadi perhatian kita apa sebenarnya yang menimbulkan rasa suka atau tidak suka dengan musik tersebut. Hal tersebut dikarenakan semua musik yang kita dengar sehari-hari atau dalam sebuah peristiwa khusus telah terkemas sedemikian rupa sesuai dengan budaya musik tersebut. Misalnya musik klasik, pop, rock, blues, jazz, samba yang berasal dari budaya barat. Demikian pula musik India, Cina, Jepang, Timur-Tengah, Indonesia dari budaya timur. Hampir dapat dipastikan bahwa musik tidak bisa lepas dari kehidupan manusia di mana saja. Musik telah menyatu dalam segala perilaku sosio-budaya manusia baik disadari atau tidak. Pada kenyataannya kita tidak bisa menghindari lingkungan musik mulai dari pelosok desa sampai kosmopolitan sekalipun. Karena sebagai bagian dari budaya, musik memiliki ‘mutual influences’ terhadap masyarakatnya. Apa yang direspons, dipersepsi, dinikmati dari sebuah musik akan kembali menjadi ide penciptaan musik berikutnya. Siklus saling terpaut ini berlangsung sepanjang masa sejalan dengan perkembangan kebudayaan di mana musik itu eksis (Hargreaves and North, 2003). Masyarakat manapun pasti memiliki sekelompok kecil seniman musik atau yang berprofesi sebagai musisi, dan juga kelompok terbesar berupa penggemar musik yang bisa terdiri dari berbagai macam kalangan dan profesi. Bagi kedua kelompok tersebut fungsi musik akan berbeda. Bagi musisi, kemampuan diri dan perilakunya dengan sengaja ditujukan hanya untuk musik, baik sebagai profesi yang menghidupi atau untuk kepuasan batin yang tak terukur. Sementara penggemar atau penikmat umumnya hanya memfungsikan musik sebagai hiburan mungkin sebagian kecil mengapresiasi secara lebih serius (Djohan, 2003). Maka, segala kekuatan musik penting untuk dieksplorasi. Dalam penelitian ini musik didefinisikan sebagai serangkaian suara yang diorganisir secara sedemikian

rupa dengan menggunakan elemen-elemen yang menyertainya. Dengan kata lain sebuah kemasan musik sangat tergantung pada racikan elemen-elemennya. Salah satu elemen yang paling cepat dikenali dan dipersepsi dari musik adalah bila disertai lirik dalam bahasa yang dimengerti oleh si pendengar (Sloboda dan O’Neil, dalam Juslin & Sloboda, 2001). Bagaimana dengan musik yang tanpa syair, apakah tidak akan memberikan impresi tertentu? Dari banyak hasil penelitian terbukti bahwa jenis musik tertentu dapat membangkitkan respons emosi pendengarnya. Mekanisme yang menjadi penyebabnya sampai sekarang masih terus diteliti termasuk aspek lintas budayanya. Sampai saat ini materi musik yang paling banyak diteliti adalah musik barat dengan segala validasi yang sangat terbatas untuk diaplikasikan. Musik barat cenderung menekankan bentuk dan formalisme dibandingkan musik non barat lainnya (Nettle, 1997). Namun demikian menurut Kivy (1980) ekspresi musik sangat terkait dengan ‘emosi budaya’ seperti ekspresi gerak, cara bicara, sikap tubuh. Karena ‘emosi budaya’ berbeda maka hubungan antara berbagai stimuli elemen musik dan emosi tertentu yang dihasilkannya juga berbeda. Pendapat di atas didukung oleh Walker (1996) yang mengatakan bahwa musik pada setiap budaya sangat bergantung pada lingkungan, teknologi, dan cara berpikir serta keunikan yang sulit diterjemahkan oleh budaya lainnya. Ortony dan Turner (1990) menegaskan bahwa emosi musikal tidak persis sama dengan emosi sehari-hari. Menurutnya, kategori pokok mengenai emosi dalam musik penelitiannya meliputi rasa gembira, takut, marah dan sedih. Musik adalah materi budaya (seperti bahasa) yang dilengkapi sejenis semiotik dan kekuatan afektif yang digunakan seseorang dalam konstruksi sosial dari perasaan emosi. Pengaruh musik terhadap emosi tidak secara langsung tetapi interdependen pada situasi mendengarkannya

64

Djohan Salim Gamelan Jawa

(Sloboda dan O’Neil, dalam Juslin & Sloboda, 2001). Yang diteliti dalam penelitian ini adalah musik gamelan dan masyarakat Jawa (musisi dan pendengar) khususnya Yogyakarta yang masih kuat dipengaruhi oleh adat istiadat Jawa. Diasumsikan faktor sosiobudaya yang melatarbelakangi respons emosi akan sangat dominan karena merupakan satu kesatuan antara pengalaman dan pengetahuan baik dari sisi makna musik maupun kehidupan sehari-hari. Musik gamelan di Jawa tidak hanya dikenal sebagai ‘klenengan’ (pertunjukan musik gamelan Jawa) tetapi bagian tak terpisahkan dari budaya dan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Gamelan difungsikan mulai dari upacara religi, perkawinan dan sebagainya. Di negaranegara maju penelitian terhadap elemen tempo (cepat-lambat sebuah musik) telah banyak dilakukan (Levitin & Cook, 1996; Lapidaki, 2000), tetapi penelitian terhadap elemen timbre (warna suara dari material alat musik) masih sangat jarang. Elemen musik yang memiliki dimensi psikofisik, khususnya diketahui dapat menimbulkan respons emosi tertentu. Dimensi psikofisik tersebut didefinisikan oleh Balkwill dan Thompson (1999) sebagai ”semua sifat suara yang dapat dirasakan secara bebas melalui pengalaman musikal, pengetahuan atau inkulturasi”. Isyarat psikofisik dapat dipahami sebagai stimuli yang terjadi dalam dimensi psikofisik yang memicu respons emosi pada pendengar. Secara spesifik dimensi itu dapat diketahui melalui manipulasi terhadap timbre (Behrens & Green, 1993), tempo (Crist, 2000; Gabrielsson & Juslin, 1996), pitch (Campbell, Krysciak & Schellenberg, 2000; Kaminska & Woolf, 2000), dan dinamika (Crist,2000; Kamenetsky, Hill & Trehub,1997). Keunikan musik gamelan Jawa dengan segala elemen musikalnya dapat menjadi bagian dari pengembangan interdisiplin bahkan multidisiplin baik dalam bidang, etnomusikologi, sosiologi, antrobiologi, psikoneurologi, psikofisiologi,

65

Respons Emosi Musikal dalam

psikologi musik maupun aplikasi terapi musik. METODE PENELITIAN Pada studi eksperimen ini, subjek diminta untuk memberikan respons secara langsung dengan menekan tombol pada papan keyboard komputer yang telah disediakan ketika mereka merasa ada sesuatu perasaan yang berbeda dari gendhing (musik instrumental dalam gamelan Jawa) yang diperdengarkan. Respons ini akan terekam di komputer yang menunjukkan pada detik ke berapa dan tempo bagian apa subjek merespons gendhing yang didengar. Gendhing soran (jenis gendhing yang berdinamika keras) dengan judul Ladrang Agun-Agun akan diperdengarkan dalam empat versi masing-masing dalam tempo asli timbre perunggu-besi dan tempo modifikasi timbre perunggu-besi. Subjek juga diminta mengisi skala ‘laporan diri’ (self report) yang mengukur respons emosi musikal sesaat setelah selesai mendengarkan masingmasing versi dari gendhing tersebut. Satu minggu kemudian diadakan pengumpulan data secara kualitatif tentang respons emosi musikal melalui Diskusi kelompok terarah dengan enam subjek yang dianggap tepat untuk dijadikan nara sumber. Subjek Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 16 musisi dan 16 (non-musisi) dalam kelompok usia 30-55 tahun. Melalui purposive sampling, subjek musisi (pengrawit) dipilih berdasarkan profesi dan pengalaman lebih dari 25 tahun menggeluti dunia karawitan secara praktis dan berprofesi sebagai pengrawit. Subjek non-musisi adalah para pandhemen (penggemar) yang memiliki pengalaman mendengar “uyon-uyon manasuka” dari siaran RRI Yogyakarta atau kerap menghadiri acara klenengan dan secara sosiodemografis terdiri dari berbagai latar belakang profesi. Subjek dikelompokkan menjadi dua kelompok yang terdiri dari 4 sub-kelompok. Masing-masing subkelompok terdiri dari empat subjek yang akan mendengarkan empat versi gendhing sebagai manipulasi.

PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005

Satu minggu sebelum eksperimen dilakukan, subjek diberi skala deteksi suasana hati sebagai pra pengukuran untuk mengobservasi emosi mereka sebelum mendapat perlakuan. Skala berbentuk laporan diri ini dimodifikasi dari skala POMS (Profile of Mood State) yang digunakan untuk memantau suasana hati subjek baik selama satu minggu, tiga hari, satu hari atau pada saat itu juga. Skala ini dimaksudkan untuk memantau jika terjadi perbedaan suasana hati pada subjek yang kemungkinan disebabkan oleh kelelahan atau faktor lainnya.

Stimuli Gendhing ladrang agun-agun diperdengarkan melalui CD audio yang dioperasikan oleh empat unit komputer. Setiap subjek mendengarkan gendhing melalui earphone. Durasi untuk gendhing dengan tempo asli baik timbre perunggu maupun besi selama 03.38 menit. Kemudian durasi untuk gendhing dengan tempo modifikasi baik dalam timbre perunggu maupun besi selama 05.12 menit. Total durasi waktu yang dibutuhkan subjek untuk mendengar keempat stimuli gendhing tersebut selama 18.10 menit. Prosedur

Gambar 1. Rancangan eksperimen One Way Repeated Measure Perlakuan Kelompok

I

II

III

IV

Pengrawit

X1.1 X2.1 Y1

X1.1 X2.2 Y2

X1.2 X 2.1 Y3

X1.2 X 2.2 Y4

Pandhemen

X1.1 X2.1 Y1

X1.1 X2.2 Y2

X1.2 X 2.1 Y3

X1.2 X 2.2 Y4

Keterangan: X1.1 = tempo asli X1.2 = tempo modifikasi X2.1 = timbre perunggu X2.2 = timbre besi Y = respons emosi musikal

X1.1 X2.1 = TAP (Tempo Asli Perunggu) X1.1 X2.2 = TAB (Tempo Asli Besi) X1.2 X2.1 = TMP (Tempo Modifikasi Perunggu) X1.2 X2.2 = TMB (Tempo Asli Besi)

Subjek diminta masuk ke dalam ruangan ukuran 3 x 2,5 meter dengan diberi batas penyekat antar keempatsubjek agar tidak saling bertatapan. Warna dinding ruang hijau muda dengan penerangan lampu TL 40 watt dan bohlam putih 20 watt. Setelah dipersilahkan duduk dengan posisi rileks pada kursi dengan ketinggian 25cm dari lantai dan kemiringan sandaran kursi 15 derajat, eksperimenter memberi instruksi cara pengisian skala dan memencet tombol penanda (huruf “m”). Semua tombol pada papan jari komputer di tutup dengan karton tebal dan hanya satu tombol yang timbul. Keempatperangkat komputer yang merekam penandaan ditangani oleh dua orang operator dibalik ruangan eksperimen. Penandaan pada komputer ini akan menjadi blue print dari respons yang dialami subjek

pada bagian-bagian tertentu dari gendhing. Saat perlakuan berlangsung, subjek juga akan dimonitor melalui kamera video tersembunyi untuk merekam ekspresi wajah dan tubuh bagian atas secara acak. Perekaman dilakukan dari ruang operator melalui kaca satu arah sehingga subjek tidak mengetahui bila sedang diamati. Rater akan melakukan penilaian atmosfir suasana reaksi emosi yang terjadi pada subjek melalui monitor TV dari ruang di ruang operator. Melalui teknik counter balancing, maka masing-masing kelompok subjek mendengarkan 4 versi gendhing yang berbeda (tempo asli perunggu/TAP, tempo asli besi/TAB, tempo modifikasi perunggu/TMP, dan tempo modifikasi besi/TMB) dengan urutan yang berbeda. Setelah mendengarkan gendhing pertama, subjek diminta untuk mengisi skala

66

Djohan Salim Gamelan Jawa

Respons Emosi Musikal dalam

respons emosi dan dilanjutkan dengan gendhing kedua, ketiga, dan keempat. Penyusunan faktor-faktor dalam skala respons emosi dilakukan berdasarkan pembagian yang dikemukakan oleh Osgood, Suci dan Tannenbaum (1957) dengan

menggunakan proses elisitasi dan memilih kata-kata sifat bipolar yang predominan. Skala deteksi emosi ini dimodifikasi dari skala yang disusun oleh Prawitasari (dalam Supratiknya; Faturochman & Haryanto, 2000) untuk pelayanan kesehatan.

Tabel 1. Ringkasan Repeated Measure antar Elemen Sumber Variasi Temp Timbr JK Db o e Tempo Linear 2096.281 1

MK

F

p

100.833

.000

R Eta .771

395.584

.000

.930

Tempo * Status

Linear

8224.031

1

Error(Tempo)

Linear

623.687

30

2096.28 1 8224.03 1 20.790

Timbre

Linear

351.125

1

351.125

23.792

.000

.442

Timbre * Status

Linear

703.125

1

703.125

47.643

.000

.614

Error(Timbre)

Linear

442.750

30

14.758

Tempo * Timbre

Linear

Linear

536.281

1

536.281

50.722

.000

.628

Tempo * Timbre * Status Error (Tempo*Timbre)

Linear

Linear

52.531

1

52.531

4.968

.033

.142

Linear

Linear

317.187

30

10.573

Hipotesis Mayor 10 0 -10

Pengrawit & Pandhemen

TAP

TAB

TMP

TMB

6.32

-1.72

-6.19

-5.72

Gambar 2. Respons Emosi Musikal Pengrawit dan Pandhemen HASIL PENELITIAN Data penelitian diolah berdasarkan analisis statistik yang menjelaskan pengujian kuantitatif dan hasil penelusuran secara kualitatif. Pada pembahasan analisis kuantitatif, dilakukan juga uji asumsi perlakuan untuk melihat kesesuaian antara data secara empiris yang diperoleh di lapangan dengan model analisisnya yang meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varian. Selanjutnya, hasil penelusuran kualitatif melalui Diskusi Kelompok Terarah (DKT).

67

1.

Hasil Pengujian Hipotesis Utama Berdasarkan analisis Tabel 1, maka hasil pengujian hipotesis utama yang berbunyi “Terdapat pengaruh stimulasi elemen tempo dan timbre dalam musik gamelan Jawa terhadap respon emosi musikal pendengar” secara signifikan diterima, dengan F hitung sebesar 4,968 (p < 0,05). Hasil dalam Tabel 1 menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari pemberian perlakuan stimulasi elemen tempo dan timbre terhadap respons emosi musikal. Pada Gambar 2 menunjukkan nilai pengrawit dan pandhemen digabung untuk menunjukkan perbedaan respons emosi

PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005

musikal yang terjadi setelah masing-masing kelompok menerima perlakuan eksperimen. 2. Hasil Tambahan Hipotesis tambahan pertama berbunyi “Terdapat perbedaan pengaruh stimulasi elemen TAP dan TAB terhadap respon emosi musikal pendengar ". Dari hasil analisis Tabel 2, diperoleh F hitung sebesar 17,020 (p < 0,01). Dengan demikian hipotesis tambahan pertama dalam penelitian ini diterima. Artinya stimulasi elemen TAP dan elemen TAB secara signifikan memberi pengaruh terhadap respons emosi musikal pada pengrawit dan pandhemen. Respons emosi musikal yang dipengaruhi oleh elemen TAP dan TAB pada pengrawit cenderung lebih menunjukkan respons emosi musikal yang positif dibandingkan dengan pandhemen. Hipotesis tambahan kedua berbunyi: “ Terdapat perbedaan pengaruh stimulasi elemen TMP dan TMB terhadap respon emosi musikal pendengar”. Dari uji statistik diperoleh F hitung sebesar 39,519 (p < 0,01). Dengan demikian hipotesis tambahan kedua dalam penelitian ini diterima. Artinya elemen TMP dan elemen TMB secara signifikan memberi pengaruh terhadap respons emosi musikal pada pengrawit dan pandhemen. Pada pemberian elemen TMB kedua kelompok sama-sama menunjukkan respons emosi musikal tidak menyenangkan dengan

mean yang lebih tinggi secara signifikan pada kelompok pengrawit. Dengan demikian stimulasi elemen TMP dan TMB berpengaruh terhadap respons emosi musikal pendengar dengan respons emosi musikal tidak menyenangkan yang lebih kuat pada kelompok pengrawit. Selanjutnya, hipotesis tambahan ketiga yang berbunyi “Terdapat perbedaan pengaruh antara stimulasi elemen TAP dan TMP dengan TAB dan TMB terhadap respon emosi musikal pendengar” juga diterima. Diperoleh F hitung sebesar 93,0444 (p < 0,01). Artinya pemberian stimulasi elemen TAP dan TMP maupun TAB dan TMB secara signifikan memberi pengaruh terhadap respons emosi musikal pada pengrawit dan pandhemen. Berdasarkan perolehan data naratif melalui penelitian kualitatif, dilakukan telaah terhadap ringkasan DKT dan analisis isi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa teknik, kepekaan, dan pengalaman para pengrawit secara nyata lebih terasah untuk merespons perbedaan antara gendhing yang dimainkan dengan alat dan cara yang benar dengan gendhing yang dimodifikasi. Beberapa dimensi seperti “biasa dan tidak biasa”, “gojag gajeg dan mantep”, “sesuai dan tidak sesuai”, dengan segera tertangkap oleh para pengrawit.

Tabel.2 Ringkasan Repeated Measure Antar Status Sumber Variasi Stimulus JK Stimulus Level 1 vs. Level 2 1755.281 Level 2 vs. Level 3 731.531 Level 3 vs. Level 4 19.531 Stimulus * Status Level 1 vs. Level 2 371.281 Level 2 vs. Level 3 4117.781 Level 3 vs. Level 4 1140.031 Error(Stimulus) Level 1 vs. Level 2 654.438 Level 2 vs. Level 3 1327.688 Level 3 vs. Level 4 865.438

Semua subjek yang terlibat dalam DKT sepakat bahwa tempo (Jawa: laya) merupakan elemen terpenting dalam gendhing. Walaupun demikian, elemen ini sangat jarang dibicarakan di kalangan musisi karawitan karena dianggap sudah otomatis tercakup dalam irama. Bahwa kecepatan

db 1 1 1 1 1 1 30 30 30

MK 1755.281 731.531 19.531 371.281 4117.781 1140.031 21.815 44.256 28.848

F 80.464 16.529 .677 17.020 93.044 39.519 -

P
View more...

Comments

Copyright � 2017 NANOPDF Inc.
SUPPORT NANOPDF